4

121 11 0
                                        

You can't publish my story on another website without my permission because thinking about the plot is difficult that I even stay up all night.

Tidak boleh publikasikan ceritaku di website lain tanpa seizinku karena memikirkan alur cerita itu sulit sekali bahkan aku sering begadang.

Happy reading

🍩 Kabar buruk dari Axe

Kebiasaanku saat sekolah adalah memperhatikan adikku. Aku dan Axe berbeda kelas. Adikku memang sangat pintar dibandingkan diriku. Karena ia pintar, sering kali dimanfaatkan oleh orang-orang di sekitarnya.

Lihat saja sekarang, segerombolan pemuda mengepung adikku. Aku berlari ke arah Axe untuk melindunginya. Mereka nampak kaget melihat kehadiranku.

"Untuk apa kalian mengusik adikku, Teach?" tanyaku datar.

"Kami hanya menyapa Axe," jawab Burgess dengan santai.

"Aku tidak percaya," ujarku datar.

Aku memegang tangan kanan Axe dengan kuat, menariknya menjauh dari mereka tanpa banyak bicara.

Di area belakang sekolah, aku berhenti untuk memeriksa keadaan Axe. Aku memperhatikan wajahnya, memastikan tidak ada luka serius. Axe hanya menatapku dengan tatapan polosnya yang biasa.

"Ada apa?" tanya Axe, bingung.

"Tidak ada," jawabku singkat.

Aku pergi begitu saja, meninggalkan Axe yang tampak kebingungan. Aku tidak tahu kenapa, tapi aku selalu canggung untuk menunjukkan bahwa aku peduli padanya.

Tiba-tiba, langkahku terhenti oleh sebuah pertanyaan.

"Niichan, penyakit leukimia itu apa?" tanya Axe dari belakangku.

Tubuhku kaku mendengar pertanyaan itu. Ada rasa takut yang langsung menjalari diriku. Aku tahu penyakit itu, dan aku tahu betapa bahayanya.

"Itu penyakit yang cukup berbahaya," jawabku akhirnya, mencoba menenangkan diriku sendiri.

"Berarti aku juga akan meninggal?" tanya Axe pelan, seperti menembakkan peluru tepat ke dadaku.

"Kau tidak akan pergi sendirian," jawabku cepat.

"Mengapa begitu?" tanya Axe lagi, terlihat bingung.

"Kita kembar. Takdir kita juga tidak akan jauh berbeda," jawabku, mencoba tersenyum.

Axe terdiam sejenak, lalu berkata, "Menurutku tidak. Buktinya niichan kuat, sementara aku lemah."

Aku memutar tubuh, menatapnya serius. "Stadium berapa?" tanyaku.

"Stadium dua," jawab Axe pelan.

"Sejak kapan?" tanyaku lagi, menahan emosiku yang mulai memuncak.

"Entahlah. Itu pemeriksaan terakhirku minggu lalu," jawab Axe dengan nada tak acuh.

Aku menatapnya tajam. "Kau tidak berbohong, kan?"

Dia hanya menunduk, menghindari tatapanku. Aku tahu dia sedang menyembunyikan sesuatu.

"Sudah lama?" tanyaku memastikan.

Akhirnya, dengan suara pelan, dia menjawab, "Sekitar satu tahun lalu."

Dadaku serasa dihantam palu. "Kenapa kau tidak bilang sejak dulu?" tanyaku, mencoba menahan amarah dan rasa bersalahku.

"Karena niichan tidak sayang padaku. Aku pikir itu bukan hal yang penting," jawab Axe polos, tapi setiap kata itu terasa seperti belati yang menusuk hatiku.

Aku terdiam, tidak bisa berkata apa-apa. Betapa buruknya diriku sebagai kakak sampai adikku berpikir seperti itu.

"Aku sayang padamu," ucapku akhirnya, mencoba menunjukkan ketulusanku.

"Niichan tidak tulus," jawab Axe sambil menatapku datar.

Aku hanya bisa menghela napas. Axe memang sangat menyebalkan, dan dia sering sekali mengadu pada orang tua kami tentang tingkahku. Tapi kali ini, aku merasa aku yang salah.

Ketika aku mencoba mendekatinya, Axe tiba-tiba berlari pergi. Aku hanya berdiri diam, membiarkan dia pergi.

Aku berjalan ke kelasku dengan pikiran yang berat. Begitu aku masuk, Marco langsung menghampiriku.

"Suram amat wajahmu," komentar Marco.

"Adikku punya penyakit leukimia," jawabku tanpa basa-basi.

Marco terdiam sejenak, lalu berkata, "Itu berbahaya sekali."

"Begitulah," jawabku singkat.

"Kau nggak ada niatan mengajak adikmu jalan-jalan?" tanya Marco.

"Entahlah. Aku sedikit canggung melakukan hal seperti itu," jawabku jujur.

"Kalau begitu, jangan heran kalau suatu hari adikmu merasa kau nggak peduli," kata Marco.

"Kurasa kau benar," jawabku.

"Aku cuma bercanda, Ace," kata Marco sambil tertawa kecil.

"Tapi adikku benar-benar berpikir aku tidak menyayanginya," ucapku pelan.

"Kalau begitu, ini saat yang tepat. Ajak dia jalan-jalan, bangun hubungan kalian lagi," saran Marco.

"Saran bagus," jawabku.

Ketika jam pelajaran selesai, aku langsung berlari menuju kelas Axe. Tapi, dia sudah tidak ada di sana. Kemana dia pergi? tanyaku dalam hati.


🍩 Membuat Ace terkejut

As Twins

Jangan lupa tinggalkan vote, komentar dan kritikan agar penulis semakin bersemangat menulis

Sampai jumpa

Bonus dari penulis

Rabu 28 Agustus 2024

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rabu 28 Agustus 2024

✔️ Portgas D Ace Twins (oc male reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang