∘₊✧──────✧₊∘
Embusan napas itu terdengar pelan namun kian memberat, netra berkilau setia dipenuhi binar keceriaan pun kini menyiratkan rasa kesal yang teramat kuat. Dibandingkan gugup atau diselimuti ragu seperti pertama kali memulai syuting tadi, saat ini [Name] justru berhasil dikuasai oleh emosi terbakar semakin berapi-api.
Bagaimana tidak?
Susah payah ia berusaha mendalami peran walau tidak pernah memiliki pengalaman, mengikuti semua wejangan dari Aoyama bahkan arahan para artis senior yang sering kali menyemangati agar tetap percaya diri ketika memainkan setiap adegan. Sejak awal pengambilan gambar bahkan melewati banyak scene pun selalu lancar dan tak membuat masalah berarti, seluruh crew sampai bertepuk tangan kagum karena ternyata [Name] bisa sangat cepat beradaptasi ketika melakukan pekerjaan walau bukan berada di ruang lingkup keahliannya sendiri.
Sang gadis berusaha sekeras mungkin bisa memberikan hasil terbaik dan sesuai dengan yang mereka harapkan, pun merasa acuh pada beberapa bagian kelewat ekstrem jelas baru pertama kali ia lakukan. [Name] sekadar ingin memahami bahwasanya dunia peran tak seindah kerap terlihat oleh pandangan, hingga seharusnya semua tetap baik-baik saja jika Reo tidak terus sengaja berulah sampai membuat dirinya terjerumus di dalam kubangan menyesatkan.
"[Name], bergeraklah lebih alami! Ulangi satu kali lagi!"
Lagi dan lagi? Sialan.
Setelah berganti suasana di mana beradu peran hanya melibatkan dirinya berdua saja bersama Reo hawa di sekitar memang mendadak berubah, sutradara terus-menerus merasa kurang puas bahkan mengulangi satu scene tersebut; berkali-kali karena menurutnya masih tetap salah. Meminta posisi atau gerakan lain guna menambah kesan natural bagi keduanya terlihat sebagai sepasang kekasih sungguhan, padahal sejak awal [Name] jelas selalu memberikan penampilan maksimal bahkan ia sangat yakin dengan segala hal telah dilakukan.
Ditambah, para crew juga artis yang ikut bermain dalam film tiba-tiba abai seakan enggan ikut campur jika itu berkaitan dengan tingkah Reo. Mereka malah terlihat setuju tetap mengulangi adegan, dan tidak mau menyuarakan pendapat asli sebagai saksi meski melihat menggunakan mata kepala sendiri bahwa pria lavender itulah sengaja terus melakukan kesalahan.
Seluruh mata hanya mampu melirik singkat pada [Name] karena ia begitu kentara memasang wajah marah sejak tadi, seolah memberi dukungan melalui tatapan tanpa kata yang tentu bisa sang gadis sangat mengerti bilamana berani mengusik sang penguasa maka pekerjaan akan menghilang begitu saja tanpa bisa dihindari.
Tetapi, melakukan revisi adegan beradu bibir tanpa henti jelaslah membuatnya ingin menendang wajah lawan main di hadapan juga sang sutradara yang kini sudah siap memulai take lagi. Demi apa pun [Name] merasa dongkol setengah mati, lagi pula jenis ciuman dengan gaya apa yang sebenarnya diinginkan sejak tadi?!
"Slate in!"
Asisten sutradara berteriak demi memberi aba-aba, dan clapper board itu sudah terangkat kembali di hadapan kamera. Refleks membuat [Name] menghela napas kasar sesaat, baiklah, kali ini ia tidak boleh membiarkan Reo bersikap seenak jidat untuk memicu kegagalan atau kesabarannya yang setipis tisu bisa meledak di tempat.
KAMU SEDANG MEMBACA
CLOUD NINE : Mikage Reo
Fanfiction【 CLOUD NINE 】━━ ❝Rintih kesakitan adalah candu bagi sang Penguasa Kehidupan.❞ © BLUE LOCK, M. KANESHIRO, Y. NOMURA © COVER FANART BY ME! © COLLABORATION, DACHAAAN, 2023