Aku memulai part ini dengan sebuah istilah zaman dulu bernama Misogini. Yaitu sebuah istilah yang dengan sederhana diartikan sebagai bentuk diskriminasi terhadap kaum perempuan. Mereka menganggap semua hal buruk di dunia ini disebabkan oleh perempuan.
Aku tidak sepenuhnya mempercayai hal seperti itu, namun beberapa hal tentang perempuan aku memilih ingin menghindarinya. Bualan, candaan, atau percakapan singkat dengan mereka selalu meninggalkan kesan. Aku mulai tertarik untuk banyak hal karenanya, aku mulai mencari tahu, mendapatkan hal baru, dan itu diawali karena perempuan. Apakah... Aku termasuk kaum Misogini?..."Lu gak ikut pengajian?" Ucup menyapa Syarif.
Ia tengah berada dibelakang LAB IPA yang malam itu hanya diterangi lampu redup. Beberapa bakaran sampah di tong masih menyala dari tadi sore. Itu bisa menghangatkan diri, sebab hanya sedikit sampah plastik yang ada. Jadi bau busuk khas sampah tidak lagi tercium saat proses pembakaran."Engga Cup. Gue mau disini aja"
"Gue lagi berantem sama cewek gue Rif"
"Terus"
"Kita putus"
"Tolol"
"Dia bilang gue banyak berinteraksi sama cewek disini. Dia kira gue selingkuh"
Syarif tak menanggapi omongan Ucup itu, mulutnya rapat dengan tatapan kosong. Sejak kapan anak badung peduli soal seperti itu?"Kenapa ya kalo gue becandain cewek itu dibilangnya suka sama dia? Padahal belum tentu juga"
"Gue lebih heran kenapa cewek sering deket sama temen cowoknya tapi gak mau dicurigai hal serupa" Syarif berjongkok didepan bakaran sampah dihadapannya
"Mereka kira kita anjing Rif, bisa dirantai dan diperlakukan sesuka mereka. Tapi giliran mereka, dilarang tentang hal kecil aja gak mau"
" Itulah manusia, ego bisa membunuh apa saja"Biasanya pengajian sehabis isya itu berlangsung cukup lama, makannya Syarif lebih memilih duduk memandangi langit dari belakang LAB IPA. Walau terhadang tembok pagar, deru suara daun-daun padi yang tertiup angin menyiratkan malam yang tentram. Sepanjang ia sekolah dan tinggal di asrama itu banyak canda tawa yang dibuat kawannya, namun itu semua tidak cukup mengisi kekosongan hatinya yang kian hari terus saja gundah. Awalnya ia mengira ketika beberapa waktu lalu Aliya sering cerita kepadanya itu adalah titik balik ia bisa kembali mendekati, namun nyatanya sekarang Aliya malah semakin dekat dengan Juki.
Maka dari itu Syarif terkadang lebih menyukai keheningan yang selalu menenangkan, tapi itu tidaklah lama. Ketika ia kembali ke keramaian sebelumnya, ia kembali harus memasang wajah ceria. Gara-gara cewek itu ia tidak lagi betah berlama-lama mengobrol dengan orang lain, terlebih lagi yang membicarakan ceweknya masing-masing.
Sejauh ini ia di asrama lebih suka mendengarkan cerita atau guyonan orang-orang disekitarnya, hanya sedikit ia berbicara dengan orang lain. Dengan keluarnya Abdul dari asrama beberapa bulan lalu ia tidak memiliki lagi orang yang selalu mengekor di belakangnya, kini Syarif hanya sendirian jika ingin kemanapun. Dan lagi setelahnya Abdul keluar itu Syarif memutuskan untuk tak mengikuti setoran hafalan setelah solat subuh, ia lebih memilih untuk lari ke taman kota untuk me-refresh moodnya.
"Ibu gue kirim lauk, lu mau makan?" Ucup kemudian berdiri dari duduknya tadi
"Gimana kalo kita makan disini aja. Outdoor"
"Gue ambil dulu sama nasi nya"~~ §=§ ~~
Jam istirahat di sekolah...
Siapa sangka setelahnya dilantik jadi ketua OSIS baru kak Fauzi menjadi salah satu murid populer di sekolah. Setiap kali ia berjalan di lorong kelas selalu saja ada adik kelas yang menyapanya, bak seorang Presiden yang lewat ke pemukiman warga lalu disambut dengan antusias oleh warga tersebut. Seperti saat itu, kak Fauzi melewati lorong kelas keagamaan dan berhenti untuk berbicara beberapa hal dengan Juki. Langsung saja ada beberapa murid cewek yang mengerumuni kak Fauzi, diantaranya adalah Nafila, seorang anak pondok dan juga murid kelas Keagamaan yang dikenal ceriwis.
KAMU SEDANG MEMBACA
DUA SISI
RomanceTerkadang ada beberapa hal yang dialami harus berbalut fiksi, supaya tidak menyakiti beberapa pihak.