The hot match

2 1 0
                                    

Suasana hari senin kini telah tiba. Begitu tidak biasa seperti hari biasanya, terlihat
Matahari baru saja mulai naik, namun tetap menyinari hangat.

Viar, Mahes, Rendra, dan Kala sudah tiba di Smansa lebih awal dari biasanya. Sekolah sudah terasa hidup dengan kegembiraan dan antusiasme yang tidak biasa. Mereka berjalan bersama melewati gerbang sekolah, seragam basket mereka tersembunyi di balik jaket dan hoodie, mencoba tetap low-key di tengah hiruk-pikuk.

Nabil Arditya, anak kelas sebelah, XII A-4 yang mengikuti match kali ini juga bergabung dengan Raven Eagles, ia sudah lebih duluan menunggu di Gor dengan Pak Rama.

Namun, semakin mereka melangkah masuk, semakin mereka menyadari bahwa ada sesuatu yang berbeda. Koridor sekolah dipenuhi dengan siswa-siswi yang bersemangat, berbicara dengan penuh antusias tentang pertandingan yang akan digelar siang nanti. Spanduk-spanduk berwarna cerah bertuliskan dukungan untuk Raven Eagles tergantung di sepanjang dinding, dan beberapa siswa bahkan sudah membawa pom-pom merchandise serta atribut pendukung lainnya.

"Gila, rame banget," gumam Mahes sambil menyikut Viar, matanya menyapu keramaian di sekitar mereka. "Kayaknya satu sekolah pada datang deh buat nonton kita."

Mereka mulai menarik perhatian lebih banyak siswa yang sudah berkumpul di sekitar area sekolah. Beberapa siswa langsung mengenali mereka dan tidak ragu untuk memberikan semangat dengan suara riang.

"Hei, itu mereka, Raven Eagles!" seru seorang siswi dengan antusias, tangannya mengibas-ngibaskan pom-pom kecil berwarna biru.

"Viar, hajar mereka habis-habisan nanti ya!" teriak seorang siswa sambil mengepalkan tinjunya di udara, wajahnya penuh semangat.

"Mahes, kita percaya sama lo, bro! Jangan kasih kendor!" tambah seorang teman sekelas mereka sambil mengacungkan jempolnya.

Rendra menerima sorakan dari beberapa siswi yang sudah menunggu di tepi koridor. "Rendra! Kami yakin kamu bakal nge-dunk banyak hari ini, let's gow hunny!" Mereka tertawa sambil melambai, membuat Rendra mengedipkan mata dan memberi lambaian tangan santai.

Kala, yang selalu tenang, hanya mengangguk ketika seorang siswa lainnya berteriak, "Kala, kasih defense terbaik lo, yaa! Jangan biarin mereka lewat!"

"Pokoknya kalian harus menang ya! Smansa di tangan kalian!" seru seorang siswi lain, wajahnya penuh dengan keyakinan.

Obrolan semangat terus mengiringi langkah mereka, dan sorakan para siswa itu menjadi dorongan moral yang kuat.

"Gokil sih ini anak anak Smansa." ucap Viar dengan senyum bangga.

Rendra menanggapi ternganga, "Bro? serius nih kita impact banget buat mereka?"

"Eh, iya sialan. Maen artis artisan ah gue," tambah Rendra tertawa kecil.

Saat mereka melangkah lebih jauh ke dalam sekolah, mereka melihat lebih banyak lagi tanda-tanda antusiasme. Sekelompok cheerleader sedang berlatih di lapangan utama, mempersiapkan diri untuk menyemangati tim mereka nanti. Poster-poster dengan wajah mereka terpampang di beberapa tempat, dengan slogan-slogan penyemangat yang membuat semuanya terasa lebih nyata.

"Ini keren banget, sih," kata Viar, tidak bisa menahan senyum kecilnya. Dia merasa bangga tapi juga sedikit gugup, mengetahui betapa besar ekspektasi yang ditaruh di pundak mereka. "Tapi kita harus tetap fokus. Jangan sampai teralihkan sama semua ini."

Mahes mengangguk setuju. "Alright, Ar. Kita di sini buat menang, bukan cuma buat jadi tontonan."

Setelah mereka berhasil melewati koridor penuh sorakan dan dukungan, suasana di antara Viar dan teman-temannya berubah menjadi lebih santai. Namun, dibalik ketenangan itu, ada keanehan yang membuat mereka semua menahan tawa.

INTERACTION LINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang