3. Pewaris Gila

197 54 7
                                    

“Sai!”

Suara yang terhentak dengan keras itu menghentikan langkah kaki milik seorang lelaki. Sai Shimura, pewaris tahta dari kerajaan bisnis senjata milik Danzo. Pria serakah yang suka menghalalkan segala cara untuk kepentingannya sendiri.

“Mau kemana kau?” Danzo menyeret kakinya dengan bantuan tongkat menuju ke tempat Sai. Hanya sebelah kaki pria itu yang normal, satunya sudah tidak berfungsi. Menjadikan Danzo tidak bisa bergerak lincah seperti dulu.

Sai berbalik, lelaki beruia 30 Tahun itu tersenyum tipis pada Danzo.
“Aku sudah bilang sama Ayah kemarin. Hari ini aku akan berangkat ke Korea Selatan.” dia menjawab tanpa memudarkan senyum palsunya.

Danzo bergeming. Kedua mata pria itu menatap tajam pada putra semata wayangnya yang tidak bisa diandalkan itu. Dia heran, kenapa Sai tidak memiliki ambisi sama seperti dirinya? Dari pada terjun ke bisnis yang sama seperti Danzo, Sai malah sibuk dengan kesenangannya yang tidak berguna itu.

Memotret Idol.

“Mau apa?”

“Menguntit gadis itu lagi?”

Danzo muak dengan tingkah laku putranya. Ia ingin Sai berhenti membuang-buang waktu dan uang demi gadis yang bahkan tidak tahu Sai hidup atau tidak.

Tapi apalah daya. Danzo juga tidak bisa berlaku keras pada Sai, bagaimana pun Sai adalah putra satu-satunya yang Danzo miliki. Meski terkadang orang berpikir kalau Danzo tidak memperdulikan Sai, namun sebenarnya Danzo sangat sayang pada putranya itu.

“Sai, usiamu sudah 30 tahun. Sudah saatnya kau belajar menangani bisnis yang kelak aku wariskan padamu.” pria itu berujar dengan suara yang pelan.

“Jadi, berhenti bermain-main dan fokus pada masa depanmu sekarang!” tukasnya.

Sai menundukkan wajahnya, dia melakukan itu bukan karena sedang merenungkan perkataan ayahnya. Sai hanya bosan saja mendengar ucapan sang ayah yang telah ia dengar berkali-kali.

“Padahal aku sudah pernah memberi penawaran pada Ayah.” Sai mengangkat wajahnya. Kedua manik hitam itu menatap lekat pada Danzo.

Sai tersenyum tipis, “Aku akan jadi anak baik untukmu. Asal Ayah mau membantuku.” kata lelaki itu.

Danzo terdiam. Dia masih ingat apa yang diinginkan oleh Sai. Namun masalahnya keinginan putranya itu mengharuskan Danzo bersinggungan dengan Uchiha Madara. Pria yang Danzo benci setengah mati.

“Kau benar-benar anak kurang ajar.” Danzo menggeram tertahan, “Kau ingin aku menjatuhkan harga diriku demi gadis itu?”

Sai kembali tersenyum tipis. Lama-lama senyuman putranya itu terlihat seperti seorang psikopat.

“Hanya itu yang aku pinta dari Ayah.”

..

Biasanya Sai hanya mengikuti keseharian Hinata dari kota ke kota saja. Tapi sekarang dia terpaksa mengikuti sang idol hingga ke luar negeri.

Korea Selatan bukan negara yang Sai ingin kunjungi. Dia tidak tertarik dengan hal apapun yang berkaitan dengan negara ginseng tersebut. Namun demi Hinata, sang idol tercinta. Sai rela menyambangi negara tersebut.

“Tua bangka sialan.” Sai mengumpat pada Madara. Lelaki itu masih kesal karena Madara membuat Hinata harus mengikuti program survival tersebut.

Mata tajamnya masih senantiasa mengamati gerak-gerik Madara dan Hinata yang sedang melakukan pertemuan dengan seorang PD yang akan memimpin pembuatan acara survival tersebut.

“Kasihan Hinata-chan ku. Dia pasti tersiksa.” dia mengucapkan kalimat tersebut dengan nada bersimpati, namun anehnya bibir Sai justru mengulas sebuah senyum tipis.

Sai tidak tahu apa yang sedang mereka bahas. Ia tidak begitu ingin tahu juga. Dirinya hanya ingin melihat Hinata, dan mengetahui bagaimana keadaan gadis itu.

Setelah mendapatkan beberapa jepretan tentang Hinata, Sai pun memutuskan untuk kembali ke hotel. Dia menginap di hotel yang sama seperti Hinata dan Madara.

Sai akan berada di Korea Selatan selama syuting acara tersebut berlangsung. Ia akan menjadi pendukung Hinata seperti biasanya.

**

Hinata saat ini sedang membaca rancangan seluruh acara untuk program survival nanti. Ternyata ada banyak tantangan di dalamnya. Hinata akan melakukan banyak penampilan yang memperlihatkan bakatnya sebagai seorang idol.

“Aku harus mulai berlatih sekarang.” kata Hinata. Gadis itu tidak ingin saat berada di tahap evaluasi kelas, ia tidak bisa melakukan apa-apa.

“Yang penting bisa menyanyi dan menari.” gumam gadis itu lagi.

Hinata mulai mencari-cari video idol paling terkenal di Korea Selatan saat ini. Dia mempelajari bagaimana mereka melakukan pertunjukan di atas panggung. Hinata menemukan beberapa poin penting, selain keterampilan bernyanyi dan menari, mereka ternyata pandai memainkan ekspresi.

Gadis itu mulai berlatih bagaimana ekspresi wajahnya agar terlihat menarik di depan kamera. Karena dia idol yang menyusung konsep cute, maka dia akan berekspresi sesuai konsepnya.

Saat Hinata sedang berlatih, tiba-tiba terdengar ketukan di pintu kamar hotelnya. Hinata pikir itu adalah Madara. Maka dia pun bergegas berlari untuk membuka pintunya.

Namun saat pintu kamarnya dibuka, ternyata bukan Madara. Hinata terdiam mematung di tempatnya sambil menatap lelaki yang kini berada di depan matanya.

“Maaf, anda mencari siapa?” Hinata bertanya. Kedua ametisnya menatap penuh selidik pada sosok itu.

Rambut brown yang tertutupi topi, kulit putih pucat, dan mata sewarna biji kopi panggang. Hinata tidak bisa melihat rupanya karena orang itu memakai masker hitam.

Menyadari jika tindakannya barusan sangat berbahaya bagi keselamatannya. Hinata pun berniat untuk kembali menutup pintu kamarnya. Namun gadis itu terlambat saat orang itu menyuntikkan sesuatu di tangan Hinata.

Hinata kehilangan kesadarannya dan lelaki itu masuk ke dalam kamar Hinata.

Sai mengangkat tubuh Hinata lalu membaringkannya di atas kasur. Sai tersenyum tipis melihat idolnya memejamkan mata di depan matanya.

“Putri tidur yang cantik.” Sai berkomentar.

Ujung jari telunjuk lelaki itu mulai menyentuh kulit wajah Hinata, lalu turun menyusuri bagian leher hingga tiba di belahan dada gadis itu.

Sai menarik tangannya kembali, dia tersenyum lagi, “Tidak boleh kurang ajar sama Hinata-chan.” katanya seolah-olah memarahi jari telunjuknya sendiri.

Setelah itu Sai mulai memotret Hinata yang sedang tidak sadarkan diri. Dia mengambil foto Hinata berkali-kali sampai dia puas sendiri.

“Aku harus mengabadikan ini juga.” ucap Sai setelah dia pindah ke atas kasur. Sai tidur di samping Hinata, dia memeluknya tidak terlalu erat. Lalu Sai mengambil selfie dirinya dengan Hinata yang masih belum sadarkan diri.

Sai terdiam sesaat sambil menatap wajah cantik sang idola. Lelaki itu tersenyum tipis saat menemukan sebuah ide yang menarik.

“Aku tidak boleh menyentuh Hinata-chan. Tapi kalau Hinata-chan boleh menyentuhku.” kata lelaki itu.

Tanpa sepengetahuan Hinata, Sai menarik tangan Hinata dengan lembut. Lelaki itu mengeluarkan pusat tubuhnya yang sudah mengeras, lalu dia mengarahkan telapak tangan Hinata agar menyentuh pusat tubuhnya.

Kedua mata Sai terpejam seolah-olah mendapatkan kepuasan tersendiri setelah melakukan pelecehan seperti itu. Telapak tangan Hinata yang lembut memberikan sensasi kenikmatan tersendiri bagi Sai.

“Sabar ya, Hinata-chan. Aku sedang membujuk ayahku untuk mau melepaskanmu dari si Tua Madara itu.” Sai kembali berbicara seolah-olah Hinata dapat mendengarnya secara sadar.

Lelaki itu tersenyum lagi, ia tidak sabar menantikan kebebasan sang idola dari cengkraman Uchiha Madara.

Tok tok tok!

“Hinata?”

TBC

Love And Obsession [Hinata Centric]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang