BAB 22: MULAI BERANI

6.2K 693 44
                                    

SELAMAT MEMBACA
***
Giwa tidak menyangka jika Gerald akan benar-benar menjemputnya di bandara. Padahal tadi malam dia hanya bercanda meminta laki-laki itu menjemputnya. Karena dia tau Gerald sangat sibuk dan tidak mungkin bisa menjemputnya. 

Giwa langsung melambaikan tangannya dengan senang ketika melihat Gerald sudah berdiri di  pintu kedatangan. 

"Pak Gerald kok bisa sih jemput aku, kan sibuk?" tanya Giwa pada Gerald. Bahkan sekarang gadis itu tidak sungkan lagi untuk merangkul lengan Gerald. Seolah itu sudah biasa dia lakukan. Padahal hubungan mereka tergolong baru. namun, Giwa bisa mencairkan suasana. Tidak akan maju hubungan mereka jika hanya berharap Gerald yang mengambil bersikap. 

"Memang sibuk, tapi kalau nona Collin minta di jemput apa iya tidak di jemput." Jawab Gerald pada Giwa. 

Dia mengambil alih koper di tangan Giwa lalu membawanya menuju mobil. 

"Langsung pulang?" tanya Gerald saat mereka sudah siap jalan. Sopir Gerald bahkan mulai menjalankan mobil. 

Mendengar itu, Giwa langsung menggeleng dengan semangat. 

"Boleh nggak sih main ke kantornya Pak Gerald?" tanya Giwa lagi dengan semangatnya.

"Boleh, kenapa tidak boleh?"  jawab Gerald dengan santai. 

Mendengar jawaban Gerald, Giwa langsung terdiam. Apakah ada yang menandai kalimat yang di gunakan oleh Gerald barusan. Laki-laki itu seperti abang dan ayahnya, lihat bahasa sehari-harinya saja baku sekalinya. Bahkan ketika Giwa menggunakan kata 'Nggak' Gerald tetap menggunakan kata 'Tidak'. Sepele sebenarnya, tapi cukup membuat Giwa tersadar. 

Giwa hanya diam, dia menyandarkan kepalanya dengan nyaman di lengan Gerald. Matanya mulai terpejam, karena mengantuk.

"Pak Rafa kenapa tidak pulang sama-sama?" Tanya Gerald saat tidak melihat Rafa. Padahal seingatnya waktu itu Giwa bilang dia di Jogja bersama Rafa.

"A'a ke Bali. Ada kerjaan mendadak." Hanya itu yang di katakan oleh Giwa. Setelahnya, gadis itu tertidur dengan pulas. Karena merasa nyaman bersandar pada Gerald.

***
Giwa terbangun dan mendapati dirinya masih berada di dalam mobil bersama Gerald. Giwa melihat jam di pergelangan tangannya, entah berapa kama dia tertidur dan tiba-tiba saja sudah sampai di parkiran kantor.

"Mau turun atau masih mau tidur?" Tawar Gerald pada Giwa.

"Turun," jawab Giwa pelan.

Akhirnya Gerald membawa Guwa untuk turun.

Sepanjang jalan menuju ruangan Gerald banyak pasang mata yang menperhatikan mereka. Terutama pada Giwa baik yang memperhatikan secara terang-terangan ataupun curi-curi. Mereka tentu saja penasaran dengan siapa sosok perempuan yang di gandeng oleh pimpinan mereka itu.

"Duduk disini, kalau butuh apa-apa bilang sama saya." Ucap Gerald lalu dia sendiri langsung duduk di balik meja kerjanya. Kembali bergelut dengan pekerjaan yang tadi dia tinggalkan.

Giwa terus saja memperhatikan Gerald yang sedang bekerja. Matanya fokus menatap Gerald yang sedang serius. Apalagi kaca mata pria itu semakin menambah karismanya. Giwa benar-benar takjub dengan wajah tampang Gerald. Sejak awal melihat, Giwa sudah terpesona. Hanya saja, awalnya dia fikir Gerald adalah laki-laki beristri. Tapi ternyata takdir memudahkan jalannya. Sekarang dia lah kekasih pria itu.

Giwa semakin tidak tahan ingin menganggu Gerald. Dia lalu bangun dari duduknya dan berjalan kearah Gerald.

Gerald yang melihat hal tersebut hanya menatap Giwa dengan ekspresi bingungnya.

Dengan beraninya bahkan melupakan sedikit etikanya, Giwa menarik kursi Gerald sedikit mundur. Tanpa aba-aba gadis itu langsung duduk di pangkuan Gerald tanpa peduli jika Gerald akan terganggu lalu marah.

"Kenapa duduk disini?" Hanya itu yang di katakan Gerald pada Giwa. Jujur dia tidak menyangka Giwa akan seberani itu padanya.

"Enak duduk disini daripada disana," hanya itu yang Guwa katakan. Matanya melirik kearah monitor laptop Gerald yang menampilkan deretan angka dan kurva. Tapi Giwa sama sekali tidak tertarik. Dia justru merebahkan kepalanya di pundah Gerald dan mulai memejamkan matanya lagi dengan nyaman.

***
Gerald mengelus pelan rambut pendek Giwa. Membuat gadis itu merasa sedikit terusik dan perlahan membuka matanya. Menatap sayu pada Gerald yang juga tengah menatapanya. Giwa ingin kembali tidur saat tiba-tiba sebuah suara mengejutkannya.

"Bu Citra kok tidur di pangkuan Daddy?" 

Giwa langsung menoleh dan ternyata ada Farel disana. Duduk santai di sofa sambil menikmati makanan ringannya.

Giwa yang mendengar itu langsung turun dari pangkuan Gerald dan menghampiri Farel. Bocah itu masih menatap Giwa seolah menunggu jawaban atas pertanyaannya tadi.

"Farel kok sudah pulang?" Tanya Giwa berusaha melipur Farel agar melupakan kejadian yang memalukan barusan.

"Ya kan memang sudah waktunya pulang sekolah," jawab Farel dengan santai.

"Bu citra sih tidur terus jadi mana tau kalau Farel datang." Ucap Farel lagi.

Giwa jadi merasa seperti di omeli oleh bocah itu. Lagipula apa salahnya dia tidur kalau ngantuk kan memang harus tidur. Apa jangan-jangan Farel tengah protes tidak terima melihat dia tidur dipangkuan daddy-nya.

Gerald yang melihat wajah salah tingkah dari Giwa hanya tertawa pelan. Tadi gadis itu bersikap dengan beraninya padanya. Tapi ternyata masih punya malu juga ketika di pergoki oleh putranya.

"Ayo makan siang, Daddy lapar." Ucap Gerald pada keduanya.

Tanpa di minta dua kali, Giwa dan Farel kompak berdiri. Dan berjalan mengikuti kemana perginya Gerald.

***
Baru saja turun dari mobil dan hendak masuk kedalam restoran dimana mereka akan makan siang, Giwa di buat tertegun melihat siapa yang tengah berdiri di depan pintu masuk sambil menatapnya dengan tajam. Sang tuan besar, yang tak lain dan tak bukan adalah ayahnya sendiri.

Giwa yang merlihat hal tersebut hanya tersenyum tanpa dosa dan menghampiri sang ayah.

"Ayah makan siang disini juga?" Tanya Giwa pada Rehan. Jangan lupakan wajah cengengesan Giwa karena melihat wajah ayahnya yang siap mengamuk.

"Untung belum ayah pasang pengumuman di koran kalau anak ayah hilang. Pesawat jam 8 kok sampai tengah hari tidak sampai di rumah." Ucap Rehan dengan jengkelnya pada Giwa. Sebenarnya dia bukan tidak tau, jika putrinya itu ada di perusahaan Gerald. Tapi tetap saja dia kesal.

"Maaf Pak Rehan, saya tidak memulangkan Giwa tepat waktu." Kali ini Gerald yang bicara. Dia merasa seperti orang yang tengah menculik anak gadis orang lain jika situasinya seperti ini.

"Ahh, sudah lah. Kalian anak muda memang suka seenaknya sendiri. Besok-besok jangan begitu Giwa, bunda khawatir itu di rumah."

Giwa dan Gerald kompak mengangguk pelan. Setelahnya, Rehan pun berlalu dari sana. Karena sepertinya dia sudah selesai makan siang. Berbeda dengan Gerald dan Giwa yang baru datang.

"Jadi makan tidak Daddy?" Farel menggoyangkan tangan Gerald karena sudah merasa lapar tapi mereka justru berdiri cukup lama di depan pintu masuk.

"Ayo masuk." Ucap Gerald sambil menggandeng tangan Giwa dan Farel membawa mereka untuk memasuki restoran. Karena jam makan siang yang sudah sedikit lewat.

***BERSAMBUNG***

WNG, 21 AGTS 2024
SALAM
E_PRASETYO

STORY OF GIWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang