4. Hari ter-gateli

41 20 29
                                    

Pagi yang cerah menyambut hari baru dengan hangatnya sinar matahari yang menyelinap masuk melalui serat-serat tipis tirai jendela. Di dalam kamar yang teduh, Hanna, Seprilya, Sarah, Griya, dan Intan terbangun dari tidur mereka, disapa oleh cahaya yang lembut dan penuh semangat. Mereka merasakan kehangatan pagi yang membawa energi positif, siap mengawali hari dengan penuh semangat dan kebahagiaan.

Seprilya mengerjap-ngerjap matanya, mencoba menyesuaikan pandangannya dengan cahaya pagi yang masuk melalui celah tirai.  Ia menguap lebar, lalu melirik jam di nakas.  Jarum jam menunjukkan angka delapan,  membuatnya tersentak.  "Astaga,  udah jam delapan!"  gumamnya,  suaranya masih serak karena baru bangun tidur.  Seprilya buru-buru bangkit dari tempat tidur,  merasa sedikit panik karena terlambat bangun.

Seprilya tersentak, "Astaga, udah jam delapan!"  teriaknya,  suaranya menggema di ruangan.

Hanna, yang baru saja bangun dan sedang duduk di tepi ranjang,  terkejut mendengar teriakan Seprilya.  Ia langsung berlari ke kamar mandi,  takut terlambat mandi.

Griya, yang masih tertidur pulas,  terbangun karena suara Seprilya.  Ia mengucek matanya,  bingung dan sedikit kesal.  "Lah ngopo sih,  asu! dancuk Kowen iki! wes subuh tah?"  gerutunya.

Sarah dan Intan, yang juga terbangun,  langsung melempar bantal ke arah Seprilya.  "Kamu ngapain sih,  teriak-teriak?  Udah pagi,  ya udah!  Nggak usah heboh!"  teriak Intan.

Sarah ikut-ikutan melempar bantal ke arah Seprilya,  "Iya,  nggak usah teriak-teriak!  Nggak ada yang mau dengerin kamu!"

Suasana kamar langsung riuh dengan teriakan dan lemparan bantal.  Seprilya hanya bisa tertawa melihat kekacauan yang ia buat.  "Hahaha,  sorry,  sorry!  Gue panik aja,  udah jam delapan!"  jelasnya.

Kamar yang tadinya hening dan damai,  seketika berubah menjadi riuh dan penuh tawa.

Dan disisi lain..

Mentari pagi menyinari lapangan apel yang luas, membias pada seragam loreng hijau yang dikenakan para prajurit TNI. Udara sejuk pagi terasa menyegarkan, menambah semangat para pejuang bangsa yang bersiap melaksanakan apel pagi.

Di barisan depan, para tamtama berdiri tegak, wajah mereka merefleksikan semangat juang yang membara. Mereka adalah tulang punggung kekuatan TNI, siap menjalankan tugas dengan penuh dedikasi. Di belakang mereka, para bintara dengan pengalaman dan kepemimpinan yang matang, siap membimbing dan memotivasi para tamtama.

Di barisan paling belakang, para perwira dengan pangkat dan jabatan yang lebih tinggi, memancarkan aura kepemimpinan yang kuat.  Mereka adalah para pemimpin yang berpengalaman, siap memimpin pasukan dengan penuh tanggung jawab dan profesionalitas.

Saat komandan apel berteriak lantang, "Siap!", suara itu bergema di seluruh lapangan, disambut dengan serempak oleh para prajurit.  Semangat mereka membara, tekad mereka bulat, siap menjalankan tugas untuk menjaga kedaulatan dan keutuhan NKRI.

Apel pagi ini bukan sekadar rutinitas, tetapi momen sakral untuk memperkuat rasa persatuan dan kesatuan.  Para prajurit TNI dari berbagai kesatuan, berpangkat dan jabatan berbeda, bersatu dalam semangat patriotisme, siap berkorban demi bangsa dan negara.

Komandan dengan suara lantang dan berwibawa, berdiri tegak di hadapan pasukannya.  Sorot matanya tajam, memancarkan aura kepemimpinan yang kuat. Ia  mengucapkan, "Selamat pagi para Raider!"

Suaranya bergema di lapangan, disambut oleh teriakan penuh semangat dari para prajurit. "Pagi! Pagi! Pagi! Luar biasa!"  Teriakan itu menggetarkan udara, menunjukkan semangat juang dan kebersamaan yang tak tergoyahkan.

       o0o

"Mana sih moist gue? Cepet, cepet!" Seprilya mondar-mandir di depan cermin, tangannya sibuk merias wajah. Hari ini dia punya jadwal pemotretan, dan seperti biasa, persiapannya selalu heboh.

"Sepi, mbok yo tenang kamu itu" Hanna yang duduk di ranjang sambil sibuk dengan ponselnya, menimpali. Seprilya pun menoleh, matanya melotot.

"Mau tenang gimana, Han? Aku mau foto, harus glowing dong. Mana SS plis? i need in one sec please!" Seprilya terus mendesak, membuat Hanna mendengus.

"Sabar, mbak. Nggak usah panik," kata Hanna, matanya masih terpaku pada layar ponsel.

Seprilya mengerutkan kening, "Kok kamu malah main hp sih? Udah jam segini, harusnya udah mandi."

Hanna tersipu, "Eh, iya. Ini aku lagi ngobrol sama Reza," jelasnya gugup.

Sarah yang sedang sibuk merias wajah di depan cermin, menimpali dengan nada menggoda, "Wah, Reza chat kamu? Kok kamu salting sih?"

Hanna tergagap, "Hah?  Yo pora, biasa aja.  Eh, tapi...  de'e ngechat aku duluan, lah aku ne... lali nek bales, wes lah dah lah"  Hanna mengoceh heboh, matanya berkaca-kaca.

Intan yang duduk di kursi sambil mencoba memotong poni sendiri, ikut menimpali, "Hah?  Reza chat kamu?  Kok nggak dibales sih?  Salah banget, Han!  Dia kan ganteng, sayang banget kalo diabaikan gitu aja."

Intan pun berujar sambil meraba poni barunya yang semakin aneh, "Eh, tapi poni gue kok jadi gaada benernya ya?  Nggak sesuai tutorialnya."

Griya yang sedang mencari pelembab, ikut menimpali, "Ih,  gateli Sepiya! Sepi, mbok yo sabar."

Seprilya yang sedang sibuk mencari tabir surya, hanya menanggapi dengan, "Nggak ngerti aku, Gri.  Kamu mah marah-marah mulu.  Udah ah,  aku mau cepet-cepet ke salon."

Suasana kamar pun semakin ramai dengan ocehan para sahabat. Hanna yang masih sibuk mencari tabir surya, hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala.  "Duh,  mau foto aja ribet banget," gumamnya.

       o0o

hay guis, ampunin madam ya karna gajelas banget chapter 3-4 ini😭🙏🙏🙏 tapi madam janjiee madam bakal bikin chapter yang lebih zeruu next chapter😘✨✨ jangan lupa di votement ya.. biar apa? biar madam zemunguttzzz😘😘

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 24 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mencintai Perwira NegaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang