03 - Selir sang Duke

26 5 0
                                    

Jangan lupa vote ya, comment juga yuk:))

*
*
*

* * *

Napasnya tampak memburu, ia meremas kedua tangannya panik. Hadeon memperhatikan Elysia yang perlahan-lahan melepaskan sarung tangannya. Sarung tangan itu membungkus rapat kulitnya dengan sangat ketat, seperti pakaiannya yang menutupi seluruh tubuhnya, tidak memperlihatkan satu inci pun kulitnya. Gadis itu melepasnya dengan gerakan pelan hingga udara di sekelilingnya terasa menyesakkan.

Setelah jeda sesaat, gadis itu mengulurkan tangannya yang telanjang ke arah Hadeon. Itu adalah isyarat yang sederhana, tetapi Hadeon merasakan gelenyar panas yang luar biasa seolah-olah gadis itu melemparkan tubuh telanjangnya ke arahnya.

Saat netra jelaganya menatap tangan gadis itu, sebuah hasrat yang tak bisa ia jelaskan menyerang pertahanan dirinya.

'Apa ini...?'

Untuk sesaat, Hadeon meragukan reaksi tubuhnya sendiri. Bahkan ia bisa merasakan ketegangan pada otot-ototnya tanpa bisa mengendalikannya.

"Jika tuan menyentuh tangan saya, maka tuan akan segera mengetahuinya."

Mata Elysia, yang berkilau, menatapnya dengan tatapan yang intens.

Secara naluriah ia tahu bahwa sang Duke sedang meragukan tindakannya. Terdengar tidak masuk akal. Bagaimana bisa makhluk terkuat yang bahkan hanya dengan satu gerakan tangannya bisa dengan mudah mengambil nyawanya itu mewaspadai tangan ramping yang ia ulurkan.

Hadeon tampaknya juga menyadari hal itu. Mungkin karena harga dirinya yang terluka, atau barangkali ia tidak bisa menahan rasa ingin tahu yang membuncah minta diselesaikan itu. Tangannya bergerak cepat, seperti seekor pemangsa yang mengincar mangsanya--dengan cepat dan tepat. Tangan Hadeon yang berurat merengkuh kulit tangan yang pucat itu dengan pelan.

Tepat saat itu, Elysia tahu bahwa Hadeon Lark sudah mengerti situasinya.

'Ah!'

Tanpa sadar ia menjilat--membasahi bibirnya yang kering.

Itu adalah sebuah ledakan lega tanpa suara. Bahkan hanya dengan sentuhan tangan mereka yang berlangsung singkat itu, sensasi kuat yang belum pernah ia rasakan sebelumnya menyelimuti Elysia seperti sebuah gelombang.

Elysia bertahan selama beberapa saat, merasa seakan-akan tangannya yang ada dalam genggaman pria itu sedang dilahap, seakan-akan ia bisa saja pingsan.

Hanya dengan tiga jari pria berkulit tan itu, seluruh tangan putihnya terbalut sempurna. Ibu jarinya menekan telapak tangannya dengan lembut, dan jari telunjuk, jari manis, dan jari tengahnya melingkari ujung tangan kecilnya, menekan dengan kuat sebelum mencengkeram kasar dan meremasnya lagi. Sepersekian detik kemudian, seakan tak cukup, tangannya ditarik secara paksa.

"Ugh! Sa-sakit, tuan."

Seperti mangsa lemah di hadapannya. Elysia menguatkan diri agar pria itu tidak menyerangnya dengan kejam.

Untuk saat itu, Elysia memutuskan untuk tidak melawan.

Namun, saat Elysia mengatupkan gigi gerahamnya pada puncak sensasi yang hampir membuat bulu kuduknya meremang, pria itu melepaskan tangannya terlebih dahulu.

Istri sang Singa Merah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang