4. Penjara Jiwa

165 18 6
                                    










Soobin memutuskan untuk beristirahat sejenak di bawah pohon besar dengan daun yang rindang. Sejak hari penculikan itu, Soobin tidak makan atau minum sekalipun. Ia terus menolak semuanya, ia tidak memerlukan itu semua, yang ia perlukan adalah kebebasan.

Ia terus memegang perutnya. Sejak dulu Soobin memang memiliki riwayat penyakit maag. Mungkin saja penyakitnya itu sedang kambuh saat ini. Tak ada apapun yang bisa ia makan. Untuk minumpun tak ada harapan. Bahkan melarikan diripun belum ada jalannya. Ini sudah hampir sore, ia tidak bisa bermalam di tempat gelap seperti ini. Jika ada binatang buas itu akan membahayakan nyawanya. Sekali lagi ia memanggil nama dua pria yang dicintainya, Minhyuk sang Ayah, dan Mingyu calon suaminya.

"Nak..."

Soobin terperanjat kaget. Seorang wanita tua menepuk pundaknya dari belakang. Ia berjongkok dan bertanya pada Soobin.

"Sedang apa berkeliaran di tempat berbahaya seperti ini?"

Entah ekspresi apa yang harus ia tunjukkan. Antara bersyukur, terkejut, dan haru menjadi satu. Dalam keadaan kalut seperti ini lalu didatangi seorang manusia pertama yang ia lihat di hutan belantara ini. Setelah lebih satu jam ia mondar-mandir tak menentu arah. Setelah ia memutuskan untuk beristirahat dan berdo'a pada Tuhan, apa yang harus ia lakukan setelah seseorang menemukannya?

"Nak, sebaiknya keluar dari hutan ini."

Soobin langsung memeluk wanita itu dan bergumam berulang kali. "Tolong aku, tolong aku, tolong aku..."

"Ada apa nak? Jadi kau benar-benar tersesat?"

"Keluarkan aku, Bibi...tolong aku..."

"Nak, ada seseorang yang mencarimu."

Soobin berhenti bergumam. Ia melepas pelukannya dan menatap heran wanita tua itu.

"Sese...orang...?" Soobin bertanya dengan perasaan yang kembali cemas.

"Benar, dia bilang sedang mencari Adik laki-lakinya yang hilang ke dalam hutan daerah Utara. Bukan hanya aku, temanku yang kebetulan pencari kayu bakar sepertiku juga ikut mencarimu. Tapi syukurlah aku bisa menemukanmu." papar wanita itu terdengar senang.

"Adik...?" Soobin mulai menjauhi wanita itu. "Aku tidak punya seorang Kakak..."

Wanita tua itu terkejut. "Benarkah? Dia memakai pakaian serba hitam dan membawa fotomu. Kau sangat mirip dengan pemuda manis yang ada di foto itu.

Berbahaya. Anak buat Daniel menemukannya.

"Maaf Bibi, aku tidak kenal mereka."

Soobin langsung berlari menjauhi wanita itu. Harapan yang sangat ia andalkan pada wanita tadi lenyaplah sudah. Pilihan terakhir adalah berlari sejauh yang ia mampu. Beberapa kali ia terjatuh karena kakinya menginjak jalan-jalan terjal berbatu tajam. Menghiraukan luka serius pada kakinya ia terus berlari. Isakan tangis menjadi irama pengiringnya.

Memang pada awalnya ia tak berhati-hati, ia akhirnya tersungkur karena kakinya tersandung batang akar pohon yang merambat keluar. Meski sudah terjatuh seperti itu, Soobin masih berusaha untuk bangkit dan berlari. Namun kali ini ia harus menyerah. Luka di telapak kakinya semakin membesar. Darah pun keluar semakin deras. Ia menangisi nasibnya. Ia menggenggam batu di dekatnya lalu melemparnya ke sembarang arah.

Seseorang mendekatinya dari belakang. Jay dan tiga orang lainnya di belakang. Dengan lembut, Jay mengulurkan tangannya ke depan wajah Soobin dan berkata pelan. "Ikutlah dengan kami, Soobin. Kami tidak akan berbuat kasar padamu."

Soobin menatap sebentar tangan berbalut sarung tangan hitam itu. Ia mendecih dan menjawab ajakan Jay dengan kasar.

"Bahkan sampai kaki ini patah pun aku tetap akan lari dari kalian."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 02 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LOVESICK CHOI [Yeonbin] 🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang