Bahasa Sederhana Dari Cinta

105 11 0
                                    

Aku selalu lemah terhadap senyuman, wanita selalu memiliki karisma disana. Lesung pipi, bibir hingga ekspresi wajah ketika tersenyum tidak pernah gagal untuk memikat. Sang kumbang tidak akan mendekati bunga yang tidak tampak menarik, tapi kumbang akan mendekati bunga yang menurutnya menarik. Tanpa ia sadari, tidak semua bunga yang semerbak dan menarik itu cantik, tapi juga ada yang membunuh secara perlahan dan mencekik.

"Bahkan orang yang menurut kita jahat sekalipun menemukan cintanya" Abdul sedang selonjoran di kelas sehabis pengajian magrib, mereka tengah membicarakan ustadz Zay yang ternyata memang memiliki hubungan dekat dengan ustadzah Rere. Beberapa hari lalu mereka bertunangan, dan dalam waktu dekat akan menikah. Sebenarnya itu baik, supaya tidak berkelanjutan Fitnah antara anak asrama dan mereka. Tapi disisi lain, semakin hari apa yang dilakukan ustadz Zay semakin gila.

"Lu gak ada temen sekelas yang jomblo gitu Dul?" Kak Zaenal yang juga ikut berbaur dengan adek adek kelasnya itu berbincang juga
"Banyak kak, cuma ya gitu. Kelas elit semua mereka"
"Kelas elit gimana tuh?"
"Ya, mereka lihat cowok pengen yang kayak Boy Wiliam"
"Ah yang bener aja Dul" Juki yang baru datang dari luar asrama ikut nimbrung
"Aliya WA gue tuh. Dia nanyain lu" Syarif dengan nada datar menepuk pundak Juki

Mereka berdua kemudian duduk di kursi dekat kasur Juki, meninggalkan gerombolan kak Zaenal yang sedari awal masih mengobrol. Entah mengapa jika Aliya ingin menanyakan Juki selalu lewat Syarif, padahal teman sekelasnya di asrama tidak hanya Syarif saja. Ada Fahrul dan Ucup yang bisa saja ditanyai, namun tetap saja Aliya sering menanyakan Juki lewatnya. Sudah tidak dapat orangnya malah dijadikan teman curhat saja.

Miris.

Setelahnya percakapan sebelum pemilihan ketua OSIS lalu Aliya sering curhat kepada Syarif. Kadang tentang masalah pelajaran, kadang tentang perilaku temannya, dan kadang tentang hal random lainnya. Tapi semua itu hanyalah tiga puluh persen saja dari yang di ceritakan Aliya pada Syarif, sisanya pasti tentang Juki. Sebenarnya Syarif ingin menolak keluh kesah Aliya tentang Juki itu, tapi mau bagaimana lagi? Setidaknya ia masih bisa berkomunikasi dengan Aliya walaupun setiap obrolan itu bukanlah tentang dirinya.

Baiknya adalah setiap di sekolah ia bisa sebegitu dekatnya dengan Aliya tanpa ada ucapan curiga dari siapapun. Temannya mengutarakan Syarif adalah orang yang asik dan nyaman untuk diajak mengobrol, tak jarang beberapa temannya yang lain juga sering berkeluh kesah padanya. Sebagai manusia yang wajar dan berakal sehat tentunya Syarif sangat welcome dengan semua cerita temannya itu, toh tidak ada salahnya mendengarkan dan memberi pendapat tentang permasalahan orang lain.

"Dia nanyain gue Rif?" Juki membuka obrolan setelahnya duduk di ranjang miliknya
"Yah, begitulah. Seperti biasanya"
"Semalem dia tidur duluan sih"
"Dia bilang ke lu mau tidur duluan?"
"Iya, begitu"
"Terus lu diemin aja? Juk, Juk. Lu jadi cowok bego banget sih"
"Lho kenapa? Kan dia yang bilang mau tidur duluan, yaudah gue iya-in aja. Lagian pas gue mau nemenin sambil telfon juga dia gak mau, udah ngantuk katanya"

Syarif menggeleng kepala. Ia menatap Juki dengan tatapan sinis dan menyeringai seperti serigala yang siap memakan domba.
"Lu.. sama sekali gak ngerti apa yang berusaha dia sampaikan?"
"Dia mau tidur?"
"Dengerin Gue!" Syarif memegang kedua paha Juki dengan erat, "ketika cewek bilang dia mau tidur duluan itu tidak berarti dia benar-benar mau tidur. Bisa jadi dia lagi marah, kecewa, sedih, bingung atau bahkan nangis"
"Lu tau darimana? Juki tertegun
"Cewek itu makhluk yang lemah hatinya, mereka akan tidur untuk meredupkan isi otaknya"

~~ §=§ ~~

"Rapat nanti sore katanya mau nentuin kita bakal tampil apa" Ramdan beserta beberapa anak asrama yang ikut ekskul Pramuka tengah berkumpul di kantin.

DUA SISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang