INTERACTION LINE

Him

Saat Viar sampai di rumah malam itu, perasaan bahagia masih terasa setelah hari yang menyenangkan bersama Feya. Ia membuka pintu dengan ringan, dan langsung disambut oleh kehangatan rumah yang selalu membuatnya merasa nyaman. Aroma masakan lezat tercium dari dapur, membuat perutnya yang sempat lupa lapar seketika mengingatkan.

Ibunya berdiri di dapur dengan senyum lembut yang khas, meski terlihat sedikit lelah. "Kamu pulang, kak," sapa ibunya hangat, tatapannya penuh kasih sayang. Suara itu selalu berhasil membuat Viar merasa tenang. "Gimana, sekolah kamu tadi? anak ibu belajarnya bener gak nih?"

Viar tersenyum lebar, mendekati ibunya sambil melepas jaket dan menggantungkannya di belakang kursi. "Aman kok Bu, hari ini malah happy pake banget. Sekarang aku bantuin Ibu masak, ya?"

Tanpa menunggu jawaban, Viar segera mengambil celemek dan memakainya. Ibunya tersenyum bangga, melihat putranya yang selalu siap membantu tanpa diminta. Meskipun Viar tahu betul bahwa ibunya sering merasa lelah karena penyakit jantung yang dideritanya, ia kagum pada keteguhan hati ibunya dalam menjalankan usaha catering makanan sehat ini. Bagi ibunya, ini lebih dari sekadar pekerjaan; ini adalah passion, cara untuk tetap merasa berarti dan bermanfaat.

Dengan cekatan, Viar mulai membantu. Ia memotong sayuran, menyiapkan bahan-bahan, dan sesekali mengecek kompor agar masakan tetap dalam kondisi terbaik. Ibunya memimpin proses memasak, memberi instruksi sambil tetap mengerjakan bagian-bagian yang lebih rumit. Sambil bekerja, mereka saling berbagi cerita, tawa kecil kerap terdengar di antara suara gemericik minyak dan denting alat masak.

Ada kedamaian dalam kebersamaan itu-ritme yang menenangkan, seolah setiap detik yang mereka habiskan di dapur adalah wujud cinta dan kebersamaan yang nyata. Viar merasa puas bisa meringankan beban ibunya, dan juga berkontribusi pada usaha yang selama ini menjadi kebanggaan keluarga.

Malam itu, setelah semua makanan tersusun rapi dalam kotak-kotak yang siap dikirim esok hari, Viar merasakan kepuasan yang mendalam. Bukan hanya karena pekerjaan selesai, tapi karena ia bisa menghabiskan waktu dengan ibunya, berbagi canda dan cerita sambil menjaga hubungan mereka tetap hangat. Rumah terasa lebih hangat, lebih hidup, dan lebih bermakna.

••

Pagi hari kini menyapa dirinya. Cahaya matahari menyelinap melalui celah-celah tirai kamar, menciptakan garis-garis hangat di dinding. Suara burung-burung berkicau di luar jendela menjadi alarm alami yang membuat Viar terbangun dari tidurnya. Udara pagi yang segar memenuhi ruangan saat ia membuka jendela, membiarkan angin lembut menyapa kulitnya. Viar menghirup dalam-dalam, merasakan ketenangan pagi yang masih tenang sebelum hiruk-pikuk hari dimulai.

Ia segera beranjak dari tempat tidur, merapikan selimut, lalu bergegas ke kamar mandi. Air dingin membangunkan seluruh inderanya, menyapu sisa-sisa kantuk dari tubuhnya. Dalam beberapa menit, Viar sudah bersiap dengan seragam sekolahnya yang rapi. Rambutnya masih sedikit basah, terurai acak acakan tapi itu tak menghalanginya dengan 80% ketampanannya yang  untuk segera turun ke bawah, ke dapur yang sudah dipenuhi aroma makanan yang menggoda.

Di sana, ibunya sudah sibuk menata kotak-kotak makanan sehat yang siap untuk diantarkan. “Viar, kamu siap?” tanya ibunya dengan senyum hangat, meski wajahnya menunjukkan sedikit kelelahan. Viar mengangguk sambil mengambil satu kotak, lalu dengan cekatan membantu ibunya memasukkan kotak-kotak lainnya ke dalam keranjang yang akan ia bawa dengan motornya.

Setelah memastikan semua sudah tertata rapi dan aman, Viar menyapa ibunya, “Ready bu, kita antar dulu pesanan ini, baru aku lanjut ke sekolah. Tenang, gak bakalan telat kok.” Mereka pun keluar dari rumah, disambut oleh sinar matahari pagi yang semakin hangat. Viar merasakan semangat baru mengalir dalam dirinya. Pagi yang indah ini menjadi awal yang baik untuk hari yang panjang, dengan tugas membantu ibunya menjadi rutinitas yang selalu ia lakukan dengan hati senang.