Malam itu, semua orang bertepuk tangan. Sedih, bahagia, tercampur menjadi satu. Kedua insan yang berada di atas panggung utama itu, menyatukan bibir mereka. Menunjukkan bahwa mereka kini adalah pasangan sah.
Ashel tersenyum tulus, tak menyangka bahwa ia dan sang kekasih sekarang sudah menjadi pasangan sah. "Aku gak nyangka, kita bisa sampai di tahap ini." Sang kekasih terdiam sebentar, kemudian tersenyum manis. "Aku juga gak nyangka," ungkapnya.
Dua gadis yang sedang berbunga-bunga itu tertawa pelan. Tawa mereka sangat lepas dan bahagia. Harum-harum asmara tercium, tak terbayang seberapa besar cinta kedua insan ini.
Ashel mengambil tangan Marsha, lalu mengelusnya lembut. "Tangan kamu dingin banget, udaranya terlalu dingin ya?" tanya Ashel.
Marsha menggeleng, tangan kirinya ia letakkan di atas tangan Ashel yang tengah mengusap tangan kanannya. "Makasih udah peduli, oh iya, tamu-tamu ini disuguhkan makanan jam berapa?" Ashel melihat jam dinding dibelakang-nya, sudah jam 10.00.
"Sebentar lagi, pelayan-pelayan itu pasti lagi siapin makanan." jawab Ashel. Matanya melirik mata Marsha, matanya lelah sekali.
"Kamu gak mau istirahat dulu? Mata kamu udah capek banget itu kayaknya," tanya Ashel. Marsha menggeleng, tidak enak rasanya meninggalkan tamu-tamu di depannya.
Ashel kembali menatap mata Marsha. "Udah, istirahat aja. Keluarga dan tamu-tamu juga pasti tau kalau kamu capek. Aku juga," lontar Ashel. Nadanya selembut kain sutra. Matanya seindah senja.
Marsha menghembuskan napasnya pelan. Mempersilahkan semua udara yang berada di dadanya untuk keluar. "Yaudah deh, yuk istirahat." Marsha menarik tangan Ashel pelan, setelah itu berjalan menuruni panggung utama.
Ketika sampai di kamarnya, Marsha seketika melemparkan tubuhnya menuju kasur. Punggungnya yang terasa pegal dan berat kini termusnahkan, matanya tertutup, hendak memulai mimpi yang indah.
"Hey, mandi dulu sana. Masa langsung tidur? Gak nyenyak nanti," perintah Ashel.
Marsha berguling mengarah kanan, kaca bening yang berada di hadapannya menampilkan pemandangan pantai, disertai dengan permata-permata kecil yang berkilau. Bulan yang menguasai mata Marsha itu, tampak indah.
"Marsha, sayang. Mandi dulu, ya. Baru lihat pemandangan di luar," ujar Ashel. Marsha mengangguk, setelah itu beranjak dari kasurnya menuju kamar mandi.
Detik berlalu, berganti ke menit. Gadis putih dengan baju putih dan celana pendek hitamnya, keluar dari kamar mandi. Rambutnya terikat indah, membuat siapapun terpikat pada pesonanya. Matanya menuju pada sang kekasih, Ashel. Ia sepertinya sedang menyeduh teh seraya menikmati pemandangan.
Langkah kakinya berhenti tepat di belakang Ashel. Dua tangannya melingkar diantara leher Ashel. "Udah selesai mandinya? Harum banget." Marsha tersenyum. Kemudian menempatkan tubuhnya di atas kursi sebelah Ashel.
"Gak salah 'kan milih hotel ini? Pemandangannya bagus," ujar Ashel.
Kepala gadis yang berada di sebelahnya mengangguk setuju. Kemudian, menjadi sunyi. Mata mereka asyik bermain dengan pemandangan indah. Telinga mereka asyik menikmati ombak yang bergelora. Pemandangan ini sungguh memanjakan mata, seakan-akan membelai mata kedua pasangan itu. Membuat mereka enggan untuk menatap ke arah lain.
Burung-burung terbang, menunjukkan atraksi hebat mereka. Langit biru yang mendominasi, membuat pemandangan semakin indah. Garisan-garisan cantik yang berada di atas sana, membuat langit itu seperti mahkota.
"Langitnya cantik, ya," ungkap Marsha.
Ashel mengangguk setuju, tak bisa di cela. Pemandangan ini adalah pemandangan terindah yang pernah ia lihat. "Iya, kayak kamu." balas Ashel.
Marsha terkekeh pelan. "Gombalnya udah basi banget." Pandangan matanya beralih ke Ashel.
Kini, mereka saling bertatapan. Tatapan cinta yang dalam, dan bisa membuat kita jatuh dalam asmara.
Tatapan itu semakin mendekat, kedua mata mereka tertutup. Bibir yang lembut, mulai bermain. Perlahan, tubuh mereka bergerak, berjalan menuju kasur yang empuk.
Ashel yang berada di atas, merasakan belaian pelan dan menenangkan. Satu tangannya bergerak untuk mengelus helaian rambut Marsha yang indah dan bergelombang.
"Emh," Marsha mendorong tubuh Ashel pelan. Nafasnya habis, sepertinya Ashel terlalu lama bermain dengan bibirnya.
"Haha, nafas kamu pendek banget." Ashel menoel hidung Marsha dengan jari telunjuknya.
Merah seperti strawberry. Itulah keadaan muka Marsha sekarang. Ia seperti kelinci yang mempunyai pipi seputih kapas dan ditambah dengan selai strawberry.
"Kita ... main pelan-pelan aja, ya?"
Ashel kembali mencium bibir Marsha, mulai bermain di atas kasur dengan Istri sahnya.
Beberapa menit berlalu. Tubuh kedua pasangan itu sampai di momen tak dibaluti sehelai benang apapun. Paparan sinar rembulan yang indah, disertai dengan angin malam dingin. Menjadikan momen ini, momen elok yang pernah dipandang mata Ashel.
"Ahh ..."
"Ehmm ..."
Keheningan yang melanda, membuat mereka tak mau terburu-buru. Seolah ingin mengenal tubuh satu sama lain. Setiap gerakan terasa penuh perhatian dan hangat. Menciptakan nada-nada yang indah.
Lilin yang menyala, menerangi ruangan secara rata. Menciptakan bayangan yang bergetar halus. Seperti ikut merayakan momen sakral itu.
Tatapan yang penuh arti, mengungkapkan janji yang tak perlu diungkapkan dengan kata-kata.
Bersama mereka menutup malam, dengan cinta abadi.
END
bagaimana? Bagus kah?
Vote kalau bagus
Komen kalau jelek
Kalau bagus banget follow
Kalau jelek banget tambahkan ke perpustakaan.Sebelumnya, maaf ya karena saya tidak tepat janji🙏
Oh iya, cerita setelah ini mau cerita yang gimana?
Sampai jumpa di bab berikutnya ...