Chapter 4

70 8 6
                                    

  "Jane," panggil Lisa ketika melihat Jane memasuki rumahnya.

Jane berhenti, menatap Lisa yang sedang duduk di sofa sembari membaca majalah.

"Kamu dari mana? Kenapa jam segini baru pulang?" Lisa berdiri, menghampiri Jane yang terlihat lesu.

"Jalan-jalan, bosen dirumah sendiri." Jane menjawab dengan membosankan, dia lelah dan ingin istirahat dikamarnya.

"Apa sesuatu terjadi? Kenapa kamu terlihat muram?" tanya Lisa. Dia sudah tidak marah dengan Jane, dan sekarang dia malah khawatir melihat keadaan Jane.

"Lisa, apa kamu akan jujur padaku?" tanya Jane. Dia menatap Lisa dengan intens, membuat Lisa mendadak gugup.

"Tentu Jane, aku akan berusaha untuk jujur." jawab Lisa.

Dia tidak berani menatap mata kucing sahabatnya itu, entah kenapa Lisa tiba-tiba merasa sangat gugup.

"Kita sahabat, 'kan? Bagaimana bisa kamu tidak mengenal keluargaku? Apa kamu menyembunyikan sesuatu, Lalisa Pranpyia Manoban?"

Tubuh itu menegang seketika, darahnya berdesir dengan hebat mendengar Jane mengucapkan kalimat itu. Dia memang memberi tahu Jane tentang nama lengkapnya, tetapi tidak dengan nama tengahnya. Hanya Jane yang dulu yang mengetahui nama itu.

"Jane?"

"Apa? Kamu bertanya kenapa aku bisa ingat?" tanya Jane.

Lisa mengangguk, dia tidak tahu harus menjawab apa. Sejujurnya, dia tidak siap jika Jane harus mengingat itu semua secepat ini. Dia benar-benar tidak ingin kehilangan Jane lagi.

"Lisa, aku sudah mengingat semuanya! Aku ingat kamu, aku ingat Rose, dan aku juga ingat Jisoo. Aku mengingat semuanya Lisa, semua yang terjadi sampai akhirnya aku bunuh diri di tebing itu!" Jane berteriak dengan marah.

"Kenapa Lisa? Kenapa kamu berbohong? Kenapa kamu tidak mengembalikanku kepada orang tuaku Lisa?"

Lisa terdiam, hal yang ditakutinya terjadi begitu cepat. Dia egois, dia tidak memulangkan Jane karena dia tidak ingin berpisah darinya lagi. Namun, dia pasti tahu konsekuensinya, dan yang terjadi adalah sekarang.

"Maafkan aku, Jane. Aku punya alesan untuk melakukan itu," ucap Lisa.

Dia mendekat ke arah Jane, berusaha untuk memeluknya. Jane hanya diam, dia menerima pelukan Lisa yang terasa sangat nyaman. Tidak bisa dipungkiri, Jane merasa aman bersama Lisa.

Jane menangis dipelukan Lisa, tubuh kecilnya bergetar dengan hebat. Lisa tidak tahu apa yang terjadi, dia menjadi panik ketika melihat Jane menangis seperti ini.

"Jane apa yang terjadi? Apa kamu merasakan sakit lagi?" tanya Lisa dengan panik. Ekspresi wajahnya tidak bisa berbohong, dia benar-benar panik sekarang.

"Sakit Lisa, kenapa aku tidak mati saja saat itu? Kenapa kamu harus menolongku Lisa?" isak Jane.

"Aku melihatnya Lisa, aku melihatnya bercumbu dengan kekasihnya. Aku pikir, aku tidak akan merasakan sakit ini lagi, tetapi ini masih sama Lisa! Ini masih sakit, dadaku sakit Lisa!"

Jane histeris, dia memukul dadanya dengan kencang, wajahnya sudah basah oleh bulir bening yang keluar dari matanya.

Lisa paham sekarang, tiba-tiba saja tubuhnya seperti terhantam batu besar, dadanya juga merasakan sakit seperti yang dirasakan Jane.

"Jane, apa ini karena Rose?"

Jane tidak menjawab, tetapi tangisnya semakin kencang. Air mata itu semakin deras, dan tangannya terkepal erat memukul dadanya semakin keras.

  Lisa yang melihat itu semakin hancur, dia benar-benar sakit melihat orang yang dicintainya menangis karena orang yang dicintainya. Tanpa sadar, bulir bening juga jatuh dari kelopak mata Lisa.

***

  "Kim Jisoo!"

Pria berbadan tegap itu berteriak, memanggil Jisoo yang sedang bersiap-siap untuk masuk ke dalam mobil. Jisoo berbalik, melihat orang yang memanggilnya.

"Paman Kim?"

Alis Jisoo berkerut, dia terlihat bingung melihat orang yang ada di depannya.

"Bisa kita bicara sebentar, Kim Jisoo?"

Disinilah mereka sekarang, dikafe dekat dengan perusahaan Jisoo bekerja. Jisoo menyetujui ajakan Paman Kim, karena dia pikir itu penting.

"Ada apa Paman?" tanya Jisoo.

"Apa kamu benar-benar tidak tau keberadaan Jennie, Jisoo-ya?" Pria itu bertanya, dapat didengar dia sudah sangat lelah mencari anaknya.

"Paman, Jisoo sudah katakan itu. Jisoo benar-benar tidak tahu dimana Jennie, dia hanya bilang ingin menenangkan pikiran dari perjodohan yang dilakukan Paman, tetapi setelah itu dia benar-benar memutuskan semua komunikasi dengan Jisoo. Bahkan selama ini Jisoo juga mencari keberadaan Jennie." jelas Jisoo.

  Jisoo sangat sedih karena hilangnya Jennie. Selama ini, Jennie bukan hanya sahabatnya tetapi juga seperti saudara perempuan. Mereka bersama sedari kecil, dan ketika mengetahui Jennie kabur benar-benar membuat Jisoo sangat terpukul.

"Paman merasa bersalah Jisoo, saat ini paman hanya ingin Jennie kembali dengan selamat." Lelaki itu mulai terisak, bahunya yang kokoh bergetar dengan sendirinya.

"Paman, Jennie pasti akan kembali."

Jisoo bukanlah orang yang bisa menghibur seseorang saat sedih, dia hanya bisa mengusap bahu Pamannya untuk menenangkan.

Paman Kim tersenyum, dia berterima kasih pada Jisoo karena sudah meluangkan waktunya dan pamit untuk pergi.

"Jennia-ah, kembalilah. Semua orang menunggumu,"

***

Bulan dan bintang selalu muncul secara bersamaan, tetapi mereka tidak akan bisa bersama.

Bagaiman jika burung mencintai ikan? Apakah mereka bisa bersama dengan keadaan mereka? Bukankah itu mustahil?

Gadis cantik berwajah Barbie itu duduk termenung. Tatapan matanya terlihat sangat sedih, wajah cantiknya bahkan terlihat suram.

Seakan alam menyadari kesedihan gadis itu, rintik rintik air hujan perlahan turun, membasahi gadis itu. Seakan menutupi tangisnya yang sangat menyakitkan.

"Kenapa Jennie? Kenapa mencintaimu harus sesakit ini?"

  Dia menangis dibawah guyuran hujan, kepalanya tertunduk menyembunyikan wajah sedihnya.

Sepasang mata mengawasinya, dia juga terlihat sedih melihat wanita itu.

"Maafkan aku, Lisa."

Bersambung....

Maaf ya yang ini pendek dulu. Apa kalian suka? Gimana sama chapter ini? Apa kalian ada saran?

Maafkan AkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang