Prolog

76 15 14
                                    

***

Hai, semuanya!

Ini adalah cerita pertamaku di Wattpad, dan aku sangat bersemangat untuk membagikannya dengan kalian!

Karena ini adalah pengalaman pertamaku menulis di sini, aku sangat berharap bisa mendapatkan dukungan dan masukan dari kalian. Jangan ragu untuk meninggalkan komentar, karena itu akan sangat membantu aku untuk berkembang lebih baik lagi.

TANDAI TYPO!

Terima kasih sudah mau membaca ceritaku. Semoga kalian menyukainya!
JANGAN LUPA UNTUK FOLLOW DULU AKUN AUTHOR SUPAYA DAPAT MENGETAHUI INFORMASI LAINNYA DARI SAYA.
SANTEK
Ig:@zahwasnti🤍

*
*
*

selamat membaca🤍

Minggu pagi itu, matahari bersinar cerah, memantulkan cahaya ke permukaan air kolam renang di halaman belakang sebuah rumah mewah. Suara riak air yang terpecah karena gerakan tubuh seorang laki-laki terdengar ritmis, seakan menenangkan. Laki-laki itu, dengan tubuh kekar dan otot yang terbentuk dari rutinitas latihan keras, sedang berenang bolak-balik di kolam renang. Setiap gerakannya tegas dan penuh tenaga, menunjukkan disiplinnya dalam menjaga fisiknya.

Dia adalah Reymond Rangga Reyfan Hermanouse, atau lebih dikenal dengan nama panggilan Rangga atau Rey oleh teman-temannya. Sosok yang selalu menjadi pusat perhatian, bukan hanya karena ketampanannya tetapi juga karena aura kuat yang terpancar darinya. Wajahnya yang tegas dengan rahang yang keras, hidung yang mancung, dan sepasang mata tajam membuat banyak orang merasa segan untuk mendekatinya, kecuali mereka yang memang sudah mengenalnya lebih dalam.

Dering telepon yang memecah keheningan pagi itu membuat Rangga menghentikan kegiatannya. Dia meluncur ke tepi kolam, mengangkat tubuhnya yang basah kuyup keluar dari air. Sambil mengambil handuk yang tergantung di dekatnya, Rangga berjalan menuju meja tempat teleponnya berdering. Sekilas, dia melirik layar yang menampilkan beberapa pesan dan panggilan tak terjawab dari teman-temannya. Namun, dia tidak terburu-buru untuk merespons. Baginya, tidak ada urgensi yang cukup penting untuk membuatnya tergesa-gesa.

Setelah mengeringkan tubuhnya, Rangga masuk ke dalam rumah. Ia menuju kamar mandi, membiarkan air hangat dari shower mengguyur tubuhnya yang berkeringat dari latihan pagi itu.

Sambil berdiri di bawah pancuran, pikirannya melayang pada apa yang telah ia rencanakan untuk hari ini.

Minggu pagi seperti ini seharusnya menjadi waktu untuk bersantai, namun tidak bagi Rangga. Dia sudah memutuskan bahwa hari ini akan menjadi hari penting, pertaruhan harga dirinya.

Hari itu adalah akhir pekan yang ditunggu-tunggu oleh banyak pekerja. Jalanan Jakarta yang biasanya padat dengan lalu lintas, pagi itu lebih lengang. Sinar matahari yang cerah menembus celah-celah gedung pencakar langit, memberikan suasana yang berbeda pada kota yang biasanya sibuk ini.

Rangga keluar dari rumahnya, mengenakan jaket kulit hitam yang menambah kesan sangar pada penampilannya. Ia melangkah ke garasi, di mana motor sport berwarna hitam kesayangannya sudah menunggu.

Motor itu bukan hanya sekedar alat transportasi bagi Rangga, melainkan perpanjangan dari dirinya-sesuatu yang mewakili kebebasan, kekuatan, dan kontrol.

Saat menyalakan mesin motornya, suara gemuruh dari knalpotnya menggelegar, memecah keheningan pagi.

Rangga mengenakan helm, kemudian menunggangi motornya dengan penuh percaya diri. Ia melaju di jalanan dengan kecepatan yang tetap terkontrol, menikmati setiap detik perjalanan itu. Baginya, perasaan angin yang menerpa wajahnya saat mengendarai motor adalah salah satu hal terbaik dalam hidup.

Raymond RanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang