02

206 36 7
                                    

Hari berganti. Rumah sakit juga rumah duka kini penuh dengan karangan bunga belasungkawa dari berbagai pihak. Bagaimana tidak? Salah satu dokter spesialis jantung dengan predikat terbaiknya telah berpulang ke pangkuan Tuhan. Tentu itu meninggalkan rasa duka bagi orang-orang yang pernah berinteraksi dengan dokter cantik tersebut. Terutama sang suami yang sangat mendambakan sosoknya.

Di depan peti berisi jasad sang istri, Yoongi berdiri dengan tatapan kosong. Kedua tangannya tergantung lunglai di sisi tubuhnya. Tidak ada raut jelas yang terlihat di wajahnya. Hatinya masih terlampau hancur karena kepergian separuh jiwanya.

Saat masih larut dalam lamunan, seseorang datang dengan berlari masuk ke dalam ruangan yang menjadi persemayaman wanita tercintanya.

"Kakak, kakak kenapa meninggalkanku? Kakak sudah berjanji akan menungguku pulang. Kenapa kakak mengingkarinya? Aku pulang, kakak. Aku rindu kakak." Tangisan sosok tersebut menggema di ruang yang sepi, terdengar begitu memilukan.

Yoongi yang menatapnya dari belakang hanya menampilkan tatapan datar tanpa ekspresi. Ia tahu siapa orang itu. Pria berparas manis yang merupakan adik kandung dari mendiang istri tercinta.

"Park Jimin!" Panggilnya.

Jimin, pria tersebut menghentikan isakkannya dan terdiam sejenak sebelum memalingkan wajah ke arah sang kakak ipar.

"Ya?" Suaranya terdengar tersendat karena sesenggukan.

"Ikut aku!" Titah Yoongi. Ia berbalik dan pergi dari ruang persemayaman dengan Jimin yang mengikuti langkahnya dari belakang.

•••

Taman belakang rumah duka, di tempat itulah mereka saat ini. Saling diam selama beberapa saat. Yoongi hanya berdiri dengan tatapan yang lurus ke depan, sedangkan dibelakangnya, sang adik ipar menunduk sembari memainkan jemari mungilnya.

"Ada apa kak Yoongi mengajakku kemari?" Sampai si pria manis lah yang terlebih dahulu memecah keheningan.

Namun, ia tidak langsung mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan. Pria pucat suami kakaknya itu masih betah dalam keterdiaman. Hingga pada menit berikutnya helaan nafas panjang terdengar diikuti dengan berbaliknya tubuh tegap yang semula mematung itu.

"Istriku meminta kita untuk menikah." Ucap Yoongi.

"A--apa?" Mendengar hal tersebut tentu membuat Jimin terkejut. Sulit dipercaya jika sang kakak memintanya untuk menikah dengan suami yang sangat dicintai.

Tidak. Bukan Jimin meragukan kakak kandungnya sendiri. Ia sangat menyayangi wanita yang paling berjasa dalam hidupnya setelah sang ibu. Ia juga akan menuruti apapun yang kakaknya minta. Tapi menikah dengan pria Min ini? Bagaimana mungkin ia bisa melakukannya? Walaupun itu permintaan langsung dari sang kakak, namun terasa begitu mustahil jika dilaksanakan. Kakak iparnya normal. Tidak mungkin ia mau menikah dengan sesama pria.

"Dan kita harus mengabulkannya agar istriku bahagia di sana." Sambung Yoongi, menghentikan niat Jimin yang hendak membuka kembali suaranya.

"T--tapi, Kak_"

"Aku ingin jiwa istriku tenang dan bahagia. Kau hanya perlu berkata iya dan besok kita akan langsung menikah!" Lugas si pria Min. Ia melangkahkan kakinya berniat kembali ke dalam.

"Gunakan saja jas dan kemeja beserta dasi. Aku tunggu di Katedral Myeongdong besok pagi." Ucapnya lagi ketika langkah kaki tepat sejajar dengan Jimin, kemudian berlalu meninggalkan si pria manis yang masih dalam diam.

Apa lagi ini, Tuhan? Tidak puas kah kau selalu memberiku cobaan?

•••

Di hadapan seorang pastor, kedua mempelai berdiri berdampingan. Tidak ada tamu undangan, hanya beberapa orang terpercaya lah yang datang sebagai saksi.

Beberapa susunan upacara pemberkatan telah dilakukan hingga tiba saatnya bagi dua insan yang menikah tersebut mengucapkan janji suci mereka.

"Saya Min Yoongi, menerima Park Jimin sebagai istri saya. Bersumpah di hadapan Tuhan akan selalu mencintai, menyayangi, dan melindunginya dalam keadaan apapun. Serta berjanji tidak akan pernah menyia-nyiakannya seumur hidup saya." Mulai Yoongi setelah mendapatkan arahan dari pastor. Sorot matanya sarat akan kebencian, namun berusaha ia sembunyikan.

"Saya Park Jimin, menerima Min Yoongi sebagai suami saya. Bersumpah di hadapan Tuhan akan selalu mencintai, menyayangi, dan mengabdi kepadanya dalam keadaan apapun. Serta bersedia untuk mengganti marga Park yang saya miliki menjadi Min, marga suami saya." Di sambung dengan Jimin yang juga mengucapkan janji serupa.

"Untuk selanjutnya prosesi penyematan cincin kemudian ditutup dengan ciuman." Ucap pastor.

Perlahan Yoongi berbalik menghadap Jimin begitu pula sebaliknya diikuti dengan datangnya seorang petinggi gereja yang lain membawakan sebuah kotak beludru beralaskan baki bertaburkan bunga suci.

Yoongi lah pertama kali yang memasangkan cincin tersebut ke jari manis tangan kiri Jimin, kemudian si pria manis yang melakukan hal yang sama.

Tatapan datar senantiasa ditunjukkan oleh Yoongi. Maniknya pun enggan untuk menatap pria yang mulai saat ini telah terikat dengannya. Selama prosesi pertukaran cincin hanya tampilan di belakang tubuh Jimin lah yang menjadi sasaran matanya. Hingga berciuman yang menjadi penutup upacara hanya ia lakukan alakadarnya. Bahkan bibir tipisnya tidak sampai menyentuh bagian wajah pria manis itu.

Tentu hal tersebut tidak disadari oleh pastor. Terbukti bahwa pemuka agama itu menampilkan sebuah senyuman kebahagiaan yang ia tujukan pada pasangan baru menikah di hadapannya.

"Berkatilah ya Tuhan, cincin ini, agar dia yang memberikannya dan dia yang memakainya bisa tetap dalam damai sejahteramu, dan tetap dalam kebaikanmu, sampai akhir hayat mereka. Amin." Doa pastor yang menandakan berakhirnya segala urutan pemberkatan pernikahan yang kedua pengantin itu lalui. "Selamat, kalian telah resmi menjadi sepasang suami. Semoga Tuhan selalu menyertai rumah tangga kalian."

•••

Sebuah mobil melaju membelah jalanan Seoul yang sedikit lengang pada jam lewat tengah hari. Seorang pria yang mengemudikan terlihat mengatur nafasnya yang tidak beraturan karena emosi yang hampir lepas kendali. Hingga pada sebuah jalanan yang benar-benar sepi ia menghentikan laju mobilnya, mengundang tatapan bingung dari pria lain yang duduk di sebelahnya.

Sejenak ia mencengkram kuat kemudi sebelum memalingkan wajah ke arah pria berparas manis yang kini tengah menatapnya tanpa kata.

"Turun!" Titahnya.

"H--hah? T--tapi ini belum sampai."

"Aku bilang turun, turun! Aku tidak sudi harus berada dalam satu mobil denganmu. Dan kursi yang kau duduki saat ini adalah tempat Minji. Kau tidak pantas menggantikannya." Bentak si pengemudi, Yoongi. Putih mata serta wajahnya memerah dengan emosi yang akhirnya ia luapkan.

"L--lalu dengan apa aku bisa sampai ke kediamanmu?" Tanya Jimin tergagap.

"Kau pikir apa gunanya taksi di dunia ini? Gunakan otakmu!"

"Ini jalanan sepi, Kak. Jarang taksi melintasi daerah sini. Ponselku habis daya, dan cuaca sedang mendung. Bagaimana kalau hujan turun saat aku belum mendapatkan tumpangan? Bagaimana kalau hujannya disertai kilat dan petir? Aku_"

"Apa peduliku?" Ucap Yoongi memotong ungkapan kekhawatiran yang keluar dari bilah bibir tebal Jimin. Bibir yang sama seperti yang dimiliki seorang Park Minji, sosok wanita yang sangat pria Min itu cintai.

"Kak!"

"Turun! Turun dari mobilku, TURUN!!" Bentak Yoongi sekali lagi membuat pria manis yang ditatapnya ketakutan dan berakhir keluar dari mobil dengan membawa koper besarnya.

Tak lama setelah pintu tertutup, pria Min itu kembali melajukan mobilnya meninggalkan Jimin yang menatap nanar kepergiannya.

Kakak, Jimin takut hujan. Tolong Jimin, Kak!

Hargai Aku!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang