Blind

188 18 1
                                    


Semilir angin malam membuat tubuh tinggi itu bergidik, bagaimanapun ia masih demam. Melepaskan hoodie yang menutupi kepalanya dan jalan mengendap-endap bak maling.

Sepasang sirene eyes itu mengitari seluruh ruangan tapi tak ditemui kecintaannya. Hingga maniknya menangkap sesosok pria tinggi tengah berdiri di pembatas balkon, menikmati angin malam atau justru melamun.

Sepasang lengan melingkari perut Pavel, aroma yang menguar diudara bersama dengan oksigen yang dihirupnya enam tahun ini membuat Pavel tak perlu berbalik untuk menebak siapa si pelaku.

"Maaf phi, aku tak menghubungi mu dua hari ini." Suara parau menyapa gendang telinga disusul kecupan-kecupan halus dipundaknya yang terekspos. Tak ada respon. Pooh paham kekasihnya merajuk.

"Aku akan tidur duluan." Ucap Pavel melepaskan pelukan hangat dan membiarkan dingin malam menusuk kulitnya yang halus.

.
.
.

Merajuk. Pooh kira begitu awalnya.

Tapi ini sudah tiga belas hari, biasanya paling lama cukup dua hari pria itu mengacuhkan nya.

"Phi, ayo sarapan bersama aku sudah membuat sandwich!"

Pavel menatapnya sejenak, sebelum mendekat dan mendudukkan diri didepan lelaki yang hanya mengenakan celemek itu.

Senyum tak dapat Pooh sembunyikan, sejak dibalkon malam itu mereka tak pernah lagi berbicara. Pavel pasti sudah berangkat saat Pooh terbangun dan tertidur sebelum Pooh pulang.

"Lusa aku akan ke Pattaya." Pavel membuka suara.

"Berapa lama phi?"

"Seminggu."

"Boleh aku ikut?"

Pavel menghentikan kunyahan nya.

"Aku bekerja bukan liburan." Ucapan ketus itu membuat Pooh terkekeh.

"Aku bercanda phi."

Tanpa kata pria itu berlalu, tak ada kecupan seperti biasanya bahkan sekedar ucapan selamat tinggal.

.
.
.

Angin berhembus cukup kencang membuat helaian legamnya bergerak mengikuti arah angin. Matanya menerawang jauh ke depan entah apa yang dipikirkan.
Pavel tersentak saat sepasang lengan bergelayut manja.

"Kau tampan." Pujian itu membuat Pavel menoleh, mengulas senyum manis yang memabukkan.

Tampan. Jika orang ini Pooh Krittin pasti yang keluar dari mulutnya justru kata Cantik.

"Kau juga manis." Pria berlesung pipi itu tampak salah tingkah. Ia tak terbiasa.

Jika yang dipuji nya adalah Pooh Krittin pasti anak itu sudah berubah menjadi Tirex. Tampan, katanya. Bukan manis.

"Phi, terimakasih sudah membawa ku kemari. Aku tak percaya kita bisa kembali seperti ini lagi. Aku sangat bahagia." Sepasang mata yang berbinar itu tak ayal membuat Pavel tersenyum. Mengusak rambut yang lebih muda karena gemas.

Entah karena suasana atau apa, perlahan-lahan Dome mengikis jarak diantara mereka. Pavel tak menolak ketika bibir mereka beradu, tak ada nafsu hanya kecupan-kecupan singkat yang menghangatkan hati keduanya.

"Ah!" Pavel terkejut ketika ponselnya berdering. Keduanya kikuk.

"Angkat saja dulu phi, siapa tahu penting."

Pooh Krittin.

"Phi sedang apa hm?" Suara riang diseberang sana membuat Pavel gugup tiba-tiba.

Black Rose Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang