2

248 24 2
                                    

"Luka ini bukan perbuatan ibuku, aku sendiri yang melakukannya"

Jimin menatap bingung atas perkataan anak ini, dia menuntun Jungkook untuk duduk di kursi meja belajarnya dan berjongkok di depannya.

"Dengarkan aku, apa ibumu menyuruhmu untuk mengatakan ini? Apa dia mengancam mu jika mengatakan pada orang lain?" Jimin memegang tangan kecil itu.

"Kau tidak bisa terus mengikutinya seperti ini, kau harus melawan sesekali jika itu sudah keterlaluan. Bahkan meski dia ibumu sekalipun tapi perbuatannya tidak benar"

Jungkook menatap Jimin lurus, ia tak mengerti kenapa orang ini begitu peduli dengan apa yang terjadi padanya. Bahkan tatapannya terasa begitu lembut untuk seseorang yang hanya merasa simpati.

"Tunggu di sini dulu"

Jimin bangkit dan keluar dari kamar Jungkook, ia turun ke lantai satu dan mencari keberadaan bibinya yang ternyata sedang mengepel lantai dapur. Jimin tanpa ragu melangkah dengan sandalnya pada lantai yang baru di pel itu.

"Bibi"

Ibu Jungkook tau itu suara Jimin, tapi dia tidak peduli dan terus melakukan pekerjaannya.

"Aku tau Jungkook terkadang akan bersikap nakal seperti anak lain seusianya, tapi bukan berarti bibi bisa melayangkan pukulan pada anak kecil seperti itu. Apa yang bibi lakukan itu keterlaluan"

Alat pel yang pegangnya terhenti, namun wanita itu tidak menatap Jimin sama sekali.
"Itu bukan urusanmu" ucapnya acuh

Jimin menatap geram pada bibinya dan dengan kesal kembali ke kamar Jungkook. Dia mungkin tidak bisa melakukan apa-apa tentang bibinya tapi Jimin akan memantau Jungkook dan memastikan dia tidak mendapatkan luka lainnya.

Seperti itu hingga beberapa hari telah berlalu, awalnya Jimin sudah mencoba memberitahu sang ibu tentang sikap bibinya. Tapi ibunya tidak percaya, dia bilang bibinya itu adalah wanita yang lembut dan penyayang. Bahkan alasan wanita itu meninggalkan suaminya dulu karena tak ingin Jungkook mendapatkan kekerasan dari ayahnya.

"Lihat, lemar dan luka mu sudah sembuh. Ini bahkan hampir hilang, ibumu tidak menyiksa mu lagi bukan?"

Saat ini Jimin sudah berada di kamar Jungkook, seperti biasa dia akan datang untuk membantu anak itu dengan tugas sekolah dasar.

"Tidak, aku anak baik" ucap Jungkook.

Anak itu sudah tak sedingin saat awal mereka bertemu, kini dia sudah tampak bersikap layaknya anak tujuh tahun. Yah meski kadang-kadang Jimin masih merasa aneh dengan perubahan sikapnya yang tiba-tiba.

"Benarkah? Kau sudah jadi anak baik" Jimin mencubit pipi chubby menggemaskan itu.
"Kalau begitu katakan hak Bain padaku, ayo sebut aku tampan"

Jungkook menatap wajah Jimin,
"Kau tidak tampan sama sekali" ucapnya acuh dengan wajah polos tak berdosa.

KRAKK!

Rasanya ada sesuatu yang pecah di dalam hati Jimin, anak menggemaskan ini bisa mengucapkan sesuatu yang menyakitkan.

"Kau tidak tampan tapi mata mu sangat indah" lanjut Jungkook.

Mata Jimin membulat, tanpa sadar pipinya bersemu mendapatkan pujian tulus itu.
"Aah Kookie sangat menggemaskan" ucap Jimin dan mengusap rambut lembut anak itu.

"Kookie?" Ucap Jungkook memiringkan kepalanya.

"Hmm, Kookie nama panggilan dariku. Itu sangat cocok untuk mu yang menggemaskan ini"

Jungkook terlihat merenung seperti memikirkan nama yang di berikan padanya.

"Kookie, Kookie, Kookie" ucapnya berulang kali.

Crazy Obsesión Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang