Chapter 16 - Bye, Netherrealm

119 20 10
                                        

Happy Reading🏹

Saat Savior akhirnya memutuskan untuk keluar kastil mencari Halfoy yang tak kunjung ia temui sejak terbangun, Caspian perlahan melangkah keluar dari kamar setelah selesai berbincang dengan Savior. Langkahnya menuju kamar Hannah, adik kecilnya yang tadi memanggilnya. Namun, ketika ia sampai di depan pintu kamar, ia melihat pintu yang sedikit terbuka dan mendapati Hannah sudah kembali tertidur. Napas kecilnya terdengar lembut, seolah dunia di sekitarnya begitu damai. Senyum kecil muncul di wajah Caspian, merasa lega melihat adiknya dalam kedamaian seperti itu.

Perhatiannya kemudian teralihkan ketika ia melihat sosok Ratu Mile duduk di dekat jendela, sinar matahari pagi yang hangat menyelimuti tubuh wanita itu. Tanpa suara, Caspian mengubah arah langkahnya, mendekati Rtu Mile yang tampak tenggelam dalam aktivitasnya. Tangannya bergerak dengan ketelitian, merajut benang berwarna hangat yang tampak hampir selesai.

“Bunda, sedang apa?” tanya Caspian dengan suara lembut, takut mengganggu keheningan yang nyaman di ruangan itu.

Ratu Mile menoleh sejenak, menatap Caspian dengan senyum hangatnya. “Sedang menyelesaikan sesuatu untukmu,” jawabnya singkat, kembali fokus pada rajutannya.

Caspian duduk di sampingnya, memperhatikan bagaimna jari-jari Ratu Mile bekerja dengan teliti. Ia tidak melihatnya merajut sebelumnya, namun kini rajutan itu hampir selesai. Dalam diam, ia mengagumi ketelitian dan kesabaran yang terpacar dari setiap tarikan benang itu, persis seperti sikap yang selalu terpancar dari sosok Ratu Mile itu sendiri.

Setelah beberapa saat, Ratu Mile akhirnya menyelesaikan rajutannya. Ia memandang hasil karyanya sejenak, senyum bangga menghiasi wajahnya. Dengan lembut, ia memakaikan syal rajut itu pada leher Caspian. Caspian merasakan kehangatan dari benang yang menyentuh kulitnya, tetapi lebih dari itu, ia merasakan kehangatan yang jauh lebih dalam—cinta dan perhatian seorang ibu.

Senyum tipis terlukis di wajah Caspian saat ia meraba syal yang sekarang menggantung di lehernya. "Terima kasih, Bunda," bisiknya, suaranya nyaris hilang dalam keharuan yang menyelimuti hatinya.

Namun, suasana haru itu sedikit berubah ketika Ratu Mile berbicara lagi, "Bawa itu ketika kau pulang ke Neverland nanti."

Caspian menoleh, menatap wajah Ratu Mile yang kini tampak penuh pertimbangan. Ia bisa merasakan ada berat dalam kata-kata yang diucapkan Ratu, seolah wanita itu sebenarnya tidak ingin mengatakannya. Ada sejumput kesedihan yang tergambar di mata Ratu Mile, namun ia tetap tersenyum, mencoba menyembunyikan perasaan yang mungkin ia sendiri tidak ingin tunjukkan.

“Bukankah tempat Avi di sini? Neverland terasa jauh sekarang,” Caspian mencoba untuk tetap menyebut dirinya Avi, nama yang Ratu Mile berikan padanya sejak ia berada di tempat ini. Bagi Caspian, nama itu bukan sekadar panggilan, tetapi identitas yang sudah melekat padanya selama ia tinggal di sini.

Ratu Mile menggeleng pelan, masih tersenyum, tetapi senyumnya kini tampak dipenuhi dengan rasa pedih. “Biar bagaimanapun juga, tempatmu di Neverland, bukan di sini,” katanya menyadarkan Caspian.

Caspian mengerutkan kening. “Avi bahkan tidak tahu bagaimana caranya untuk kembali ke Neverland,” jawabnya.

Ratu Mile kemudian mengangkat tangan dan membelai wajah Caspian dengan lembut. Sentuhan itu penuh kasih, seperti seorang ibu yang menghibur anaknya yang kebingungan. “Kau, Caspian, bukan Avi,” bisik Ratu Mile dengan lembut. “Bukan tanpa alasan para kembaranmu bisa sampai ke tempat ini. Mereka juga pasti akan mengusahakan semuanya agar kau bisa kembali bersama mereka.”

Kata-kata itu menembus hati Caspian, membuatnya terdiam sejenak. Ia tahu Ratu Mile benar. Para saudara kembarnya pasti akan melakukan apa saja untuk membawanya kembali ke Neverland, tempat asal mereka. Ia menundukkan kepala, memikirkan bagaimana mereka bisa sampai di sini dan mungkin bagaimana mereka akan kembali. Namun, pikiran itu juga membawanya pada perasaan berat yang lain—perasaan harus meninggalkan keluarga barunya di sini. Ia melirik Hannah yang tertidur lelap, merasakan sejumput kesedihan menyelusup ke dalam hatinya. 

𝐀𝐫𝐫𝐨𝐰 𝐨𝐟 𝐕𝐞𝐧𝐠𝐞𝐚𝐧𝐜𝐞 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang