Prolog

147 32 37
                                    


Seorang gadis menyusuri koridor dengan langkah terburu. Ia melajukan langkahnya cepat menuju perpustakaan dengan setumpuk buku paket di tangannya. Dia Melodia Aluna tokoh utama dalam kisah ulung ini. Gadis cantik, penuh keceriaan yang terkenal dengan kecerdasannya dan sifat galaknya.

Aluna mengedarkan pandangannya pada sekeliling koridor, kondisi sekolah tampak sudah benar-benar sepi. Sepertinya ia akan jadi siswa yang pulang terakhir untuk hari ini.

Aluna semakin mempercepat langkahnya. Ingin rasanya ia berlari agar bisa segera tiba di perpustakaan. Namun sayang, setumpuk buku itu menghalangi pandangannya.

"Masih ada enggak ya orang didalam?" Gumam Aluna saat tiba didepan pintu perpustakaan.

Gadis itu melangkahkan kakinya ragu untuk masuk kedalam perpustakaan, ia tampak mengedarkan pandangannya pada penjuru perpustakaan yang tampak begitu sepi. Tak ada tanda-tanda orang lain, selain dirinya disini.

"Kenapa harus gue sih yang bawa buku ini ke perpustakaan? Kan banyak murid lain yang bisa". Gumam Aluna malas.

Aluna mempercepat langkahnya menuju rak berisi kumpulan buku paket kelas XI. Ia mulai memasukan satu persatu buku yang berada di tangannya pada rak kosong itu, Aluna berusaha melakukan itu dengan cepat. Entah mengapa hawa perpustakaan menjadi cukup menyeramkan kalau sedang sepi begini.

𝘽𝙧𝙪𝙠!

Aluna tiba-tiba ditabrak oleh seorang yang entah datang dari mana. Aluna mendengus melihat kumpulan buku yang tadi tertata rapi pada raknya kini tercecer diatas lantai.

Aluna menatap cowok itu nanar. "Bisa enggak sih kalo jalan itu liat-liat?! Nambah-nambahin kerjaan orang aja" Kesal Aluna.

Laki-laki itu memundurkan dirinya beberapa langkah. Ia seolah terkejut dengan adanya Aluna di perpustakaan, atau mungkin ia terkejut karena suara galak Aluna? Entahlah author juga kurang tahu.

Laki-laki menatap Aluna sekilas dengan ekspresi datar, lalu kembali beralih pada ponselnya. Ponselnya seolah menawarkan sesuatu yang lebih menarik dibandingkan gadis cantik dihadapannya.

Aluna memungut satu persatu buku yang berserakan di lantai, lalu menyusunnya kembali pada tempat semula. Ingin rasanya ia melempar salah satu buku pada wajah laki-laki yang berdiri tak jauh darinya itu. Namun itu tak akan mungkin Aluna lakukan, karena akan membuang waktu. Terlebih lagi ia harus segera pulang sebelum hari semakin sore.

"Lo punya hati enggak sih?! Enggak ada rasa bersalah sedikitpun apa udah jatuhin buku satu rak?! Seenggaknya bantuin kek, jangan cuma diem doang" Jengkel Aluna, kesabarannya benar-benar di uji saat ini.

Lelaki itu menyimpan ponselnya pada saku celananya. Kalian pikir laki-laki itu akan melakukan apa setelah ini? Membantu Aluna? Jawabnya tidak, laki-laki itu menyilangkan kedua tangannya didada dengan netra yang terus memperhatikan setiap gerakan yang Aluna lakukan. Aluna sudah seperti sebuah tontonan untuknya.

Wajah laki-laki tampak begitu tenang, tak ada sedikitpun rasa bersalah yang terpampang disana. Hal itu yang membuat perasaan Aluna semakin dongkol.

"Lo kalo enggak ada niat buat bantuin mending pergi aja deh!" Usir Aluna.

Apa coba maksud lelaki itu? Sudah tak membantu, cuma melihat pula? Dasar laki-laki tak punya hati!

Aluna mendongak kepalanya sekilas, ia masih bisa melihat laki-laki itu yang masih bertahan dengan posisi yang sama, tanpa beranjak sedikitpun. Sejak tadi ia hanya memperhatikan apa yang Aluna lakukan, tanpa ada gestur akan membantu.

"𝘒𝘰𝘬 𝘥𝘪𝘢 cuma diem aja 𝘺𝘢? 𝘈𝘱𝘢 𝘯𝘪𝘩 𝘤𝘰𝘸𝘰𝘬 𝘣𝘪𝘴𝘶?" Batin Aluna.

Aluna selesai menata buku-buku itu kembali pada tempatnya, ia menatap jengkel laki-laki tadi yang masih bertahan diposisi yang sama, menatapnya dengan ekspresi yang sama pula. Wajahnya sejak tadi hanya datar nyaris tanpa ekspresi, sudah seperti vampir saja.

Sayang sekali Aluna tak dapat melihat nickname laki-laki itu, karena tertutup jaket kulit berwarna hitam yang ia kenakan.

"Lo ngapain sih masih ada disini? Baru ngerasa bersalah sekarang? Mau minta maaf?" Tanya Aluna.

"Cewek galak" Kata lelaki itu sebelum melengos pergi.

Aluna membulatkan matanya, jadi sejak tadi ia hanya diabaikan? Lalu, apa tadi yang lelaki itu katakan? Galak? Siapa coba yang tak akan marah jika harus menata ulang buku satu rak buku yang terjatuh bukan hanya karena kesalahannya? Sudah muncul secara tiba-tiba entah darimana mana, menabrak tanpa ada niat menolong pula.

Aluna membalikkan tubuhnya, masih bisa ia lihat punggung laki-laki itu yang perlahan mulai menjauh.

"Dasar cowok freak!" Pekik Aluna menggema di perpustakaan.

Aluna menarik nafasnya dalam-dalam, lalu menghembuskannya pelan. Aluna melakukan itu sebanyak tiga kali sampai ia benar-benar merasa tenang.

"Sabar Luna, cewek cantik enggak boleh marah-marah. Mubazir suara emas lo kalo dibuang buat cowok freak, enggak punya hati kayak dia." Gumam Aluna sembari mengelus dadanya.

HarmoniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang