Aku Jatuh Hati.

1 0 0
                                    

Sekarsari Anindyas, gadis penggembala sapi yang tinggalnya tepat di desa sebelah. Aku baru saja mengetahui namanya dari Ningsih, kekasih temanku yang kebetulan berteman dengannya. Gadis itu terlihat enggan berkenalan denganku. Entah karena alasan apa aku juga tidak tahu. Biasanya para gadis senang jika aku mengajak mereka berkenalan, bukannya merasa sombong, hanya saja mengapa jika dengannya paras tampanku tidak berguna? Mengapa justru aku yang tidak berkutik? Rasa penasaran memenuhi otakku, dan aku bertanya kepada Mahen, temanku, perihal yang kurasakan saat itu. Aku masih ingat bagaimana tingkah menyebalkannya, sembari terbahak dia mengatakan sesuatu yang membuatku menyangkal pendapatnya,

"Agaknya kau terkena angin cinta pandangan pertama, temanku. Buktinya saja, kau sekarang terlihat seperti orang bodoh, membisu seperti patung, hanya dengan melihat wajahnya saja kau merona. Padahal kau yang biasanya saat bergombal ria dengan para gadis terlihat petantang-petenteng."

Aku kembali memikirkan kalimat sarkas dari Mahen tempo hari. Perasaan asing yang aku rasakan setelah beberapa kali bertemu dengan gadis itu, aku menyadari bahwa aku telah jatuh cinta. Konyol sekali saat merenungi bagaimana sikapku dengan gadis lain.

Setelah aku menyadari perasaanku, tentu dengan berbagai macam penyangkalan yang berujung aku menyerah untuk menyangkal lagi, aku berkali-kali mencoba mendekati Aning, panggilan itu kebetulan aku dengar dari salah satu temannya, namun selalu saja aku ditolak dan diabaikan. Beberapa temanku selalu menyarankan untuk menyerah tiap kali aku menceritakan tentang penolakan demi penolakan yang aku terima.

Karena pada akhirnya bercerita dengan teman tidak ada jawaban yang aku harapkan, aku memutuskan untuk menceritakan perihal kegundahanku dengan ayah. Ayah hanya diam sambil menyeruput kopi hitamnya saat mendengar ceritaku. Tidak ada kalimat sanggahan, ejekan atau sekedar kata hm yang keluar. Namun saat aku selesai bercerita, ayah menepuk-nepuk pundaku dan berkata,

"Anak semata wayang ayah sudah besar ya? sudah tahu cinta-cintaan. Tapi nak, pantang loh bagi lelaki untuk menyerah hanya karena beberapa kali ditolak. Kecuali, gadis yang kamu suka sudah memiliki pujaan hati. Kalau belum ya, kamu dekati saja sampai kamu merasa lelah atau ya sampai si gadis menunjukkan respon jengah. Ayah tahu, selama ditolak, kamu tidak pernah merasakan benar-benar ditolak toh?, -

Ucapan ayah seketika membuatku membayangkan bagaimana respon Aning ssat aku mengutarakan cinta, kemudian aku mengangguk tanda setuju dengan apa yang ayah ucapkan. Setelah ayah melihat jawabanku, ayah kembali melanjutkan, - Jodoh atau tidak, yang penting bagaimana usahamu mendapatkan hatinya. Itu juga kalau kamunya serius dengan ucapanmu". Ayah menyudahi obrolan kami, lalu memilih bangkit dari kursi goyangnya dan berjalan ke dalam rumah sambil membawa gelas kopi yang sudah kosong.

Setelah hari itu, aku mencari tahu siapa saja yang sedang mendekati Aning, selain aku tentunya, atau siapa lelaki yang sedang dia sukai. Dari semua usahaku, aku dapat menyimpulkan, syukurlah Aning belum memiliki kekasih maupun orang yang disukainya, jadi aku masih bisa berjuang sedikit lagi. Setidaknya, sampai aku tahu batasanku atau mungkin sampai Aning sendiri yang benar-benar memintaku untuk berhenti mengusiknya.

Jangan lelah ya Ning? Aku masih mau mendekatimu dengan caraku. Aku berharap suatu saat nanti, ada hari dimana kamu menyambut kehadiranku dengan senyum manis, yang selama ini muncul saat kamu sedang bersenda gurau dengan temanmu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 23 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aning 1995Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang