11. Ujian di Gerbang istana

99 82 1
                                    


Nb; author nya galak, gak usah kepikiran buat nge'jiplak 😾🫵🏻



Nb; author nya galak, gak usah kepikiran buat nge'jiplak 😾🫵🏻♧♧♧♧

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


By: mldnvnrc




Arla dan Alves berdiri mematung di hadapan dua naga raksasa yang baru saja muncul dari bayang-bayang lorong istana. Nafas keduanya memburu, namun tekad mereka tetap tak tergoyahkan. Naga-naga itu, dengan mata berkilauan seperti bara api, memandang langsung ke arah mereka, seolah menantang keberanian dan niat mereka untuk melangkah lebih jauh.

“Ujian ini mungkin merupakan penentu apakah kita layak memasuki istana Bradagrecia,” gumam Arla, matanya masih terpaku pada kedua naga yang mengintimidasi.

Alves mengangguk, meski jantungnya berdebar keras di dadanya. “Kita sudah sampai sejauh ini. Apa pun yang terjadi, kita harus hadapi.”

Salah satu naga mulai melangkah maju, menurunkan kepalanya hingga hanya beberapa meter dari mereka. Udara di sekitar menjadi semakin berat, dipenuhi aura magis yang intens. Dengan suara yang dalam dan menggema, naga itu berbicara,

“Siapakah kalian yang berani menantang penjaga gerbang istana? Hanya mereka yang memiliki hati yang murni dan tekad yang kuat yang akan diizinkan melangkah lebih jauh.”

Arla mengambil langkah maju, menunjukkan bahwa dia tidak gentar. “Kami adalah Arla dan Alves, datang ke Bradagrecia dengan membawa Sylvarion, naga penjaga kerajaan. Kami telah melewati banyak rintangan untuk sampai di sini, dan kami akan terus maju.”

Naga kedua, yang hingga saat itu diam, mengangkat kepalanya tinggi-tinggi dan berbicara dengan suara yang menggetarkan lorong. “Jika kalian ingin memasuki istana, kalian harus membuktikan keberanian, kecerdasan, dan keikhlasan kalian dalam menghadapi ujian kami. Kalian harus memilih salah satu dari kami untuk menjawab pertanyaan yang akan menentukan nasib kalian.”

Arla dan Alves saling berpandangan. Pilihan ini tak hanya soal kekuatan, tapi juga soal intuisi dan kepercayaan satu sama lain. Arla lalu berbalik menatap naga kedua yang berbicara lebih tenang, merasa bahwa pilihan ini harus didasarkan pada sesuatu yang lebih dalam dari sekedar insting.

“Kami memilih untuk menjawab pertanyaanmu,” kata Arla mantap, menatap naga kedua.

Naga itu mengangguk pelan, seolah puas dengan keputusan mereka. “Pertanyaan yang akan kuberikan tidak hanya menguji kecerdasanmu, tapi juga hatimu. Jawab dengan jujur dan kau akan diizinkan untuk melangkah lebih jauh. Ini adalah pertanyaan tentang kehidupan, kematian, dan pengorbanan.”

Arla dan Alves menahan napas. Ini bukan sekadar permainan kata-kata; ini adalah pertaruhan hidup mereka. Naga itu mulai bertanya, suaranya seperti angin yang mengalun lembut, namun tegas.

“Jika kau berada di hadapan dua pilihan yang sama-sama menyakitkan—mengorbankan orang yang kau cintai atau menyerahkan dirimu kepada takdir yang kau takuti—mana yang akan kau pilih, dan mengapa?”

Arla tertegun, menyadari betapa dalamnya makna dari pertanyaan itu. Alves menatapnya, menunggu jawabannya, mengetahui bahwa ini adalah ujian yang harus mereka hadapi bersama. Keheningan mencekam, hanya diiringi oleh denyut jantung yang makin cepat.

Arla menelan ludah, menatap naga di hadapannya, lalu berkata, “Aku akan memilih untuk menyerahkan diriku kepada takdir. Karena dalam pengorbanan diriku, aku berharap dapat melindungi orang-orang yang kucintai dan membebaskan mereka dari rasa sakit dan penderitaan. Hidupku adalah milikku untuk dikorbankan, bukan hidup mereka.”

Naga itu mengamati Arla dengan mata berkilauan, sebelum akhirnya menganggukkan kepalanya. “Jawabanmu menunjukkan keikhlasan dan keberanian yang sejati. Kau telah membuktikan dirimu. Kini tantangan dan pertanyaan berikutnya”

Naga itu mengangkat kepalanya lebih tinggi, memperlihatkan deretan sisik yang berkilauan seperti berlian di bawah cahaya redup. Arla dan Alves tetap berdiri tegak, meski mereka tahu ujian ini belum berakhir. Kedua naga itu saling bertukar pandang sebelum yang pertama berbicara kembali, suaranya menggelegar di seluruh lorong.

“Keberanianmu patut dihargai, namun masih ada satu hal lagi yang harus kalian buktikan sebelum diizinkan memasuki istana. Ujian ini akan menguji ikatan kalian, seberapa kuat kepercayaan kalian satu sama lain. Kami akan memberikan satu pilihan lagi, dan kali ini, pilihan kalian akan menentukan nasib kalian berdua.”

Arla dan Alves menahan napas, merasakan beratnya tanggung jawab yang kini berada di pundak mereka. Naga kedua kemudian membuka mulutnya, suaranya menggema dengan nada misterius.

“Di hadapan kalian akan muncul tiga pintu, masing-masing membawa ke tempat yang berbeda. Satu pintu akan membawa kalian ke keselamatan dan tujuan akhir kalian, satu pintu akan membawa kalian ke jalan penuh bahaya tanpa akhir, dan satu pintu terakhir akan memisahkan kalian untuk selamanya. Kalian hanya boleh memilih satu pintu, dan kalian harus sepakat dalam memilihnya.”

Tiba-tiba, di depan mereka muncul tiga pintu besar yang memancarkan aura magis, masing-masing dengan ukiran yang rumit dan penuh misteri. Pintu pertama berwarna emas dengan ukiran naga yang menjulang tinggi, pintu kedua berwarna perak dengan ukiran pohon kehidupan yang bercabang-cabang, dan pintu ketiga berwarna hitam dengan ukiran yang tidak bisa dikenali dengan jelas, seolah-olah terus berubah bentuk.

“Pilihlah dengan bijak, karena sekali kalian memilih, tidak ada jalan untuk kembali,” kata naga itu dengan tegas.

Alves melihat ke arah Arla, matanya penuh dengan kekhawatiran. “Bagaimana kita tahu pintu mana yang harus kita pilih? Ini seperti teka-teki tanpa petunjuk.”

Arla memandang ketiga pintu itu dengan seksama, mencoba mencari petunjuk tersembunyi. Dia kemudian mengingat sesuatu yang dikatakan oleh Sylvarion saat mereka berada di Lutter Library.

"Kadang, keselamatan terletak pada hal yang tampaknya paling tidak meyakinkan. Penampilan bisa menipu, tetapi hati yang murni akan selalu menemukan jalan yang benar."

“Aku rasa kita harus mempercayai insting kita,” kata Arla perlahan. “Pintu yang terlihat paling berbahaya mungkin sebenarnya adalah jalan yang benar. Kita harus mendengarkan apa yang hati kita katakan.”

Alves mengangguk, meski dia masih ragu. “Jika kita memilih pintu hitam, itu bisa jadi benar atau justru menjadi kehancuran kita.”

Arla menatap pintu hitam itu dengan tekad yang kuat. “Aku merasa ini yang benar, Alves. Kita harus berani mengambil risiko. Percayalah padaku.”

Setelah merenung sejenak, Alves menggenggam tangan Arla dengan erat. “Aku percaya padamu. Mari kita pilih pintu hitam itu.”

Dengan keputusan bulat, mereka berdua melangkah ke arah pintu hitam. Ketika mereka mendorong pintu itu terbuka, suara kedua naga bergema di belakang mereka, penuh dengan rasa hormat.

“Kalian telah memilih dengan hati yang murni dan keberanian yang sejati. Hanya mereka yang memiliki keyakinan yang kuat akan menemukan jalan yang benar di dalam kegelapan. Melangkahlah, dan buktikan bahwa kalian layak menjadi bagian dari Bradagrecia.”

Pintu itu terbuka lebar, dan Arla serta Alves melangkah ke dalam kegelapan, menuju nasib yang belum mereka ketahui. Di balik pintu, mereka dihadapkan pada lorong panjang yang diterangi cahaya samar, mengisyaratkan bahwa ujian mereka belum berakhir.




































Jangan lupa tinggakan vote baik sesudah dan sebelum kalian membaca😾

Falinn Heimur [Terbit✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang