Matahari,
Begitu julukan yang tepat diberikan pada bocah satu ini. Senyumnya yang menawan memperlihatkan gigi putihnya yang berjejer rapi, mata yang menyipit menyisakan garis menenggelamkan manik jelaganya yang indah. Dimanapun ia berada, atensinya selalu membawa bahagia.
Begitupun untuk Pavel."Phi, hari ini mau makan apa?"
Lengan putih bergelayut dileher Pavel yang tengah bersandar lelah di sofa.
Onix lelaki itu terbuka, membalas tatapan hangat dari bocah yang masih mengenakan seragam putih-hitam.Bibir tipisnya tak ayal tersenyum, ia mengusak helaian kecoklatan itu dengan lembut.
"Kita bisa membelinya saja, kau pasti lelah karena kegiatan ospek."
Lagi senyum terulas, usil.
"Jika itu untuk mama, papa tak akan keberatan." Ujar pemuda itu menggoda.
Pavel mencoba menahan tawa, sudah dua tahun tapi ia masih tak terbiasa. Pipinya merah.
"Apa pun itu, tapi jangan memaksakan diri aku tak mau kau kelelahan lalu sakit."
Mengelus pipi tirus didepannya dengan lembut. Kilat, yang lebih muda mengecup bibirnya kemudian berlalu ke arah dapur.
Pavel masih tersenyum, ia dapat melihat kekasihnya mulai memakai celemek.
Pavel bersyukur memiliki pemuda itu. Tampan? Tentu saja, tubuh tinggi dengan bahu lebar yang kokoh untuk dijadikan sandaran. Banyak yang berlutut di kaki nya baik pria maupun wanita. Pintar? Ia freshman teknik robotik di Chula asal kau tahu. Kaya? Jangan tanyakan itu karena kau hanya akan berkhayal menjadi dirinya. Talenta? Apa yang tak bisa dilakukan nya? Mulai dari olahraga hingga Seni. Pooh Krittin, anak yang berusia lebih muda enam tahun dari Pavel itu berhasil menaklukkan hatinya yang beku empat tahun lalu.
Empat tahun lalu, tiba-tiba onix nya menyendu.
"Phi, ayo segera cuci tangan mu!"
Deep voice yang menyapa gedang telinga menyadarkan Pavel dari lamunannya. Melepaskan dasi yang sedari tadi menggantung dileher dan melangkah menuju wastafel.
Satu yang paling penting, Pooh Krittin sangat mencintainya. Lihat, pemuda itu menyempatkan diri memasak makan malam setelah melewati hari yang melelahkan."Bagaimana hari mu, phi?"
Manik mereka beradu, Pooh menyadari gurat lelah yang terpancar di wajah kekasihnya. Pavel balas tersenyum mengisyaratkan bahwa ia baik-baik saja. Obrolan tentang hari ini berlanjut menemani denting sendok yang beradu dengan piring, sesekali gelak tawa terurai juga tak jarang renggutan manja Pavel menguar saat menceritakan pekerjaannya.
"Biar aku saja yang mencuci piring."
Kepala dengan haircut mullet itu menggeleng,
"Aku saja, phi tampak lelah. Bagaimana mandi duluan?"
Menggulung lengan kemeja sebatas siku sebelum menumpuk piring bekas makan malam menuju wastafel.
Lengan yang tak kalah kekar melingkar diperut Pooh, dagu lancip itu bertumpu pada bahu lebar sang kekasih.
Clingy mode.
Pooh mendengus geli, bagaimana pria muscle yang lebih tua enam tahun darinya ini menjadi sangat menggemaskan.
Pooh berbalik, mengecup belahan Cherry yang menggodanya sedari tadi. Jelaga Pavel tertutup, menikmati kecupan-kecupan singkat dari kekasihnya. Kupu-kupu mulai memenuhi perut saat Pooh mulai melumat bibirnya dengan sensual.
"Ngh!"
Alarm pusat tubuh Pooh telah berbunyi. Mata Pavel terbuka saat yang lebih muda menggendongnya ala koala, ia tahu kemana arah kaki jenjang itu akan membawanya kemana. Kamar mandi. Positif thinking nya mandi bersama.
Tamat.
Ga deng becanda🥴
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Rose
FanfictionPavel yakin ia mencintai lelaki berseragam putih-hitam yang menunggunya di seberang jalan sana, tapi.. rasa aneh menjalar di dadanya ketika melihat senyum pemuda berlesung pipi yang telah hilang enam tahun lalu. Pavel mulai meragu, bocah freshman at...