Bagian dua; perkenalan

29 5 0
                                    


Pagi itu, matahari menyapa lembut di atas Villa Melodia, sebuah tempat terpencil yang jauh dari hiruk-pikuk kota. Udara sejuk menyelemuti taman villa, di mana pepohonan rindang berbisik bersama angin. Villa yang penuh pesona dan misteri ini akan menjadi saksi bisu dari perjalanan waktu yang membawa kenangan lama kembali terungkit. Di sini, para peserta reality show "Nostalgic Bonds: The Exes Escape" akan menghabiskan tiga hari dua malam, terisolasi dari dunia luar, untuk menghadapi masa lalu yang mungkin belum selesai.

Di tengah taman yang asri, para peserta berkumpul di sekitar meja kayu panjang yang telah disiapkan oleh kru acara. Sarapan pagi telah disajikan, dan suasana canggung mulai terasa. Masing-masing dari mereka mencoba menyembunyikan kegugupan di balik senyuman ramah, sementara pikiran mereka melayang pada kenangan-kenangan yang sulit diabaikan.

Gabriell, seorang mahasiswa kedokteran semester tujuh, menjadi yang pertama berbicara, "Hai, semua. Sepertinya kita akan banyak berbagi cerita di sini. Gue Gabriell, mahasiswa kedokteran, dan... well, i don't know apa yang akan terjadi di acara ini, tapi semoga aja kita semua bisa melewati ini dengan baik." Suaranya terdengar tenang, namun di balik senyumannya, ada sedikit kegelisahan.

Michael, dengan gaya khas anak teknik, mencoba memecah kecanggungan. "Haha, ini kayak reuni kecil-kecilan ya. Kenalin gue Michael, mahasiswa teknik. Gue sih cuma berharap bisa menikmati waktuku di sini, nggak terlalu mikirin yang berat-berat dulu."

Jonathan, yang duduk tak jauh dari Michael, mengangguk sambil tersenyum tipis. " Hai Jonathan di sini, mahasiswa arsitektur. Jujur, gue pun juga nggak tahu apa yang akan terjadi, tapi... mungkin ini kesempatan yang baik untuk refleksi kita masing-masing." Sejenak pandangannya sempat tertuju pada seseorang sebelum dia mengalihkan matanya ke arah taman yang hijau.

Suasana mulai mencair sedikit demi sedikit, lanjut dengan Rakala, mahasiswa DKV yang duduk di samping Jonathan, ikut tertawa. "Ya, semoga aja acara ini bakal seru. Kenalin gue Rakala, dan gue suka banget sama gambar. Mungkin nanti aku bisa sketch taman ini, siapa tahu bisa jadi kenangan yang cukup memorable."

Nathanael, mahasiswa seni musik, tersenyum tipis. "Kedengarannya ide yang bagus. Gue Nathanael, suka main musik, terutama piano. Mungkin nanti kita bisa bikin sesi musik bareng, biar suasana lebih rileks."

Di ujung meja, Jimmy, yang tampak lebih muda dari yang lain, angkat bicara dengan nada sedikit malu-malu. "Hai, Gue Jimmy. Mahasiswa teknik sipil semester lima. Kayaknya gue yang paling junior di sini, tapi senang bisa kenal kalian semua."

Candra, mahasiswa psikologi, mengangguk sambil menyodorkan tangannya ke Jimmy. "Gak apa-apa, Jimmy. Gue Candra, psikologi semester 5 juga. Kalau ada yang mau curhat, bisa banget, haha. Bercanda. Tapi serius, semoga kita bisa saling support di sini."

Terakhir, Jayden, mahasiswa kedokteran bedah yang baru saja masuk semester satu, memperkenalkan diri dengan senyuman hangat. "Halo, gue Jayden. Maybe gue nggak terlalu banyak pengalaman, jadi mungkin gue akan lebih banyak belajar dari kalian. Senang dapet kesempatan buat ada di sini."

Setelah perkenalan singkat, suasana perlahan mulai mencair. Mereka mulai mengobrol tentang hal-hal ringan seperti kuliah, hobi, dan kehidupan sehari-hari, namun di balik setiap senyuman dan tawa, masing-masing dari mereka merasakan sedikit ketegangan, mengetahui bahwa dalam beberapa hari ke depan, mereka akan menghadapi masa lalu yang mungkin masih menyimpan luka.

**

"Tamannya bagus deh, sejuk banget pagi ini," ujar Natanael sambil menghirup udara segar.

Jonathan mengangguk, "Iya, bener. Taman ini kayaknya bakal jadi tempat favorit gue selama di sini."

Michael menyelutuk dengan nada bercanda, "Setuju. Tapi, gimana ya kita bisa nyaman di sini kalau ada kamera di mana-mana? Rasanya agak was-was buat gue yang nggak sering kesorot."

"Hahaha, yaudah pretend aja kalau kamera itu nggak ada. Jadi lebih natural," timpal Rakala dengan senyum lebar.

"Atau kita bikin acara kita sendiri, kayak jam session musik atau apa gitu. Biar nggak tegang," usul Nathanael sambil melirik Jimmy.

Jimmy yang duduk tak jauh darinya tersenyum kecil, "Wah, jam session? Boleh juga tuh, gue juga bisa kak main gitar dikit-dikit."

Candra menambahkan dengan semangat, "Jadi ada Nathanael di piano, Jimmy di gitar... siapa lagi yang mau ikutan?"

Jayden ikut angkat suara, "Gue bisa bantu nyanyi, tapi jangan ketawa ya kalau suaranya sumbang."

"Hahaha, nggak ada yang berani ketawa kok, Jayden," kata Michael dengan tawa yang menular.

Gabriell tersenyum lembut, "Sounds fun. Gue nggak bisa main musik, tapi gue bisa jadi penonton yang baik."

Jonathan menyela dengan tenang, "Kalau gitu, gue juga jadi audience aja, menikmati penampilan kalian aja."

"Ntar kalau mood ,gue bikinin sketch momen hari ini, sementara ntar gue foto dulu buat kenang-kenangan," tambah Rakala, matanya berbinar membayangkan ide itu.

Nathanael mengangguk setuju, "Setuju, itu bakal keren banget. Gue suka nih momen-momen spontan kayak gini."

Jimmy menatap langit sejenak sebelum berkata, "Mungkin itu yang bikin kita nyaman di sini, momen-momen sederhana tapi berkesan."

Candra mengangguk penuh pengertian, "Dan kalau kita butuh ngobrol, inget ya, gue selalu siap dengerin."

"Thanks, Candra. I think nantinya kita semua bakal butuh sesi ngobrol di sini," jawab Gabriell, sedikit lega mendengar tawaran itu.

Michael menambahkan dengan nada santai, "Yup, dan jangan lupa, kita di sini buat have fun juga."

Jonathan dengan suara rendah mengingatkan, "Tapi tetap, jangan lupakan tujuan utama kita di sini."

Jayden mengiyakan dan menyaut dengan sedikit gurauan, "Bener. Walaupun ini terasa kayak liburan, tapi kita punya misi terselubung dari acaranya."

Gabriell mengangguk, "Betul, misi untuk berdamai dengan masa lalu. Semoga kita bisa melalui ini dengan baik."

"Dengan support satu sama lain, maybe gue sih yakin kita bisa," kata Nathanael penuh keyakinan.

Rakala tersenyum lebar, "Setuju. Dan siapa tahu, kita bisa menemukan sesuatu yang lebih dari sekedar closure di sini."

Jimmy mengangguk kecil, "Mungkin aja. Siapa yang tahu apa yang akan terjadi."

Candra menambahkan dengan bijak, "Yang jelas, mari kita nikmati setiap momennya, tanpa terlalu memikirkan akhir dari acara ini."

Jonathan setuju, "Betul, gue suka cara mikir lo, Can. Fokus pada saat ini, bukan pada hasil akhirnya."

Gabriell dengan penuh harap berkata, "Dan kalau ada momen-momen sulit, kita hadapi bersama dalam waktu singkat ini. Maybe?"

Michael dengan nada menguatkan menimpali, "Yes, we're all in this together. Siapapun yang butuh bantuan, jangan ragu untuk bilang."

Jayden tersenyum, "Gue setuju. Ini bakal jadi pengalaman yang nggak terlupakan."

"Dan kita punya tiga hari untuk menciptakan kenangan baru, yang mungkin lebih baik dari yang dulu," tambah Rakala penuh semangat.

"Cheers untuk perjalanan kita, guys. Let's make it memorable," Nathanael menutup percakapan dengan semangat yang membara di matanya.

Pagi di taman villa itu membawa angin segar yang perlahan menghilangkan kecanggungan di antara mereka. Setiap tawa, setiap candaan, dan setiap kata yang diucapkan menciptakan ikatan baru yang tak terduga. Meskipun mereka datang dengan masa lalu yang penuh kenangan, harapan untuk menemukan kedamaian dan mungkin kebahagiaan baru mulai tumbuh di hati masing-masing.

Dengan setiap percakapan yang mengalir, mereka mulai merasakan bahwa tiga hari dua malam di villa ini bukan hanya tentang menghadapi masa lalu, tetapi juga tentang menciptakan masa depan yang lebih baik, di mana luka-luka lama bisa sembuh dan harapan baru bisa bertumbuh.

THE EXES ESCAPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang