Di dalam sebuah ruangan rawat VIP di Mayapada Hospital, terlihat seorang gadis sedang terbaring di atas brankar. Wajahnya terlihat pucat. Namun, sepertinya dia tidak mengalami luka yang cukup serius.
Di sebelahnya ada seorang pria yang duduk menemaninya dan menyibukkan dirinya untuk membaca koran.
Setelah beberapa saat akhirnya gadis yang tak lain adalah Arabella itu perlahan membuka matanya. Dia menatap sekelilingnya dan akhinya melihat Theo.
"Kak Theo ..." lirihnya, dan kini sudah merubah posisinya untuk duduk.
"Hati-hati, Bell ..." Theo membantunya untuk duduk.
Arabella berusaha untuk mengingat apa yang sudah terjadi, hingga pada akhirnya dia mulai mengingat semuanya. Jika dia terjatuh bersama Danzel di lautan di bawah Jembatan X. Dia mengingat jika Danzel berusaha untuk melindunginya sebelum mereka menyentuh lautan.
Arabella celingukan mencari sosok Danzel. Namun, di dalam ruangan ini hanya ada dirinya dan Theo saja.
"Papa dan mamamu saat ini sedang berada di luar kota. Sedangkan kak Galen masih mengurus sesuatu di ruang administrasi. Jadi hanya ada aku yang bisa menemanimu saat ini. Syukurlah kamu tidak mengalami luka yang serius." ucap Theo berusaha untuk menjelaskan semuanya.
"Kak, dimana Danzel?" tanya Arabella beralih menatap Theo.
"Danzel? Maksudmu adalah pria yang sudah berusaha untuk mencelakaimu itu?" tanya Theo dengan kening berkerut.
Arabella mengangguk, "Hm. Dimana dia?"
"Kak Galen sudah mengurusnya. Kamu tenang saja."
"Apa maksud kakak?" tanya Arabella bingung.
"Beberapa saat yang lalu pria itu berada di ruangan rawat sebelah karena mengalami patah tulang punggung. Namun, mungkin saat ini dia sudah akan dipindahkan dan ditahan." jawab Theo dengan raut wajah tenang, dan mengira jika Arabella akan merasa senang dan lega setelah mengetahui seseorang yang telah berusaha untuk mencelakainya kini akan diadili.
Arabella menuruni brankar dengan terburu dan segera meninggalkan ruangan rawatnya.
"Bell!" Theo berusaha untuk menahannya. Namun, gadis itu tak menghiraukanya.
Arabella terus berlari untuk mencari Danzel. Dia memasuki sebuah ruangan yang berada tepat di sebelah ruangannya dan melihat beberapa aparat kepolisian sedang mengawal seorang pria yang masih mengenakan pakaian rawat seperti dirinya.
Dengan cepat Arabella berlari ke arahnya dan menarik tangan pasien yang tak lain adalah Danzel.
"Apa yang sedang kalian lakukan?!" tanya Arabella memandang seluruh aparat kepolisian itu dengan tatapan waspada.
"Nona muda, kami hanya melakukan perintah dari Ajun Komisaris Polisi perwira pertama Galen untuk segera memindahkannya dan menangkapnya." ucap salah satu dari aparat kepolisian itu.
"Apa?! Mengapa kalian melakukan itu?!" tanya Arabella terkejut bukan main.
"Pria ini yang sudah berusaha untuk mencelakai nona muda Arabella saat berada di Jembatan X. Jadi dia akan segera mendapatkan hukuman." ucap pria dengan seragam aparat itu lagi.
Danzel tak berusaha untuk menyangkal semua tuduhan itu. Dia bahkan juga tidak berusaha untuk melawan ketika para aparat kepolisian berusaha untuk membawanya ke kantor kepolisian.
Pria yang selalu berkepribadian dingin dan datar itu bahkan tak bisa berkata-kata ketika Arabella berusaha untuk melindunginya. Dia hanya menatap Arabella dengan tatapan rumit dan tak mengerti, mengapa gadis itu selalu saja berusaha untuk melindunginya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Danzel ( TERBIT )
Teen Fiction"Lo nguntit gue?! Kenapa?!" Danzel berkata dingin dengan mata elangnya yang tajam. "Ka-karena gue suka elo ..." Arabella berkata ketakutan. "Bulshit!! Lo udah tau rahasia gue, lo harus lenyap!!" ** Danzel adalah seseorang yang sangat dingin dan ter...