BAGIAN LIMA : PERIHAL SERIUS

134 21 3
                                    

"Obatnya sudah dibawa?" tanya Jena— Mamanya— pada Anami.

"Udah, Ma."

"Inget, jangan sampe kecapean."

"Iya, Mama sayang."

Anami memiliki penyakit jantung lemah sejak kecil karena infeksi virus. Infeksi itu menyerang jantung nya dan menyebabkan peradangan, saat itu ekonomi keluarganya tidak seperti sekarang. Jadi, peradangan yang terjadi tidak ditangani dengan baik menyebabkan jantungnya menjadi lemah. Mulanya saat Anami berumur 5 tahun, ia tiba-tiba demam tinggi, setelah itu Anami menjadi sering sesak nafas dan mudah lelah.

"Nanti pulang Ayah jemput, ya." Anami mengangguk, ia mencium pipi Mama dan Ayah nya dan segera bergegas ke sekolah.

Untuk hari ini, Anami diantar supir ke sekolah karena Ayah nya ada zoom meeting setelah ini.

Disepanjang perjalanan, Anami menatap jalanan yang sudah ramai. Banyak para orang tua yang mengantar anak-anak mereka untuk berangkat sekolah, sangat menghangatkan.

Tuk!

Anami menyadari seseorang menatapnya dari luar kaca mobil, seorang lelaki yang sepertinya ia kenal. Lelaki itu menggunakan helm full face jadi Anami tidak tau pasti siapa yang tengah menatapnya di pemberhentian lampu merah.

Tangannya bergerak membentuk huruf 'J' kemudian menunjuk dirinya, mungkinkah Javier?

Anami membuka kaca mobilnya. "Javier?"

"Iya."

"Oh kamu, aku kira siapa."

"Balapan yuk."

Anami tertawa, "maksudnya gimana nih? Kamu naik motor, aku naik mobil. Gak seimbang lah kalo iya mau balapan."

"Kalo gue menang kita nge- date," kata Javier.

"Aku pasti kalah, kamu bakal ngebut-ngebutan."

"Deal?"

Anami terkekeh, sengaja sekali lelaki ini mengabaikan ucapannya.

"Ngga deal."

"Oke, deal."

Javier langsung menarik gas motornya begitu lampu merah berganti menjadi hijau. Lelaki itu bisa sekali mencari kesempatan begini.

"Javier, Javier."

"Jadi gimana? Kita nge- date hari ini?"

Anami menggelengkan kepalanya. "Emangnya aku udah setuju, ya?"

"Curang nih, padahal tadi udah deal masa gak jadi."

"Sabrina ngeliatin kita tuh," kata Anami.

"Biarin aja."

"Aku yang risih. Kamu ke kelas sana, aku gak mau ribut. Soal nge- date, maaf aku gak bisa. Jujur aja aku gak tertarik sama kamu, maaf ya."

"Karena gue playboy?"

"Karena kamu bukan tipe aku aja."

"Tipe lo yang kaya gimana?" tanya Javier.

"Yang gak kaya kamu, intinya." Anami menghentikan langkahnya. "Udah, kamu ke kelas kamu sana. Kenapa kamu jadi ngikutin aku ke kelas aku? Kamu gak liat Sabrina udah melototin aku dari tadi?"

"Dibilang, cuekin aja."

"Kamu enak ngomongnya," kesal Anami.

"Yaudah ayo gue anterin sampe bangku, biar Sabrina gak macem-macem sama lo," kata Javier.

"Gak usah, makasih. Udah kamu ke kelas aja sana," suruh Anami.

"Kalo pulang bareng gue gimana?" tanya Javier.

"Aku di jemput Ayah aku, Javier."

"Kalo besok?"

"Aku sama Ayah, selalu."

"Kenapa?" tanya Javier.

"Emang harus ada alasan ya kenapa seorang Ayah selalu nganter jemput anaknya?"

"Ya… Maksudnya, kenapa bisa konsisten gitu. Zaman sekarang kebanyakan cewe gak suka dianter jemput Ayahnya, ada juga Ayah yang sibuk sama kerjaannya."

"Berarti aku beruntung."

"Kalo gue izin ke Ayah lo buat nganter jemput lo, boleh?"

Anami menatap Javier. "Jangan ngaco. Aku udah bilang kan, jangan berekspektasi sama aku."

"Lo tuh gak sadar apa emang sengaja?"

"Soal kamu yang interest sama aku?"

Javier mengangguk.

"Aku sadar kok, makanya aku suruh kamu jangan berekspektasi sama aku. Aku juga gak mungkin sama kamu, aku gak mau buang-buang waktuku."

"Emang sama gue itu buang-buang waktu?"

"Emang, kamu nganggep berhubungan itu hal serius?"

Javier diam.

"Aku… gak suka dibercandain, apalagi soal perasaan. Jadi, sebelum jauh, aku harap kamu berhenti coba deketin aku."

"Kenapa lo? Kusut banget itu muka." Jean duduk di samping Javier dan menyambar es teh milik Javier.

Hugo dan Sena juga ikut duduk bersama.

"Lagi ada masalah lo sama nenek lampir?" tanya Jean.

"Sabrina? Ngga. Gue udah putus sama dia, gak usah di bahas," jawab Javier.

"Putus? Kenapa?" tanya Hugo.

"Pengen aja."

"Lagi tergila-gila sama cewe dia, akal sehatnya ngaco. Makanya dari kemarin uring-uringan gak jelas," kata Sena.

"Hah, siapa?" tanya Jean. "Siapa cewe keren itu? Coba kasih tau gue, Jav. Siapa cewe yang berhasil bikin lo uring-uringan begini!"

"Anak baru ya?" tebak Hugo, Sena membenarkan.

"ANAMI?" Jean heboh sekali. "Wah, gak salah emang. Dari awal kenal aja vibes nya udah beda, keren juga dia bisa bikin sobat kita ini gak karuan."

"Dia nolak gue," kata Javier tiba-tiba.

"Udah lo tembak?" tanya Hugo. "Gercep amat."

"Belum, baru mau gue deketin. Dia nyuruh gue stop, katanya gue bukan tipe dia. Dia gak suka sama cowo kaya gue, gak serius, katanya."

"Emang bener kok," sambar Jean. "Lo mana pernah serius si, Jav?"

"Anami tuh beda. Kalo cewe lain dengan senang hati jadi yang kesekian buat lo, dia gak begitu. Mahal, bro." Kata Sena.

"Pelan-pelan aja," kata Hugo. "Ubah sikap lo dulu kalo emang lo mau serius ngejar dia."

"Susah."

"Ye! Berusaha lah, badak! Jangan mau enaknya aja lo, makan tuh berjuang! Siapa suruh main-main mulu sama cewe?" Jean tergelak. "Tenang ntar gue dokumentasiin tiap langkah perjuangan lo buat dapetin Anami."

"Sialan!"

TBC

Guys, cmiiw ya soal penyakitnya. Aku cuma pake riset lewat google jadi maaf kalo pengetahuan aku minim, thank u. <3

GREEDYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang