Yunho menghela napas dalam-dalam saat matanya mengikuti gerak langkah putri kecilnya yang berlari-lari di taman, tawa ceria mengisi udara sore yang sejuk.
Umurnya baru empat tahun, namun energinya seolah tak ada habisnya, membuat Yunho sering merasa lelah. Namun, di balik semua itu, ia mencintai putrinya lebih dari apa pun di dunia ini.“Mama, lihat aku!” seru gadis kecil itu, melompat dari satu batu besar ke batu lainnya. Rambutnya yang hitam lebat melambai-lambai tertiup angin, dan matanya bersinar seperti dua bintang yang bersinar terang di langit malam. Yunho tersenyum melihat tingkah lucunya, meskipun di dalam hatinya ada sedikit kekhawatiran kalau-kalau ia terjatuh dan terluka.
“Lihat, sayang, jangan terlalu jauh!” teriak Yunho, meskipun dia tahu anaknya akan tetap berlari sesuka hati. Itulah yang membuat putri kecilnya begitu istimewa, kebebasan yang ia miliki, keberanian untuk menjelajah dunia dengan penuh semangat dan tawa. Yunho tahu ia tak bisa selalu melindunginya dari dunia, tapi ia berjanji untuk selalu berada di sampingnya, membimbing setiap langkah yang ia ambil.
Yunho mengingat hari-hari pertama ketika ia tahu bahwa dirinya mengandung. Perasaan campur aduk yang ia rasakan antara kegembiraan dan ketakutan, antara kebahagiaan dan kecemasan. Sebagai seorang laki-laki yang mengandung, dia tahu hidupnya akan berubah selamanya, dan dia siap menghadapi segala konsekuensi dari keputusannya untuk membawa anak ini ke dunia. Meskipun banyak orang meragukan kemampuannya, menanyakan bagaimana mungkin seorang laki-laki bisa mengandung dan melahirkan, Yunho tidak pernah ragu. Ia tahu ini adalah takdirnya.
Sembilan bulan yang panjang itu penuh dengan tantangan dan keindahan yang luar biasa. Setiap pagi yang diisi dengan rasa mual, setiap malam yang panjang dengan kaki yang bengkak dan punggung yang pegal, semuanya sepadan ketika Yunho merasakan gerakan pertama dari bayi di dalam perutnya. Itu adalah momen yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, momen di mana ia merasa benar-benar terhubung dengan makhluk kecil yang tumbuh di dalam dirinya. Setiap tendangan kecil, setiap gerakan lembut, seperti komunikasi diam-diam antara mereka berdua.
Ketika hari itu akhirnya tiba, Yunho tahu hidupnya akan berubah selamanya. Dia bisa merasakan kontraksi datang lebih sering, lebih kuat, dan dia tahu bahwa dia harus siap menghadapi rasa sakit yang akan datang. Namun, di antara rasa sakit yang memuncak itu, ada kegembiraan yang tak terlukiskan. Kegembiraan karena akhirnya akan bertemu dengan anaknya, makhluk kecil yang telah tumbuh di dalam dirinya selama berbulan-bulan.
Saat ia berjuang melewati setiap kontraksi, peluh mengalir deras di dahinya, dan tangannya mencengkeram kuat seprai rumah sakit, Yunho hanya bisa berpikir tentang satu hal: cintanya pada anak yang akan segera ia lahirkan. Setiap tarikan napas, setiap jeritan, semua itu terasa sepadan ketika ia akhirnya mendengar tangisan pertama dari putrinya.
Tangisan yang nyaring, penuh semangat hidup. Tangisan yang langsung membuat hatinya luluh, membuat semua rasa sakit dan lelah menguap begitu saja. Yunho ingat bagaimana air mata bahagia mengalir di pipinya ketika ia pertama kali melihat wajah mungil itu. Wajah yang begitu mirip dengannya, dengan mata bulat yang penasaran dan bibir kecil yang merah muda.
Sekarang, empat tahun kemudian, ia melihat putrinya berlari-lari di taman dengan energi yang tampaknya tidak ada habisnya. Kadang-kadang, dia merasa lelah, tubuhnya masih menyimpan bekas-bekas kelelahan dari masa kehamilan dan persalinan, tetapi cinta yang ia rasakan untuk anaknya tidak pernah berkurang. Bahkan, setiap hari yang mereka lalui bersama membuat cintanya tumbuh semakin besar, semakin kuat.
“Mama, ayo main sama aku!” seru putrinya, menarik Yunho keluar dari lamunannya. Gadis kecil itu mendekatinya dengan napas terengah-engah, pipinya merah karena berlari, tapi senyumnya tetap cerah. “Ayolah, Mama, kejar aku!”
Yunho tertawa pelan, lalu berdiri dari bangku taman. Ia tahu tubuhnya mungkin akan merasa lelah setelah ini, tapi itu tidak masalah. Tidak ada yang lebih penting dari melihat senyum di wajah putrinya, dari mendengar tawa riangnya yang menggema di antara pepohonan.
“Baiklah, baiklah,” katanya sambil mulai berlari pelan mengejar gadis kecil itu, senyum tak pernah hilang dari wajahnya. “Mama akan menangkapmu!”
Mereka berlari bersama, di tengah taman yang luas, di bawah langit biru yang cerah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Buxom Episode • All × Yunho
Fanfictionbottom!Yunho / Yunho centric ©2021, yongoroku456