Train Wreck

145 14 2
                                    

Hujan deras kembali turun dengan tiba-tiba setelah langit menghitam lebih kelam dari malam biasanya. Gemuruh saling bersautan membuat orang-orang yang tengah beraktivitas diluar langsung berhamburan mencari tempat berteduh. Gila, mungkin orang-orang berpikir seperti itu saat melihat seorang laki-laki tertawa terbahak-bahak ditengah derasnya hujan juga kilatan petir yang menyambar. Tawa keras tapi sarat akan kegetiran itu berakhir dengan tangisan putus asa. Lelaki kurus itu tersungkur, merunduk dengan bahu bergetar dan meraung penuh kefrustasian.

"MENGAPA?!" Teriaknya marah menghadap langit, mengabaikan pedih di kulit dan matanya yang ditimpa kerasnya hujan.

Ia terisak, bersujud ditengah jalan yang sepi, mengabaikan orang-orang yang menatapnya takut, prihatin, juga bingung.

"Harusnya kau mendengarkan ku, Jimmy." Lirihnya pelan.

"Harusnya jangan." Ia berujar sendirian, menyesali apa yang Jimmy lakukan lusa lalu. Memberitahu keadaan nya pada orangtuanya.

"Hasil pemeriksaan nya sudah keluar." Ujar Krist dengan wajah kecewa yang kentara.

"Tuan Poom tidak bisa menjadi pendonor untuk Pooh karena sum-sum tulang belakang kalian tidak cocok dan.." Krist menjeda penjelasannya.

"Tuan Up anda sama sekali tak memiliki kecocokan DNA dengan Pooh." Penjelasan sang dokter seolah tak bisa dicerna Up sekalipun gelarnya adalah profesor.

"Maaf sebelumnya apakah Pooh bukan putra anda?" Tanya Krist segan, ia sungkan tapi jika memang Up bukan ayah kandung Pooh berarti masih ada harapan untuk mendapatkan sum-sum tulang belakang yang cocok untuk pasiennya.

Rahang pria dewasa itu mengeras, menarik kasar kertas hasil pemeriksaan DNA nya dan sang putra.

"Apa maksud semua ini Poom?!" Pria tampan itu berteriak marah, tak peduli mereka masih dirumah sakit dan ada Krist disini.

Poom sama bingungnya, ia tak mengerti.

"Harap tenang tuan Up!" Krist mencoba melerai tapi pria dominan dengan wajah baby face itu tampak sangat menakutkan.
Matanya memerah dengan urat leher yang tercetak jelas.

Up menyeret lengan istrinya dengan kasar, membawanya pulang ke Mansion mewah keluarga Kitjaruwannakul.

"SEKARANG JELASKAN APA MAKSUD SEMUA INI POOM!" Amarah tak dapat dibendung sang kepala keluarga, ia melempar kertas yang menjadi puncak kemarahan nya.

"Aku juga tak mengerti, Up." Wajahnya tampak bingung, demi apapun Poom tak tahu bagaimana ini terjadi.

"Kau masih berkilah saat buktinya sudah ada didepan mata hah?!" Ia menarik kerah kemeja sang istri.

"DADDY!" Pooh yang terbangun karena keributan orang tuanya dan segera menuruni tangga langsung terkejut melihat sang ayah tengah mencengkram leher papanya.

"JANGAN BERANI MEMANGGIL KU SEPERTI ITU ANAK HARAM!" Kemarahan Up semakin meluap saat melihat kemunculan Pooh. Melepaskan cengkraman nya pada Poom dan beralih mendorong lelaki kurus itu, Pooh tak siap langsung terjerembab, kepala belakangan terhempas tepat di sudut anak tangga. Poom yang terkejut langsung menghampiri sang putra, Pooh tak menyangka mendapat perlakuan seperti ini dari sang ayah, ini pertama kalinya Up bersikap kasar.

"APA YANG KAU LAKUKAN UP!" Teriak Poom marah, membawa sang putra ke pelukannya. Sekalipun anaknya sudah 20 tahun tetap saja ia adalah anak kecil bagi Poom, nalurinya akan selalu berusaha melindungi Pooh sekalipun dari sang suami.

"Jadi katakan pada ku siapa ayah dari anak haram ini!" Masih menatap bengis dua orang tersayang nya, dulu.

"Dia anakmu! Hasil test nya bisa saja salah!"

Black Rose Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang