Sal-Ron Mabar

288 23 4
                                    

Salisa tak pernah menyangka dalam perjalanan hidupnya ia akan merasakan pedihnya patah hati. Dalam bayangannya, cinta tak sekotor dan semenyakitkan ini. Dalam pikirannya, cinta tak akan membuat tubuhnya juga merasa sakit. Dalam bayangannya, cinta itu menyenangkan, penuh kasih sayang, seperti cinta ayahnya kepada ibunya, seperti kasih sayang kakak laki-lakinya terhadap dirinya. Namun, nyatanya, cinta membuatnya serapuh ini. Cinta membuatnya merasakan sakit yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Dadanya selalu terasa sakit saat teringat kejadian memalukan itu.

Beribu-ribu komentar negatif orang lain datang terhadap dirinya, namun tak ada satu pun yang membuat hatinya terluka. Ia tahu, mereka semua tak tahu kejadian sebenar-benarnya. Tak apa, biarlah semua itu menjadi tabungannya untuk di akhirat nanti. Perasaan penuh penyesalan selalu datang tiba-tiba menyeruak dalam dadanya.

"Gue nggak pantas buat siapa-siapa," ucap Salisa dalam tangisnya.

"Gue nggak pantas buat siapa-siapa."

"Gue nggak pantas buat siapa-siapa."

Kalimat-kalimat itu berulang kali Salisa ucapkan sambil menangis di sudut kamar apartemennya.

Tidak ada yang tahu bahwa Salisa masih hancur. Tidak ada yang tahu bahwa Salisa memendam rasa sakitnya. Kepura-puraan yang ia tampilkan di depan teman-temannya semata agar mereka tak mengkhawatirkan dirinya, agar ia masih bisa dilihat teman-temannya sebagai Salisa yang kuat, bukan Salisa yang lemah.

Namun, pagi ini, Salisa tak mampu lagi menahan rasa sakit yang ia rasakan. Di sudut kamar apartemennya, Salisa menangis. Entah sudah berapa lama ia terduduk di pojok ruangan itu. Kenangan-kenangan manis bersama Gama tiba-tiba terlintas, membuat hatinya bertambah sesak, dan dadanya terasa sakit. Sesulit ini ternyata merelakan.

"Gue salah apa?"

"Gue kurang apa buat lo?!"

"Gu... gue kurang... a... apa..."

Tangisnya tak kunjung reda, sesaknya semakin menjadi-jadi. Pikirannya sulit sekali ia kendalikan. Salisa terbangun dari duduknya, lalu mengambil cutter kecil di laci kamarnya. Dengan sengaja, Salisa menyayat pergelangan tangan kanannya. Tak terasa apa pun, sakit di hatinya lebih dari itu. Ia terus-menerus menyayat tangannya, tetes demi tetes darah mengalir, hingga tiba-tiba terdengar ketukan pintu apartemen. Salisa terhenti, kesadarannya kembali.

Pagi itu, Ronald sudah berada di depan apartemen Salisa lebih awal dari biasanya. Mereka punya rencana untuk manggung di Festival Musik di Bogor, dan Ronald ingin memastikan semuanya berjalan lancar. Ia mengetuk pintu dengan keras, berusaha menahan kegugupannya. "Ca! Buka pintunya! Ini gue, Ronald!" suaranya memecah keheningan pagi.

Salisa, yang sejak tadi duduk meringkuk di sudut kamarnya, mendengar suara Ronald. Tangisnya belum berhenti, dan rasa sakit di dadanya masih terasa begitu kuat. Namun, ketika suara Ronald memanggilnya, ia merasa ada sesuatu yang menariknya kembali ke kenyataan. Dengan tangan gemetar, ia meletakkan cutter yang masih berlumuran darah di lantai, mencoba menenangkan diri.

Ketukan di pintu semakin keras, disertai suara Ronald yang penuh kekhawatiran. "Ca! Lo di dalam kan? Buka pintunya, dong!"

Dengan sisa tenaga, Salisa berdiri dan berjalan ke pintu. Tubuhnya terasa lemas, dan darah yang mengalir dari pergelangan tangannya mulai membuat lantai lengket di bawah kakinya. Ketika ia berhasil membuka pintu, Ronald langsung mendorongnya dengan keras, matanya langsung menangkap pemandangan yang membuatnya terdiam sejenak. Salisa berdiri dengan tubuh gemetar, dan darah mengalir dari pergelangan tangannya.

"Ca, lo ngapain?!"

Salisa hanya diam berdiri dengan airmata yang tak kunjung reda.

"Gue di sini, tenang, oke?" Ronald segera memeluknya, menahan tubuhnya yang hampir jatuh. Rencananya untuk bersiap-siap manggung mendadak terlupakan saat ia melihat kondisi Salisa.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 06 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Idol's (Sal-Ron)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang