Suara bising di sekitar lorong yang selalu terjadi setiap istirahat mulai kembali, banyak orang ingin mengisi perut nya yang sudah berteriak. Adapula yang bermain dengan teman-temannya. Sama seperti ketiga orang ini."Aish! Kalah mulu!" Eli berteriak kesal, memukul keras lantai yang sedang ia duduki sekarang.
Dey tertawa kecil, lalu memakai kacamata hitamnya. "Hahaha! Makanya, kayak aku dong. Hebat mainnya!" ujar Dey sombong, kedua tangannya terletak dipinggang dan mulai bersikap seperti orang gila yang tertawa.
Gita menatap Dey, rasa heran mulai bermunculan dengan seribu pertanyaan, kenapa Gita mau berteman dengan kedua orang yang gila ini?
"Udah Dey, ribut. Lama-lama gua masukin rumah sakit jiwa lu," resah Eli dengan muka kesal.
"Bilang aja iri."
"Ih, enak aja!"
"Iri? Bilang bos! Ahay!"
"naha kuring cemburu ka anjeun?"
"Gak ngerti! Ngomong apasih!"
"Makanya, belajar Sunda!"
Gita menghela napas panjang, menatap kedua temannya yang asyik berdebat, "hey! Sudahlah, berantem terus kalian ini." Tangannya menepuk lantai keras.
Eli dan Dey terdiam seraya menatap Gita, kemudian menunduk. Tangan mereka mencengkeram rok dengan kuat, bibir mereka perlahan menipis.
Melihat itu, Gita ikut terdiam pula. Rasa bersalah mulai menyelimuti dirinya, tangannya mulai menjulur untuk mengelus punggung kedua temannya.
"Maaf ya, jangan nangis dong."
Tiba-tiba, tangan Dey dan Eli menyubit pipi Gita. Dengan rasa gemas yang besar, rahang mereka mengeras karena gemasnya terhadap Gita.
"Anjeun lucu pisan euy!"
Dey menatap Eli yang memeluk Gita dengan semangat, rasa kesal mulai meningkat kembali. Sepertinya angin besar yang sudah berlalu kini akan lewat kembali.
"Aku juga mau peluk Gitaaa!!"
SAAT ISTIRAHAT KEDUA
"Enaknya makan apa, ya?" Eli mengerucutkan bibir sambil mengelus perutnya yang kosong.
Gita menatap Eli, "Kamu lapar? Makan bareng aku aja yuk, kebetulan Mamaku bawain dua bekal." ajak Gita.
Eli tersenyum lebar, tampak matahari yang mekar di wajahnya. "Mauu! Ayo sekarang aja kita makannya!" Eli menarik tangan Gita untuk duduk di kursi tempat duduknya yang tepat berada di sebelah meja Dey.
"Dey, kamu gak makan?" tanya Gita.
Dey menggeleng, "aku masih kerjain tugas, nanti aku nyusul makan. Kalau bisa." jawab Dey.
Gita mengambil satu rantang yang berada di laci mejanya, rantang itu ada tiga tingkat. Ketika dibuka ketiganya, tingkat yang pertama berisi; dua nasi yang dibungkus, dan dua ayam. Tingkat kedua berisi; tiga roti dengan coklat yang berada di atasnya. Serta, tingkat ketiga yang berisi buah-buahan segar.
Eli meneguk ludahnya berat, perutnya kembali berbunyi. "Beuh, enak pasti kalau di makan." Tangannya mengusap perut, kembali meneguk ludah yang berat. Matanya hanya menatap ketiga makanan itu.
Selang beberapa menit, akhirnya Gita dan Eli mulai mengisi perutnya yang kosong. Tentunya, yang paling lahap adalah Eli.
Setelah selesai mengerjakan tugasnya, Dey berdiri dan berjalan dua langkah menuju meja Gita. Lalu menarik kursinya agar bisa duduk.
Beberapa menit mereka mengobrol, kadang obrolannya menjadi serius, dan terkadang berubah menjadi lucu karena Eli yang mencairkan suasananya.
"Eh, kalian tau gak, soal rumah yang katanya ada hantu itu?" Dey menatap kedua temannya, dengan tatapan serius.