Delapan~ Pukpuk

5 1 0
                                    


"Cantik banget temenku ini aduhh", gurau Evano ketika Ayesha keluar dari ruang ganti.

"Ga usah genit lu bocah, nilai fisika turun mama lu merajuk rasain", skakmat sekali tutur kata abang Ian tercintaa ini.

Ayesha hanya tersenyum melihat kedua pemuda dihadapannya ia beralih ke arah kaca yang cukup besar sehingga memperlihatkan dirinya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Rambut tertata rapih dengan muka yang diberi polesan riasan cukup tipis sangat kontras dengan wajah ayunya.

Tak lama, panggilan atas namanya pun disuarakan, bergegas untuk mengambil violin miliknya lalu sebentar dihembuskan nafasnya guna mereda rasa gugup yang mulai mempengaruhi nya. Ia sering tampil namun tetap rasanya gugup tampil dihadapan banyak orang, tak lama terulur tangan yang menyodorkan topeng kepadanya.

"Jangan gugup, you're perfect to night and the stage is yours Ayesha", ucap Ian dengan senyuman yang membuat gugup Ayesha mereda.

"Semangat cil", tak mau kalah Evano ikut nimbrung untuk memberi dukungannya kepada si cantik.

Akhirnya pemeran utama wanita kita memasuki panggung utama miliknya, memberi senyuman manis yang tampak sangat cantik walau dengan bagian mata yang tertutup topeng. Senyum manis itu tak luput dari pandangan seorang pemuda yang duduk di sisi kanan urutan bangku ke lima. Tampak tak asing namun tak yakin benar atau tidak seakan ia mengenal violinist cantik itu.

Tak lama Ian duduk disamping Kalandra, mereka memang tidak berangkat bersama karena Ian bilang ia ada urusan sehingga meminta sang adik untuk berangkat sendiri. Namun bukan itu masalahnya, hal yang di permasalahkan oleh Kalandra adalah tiba-tiba abangnya ini memaksa untuk menemani dia menonton pameran musikal, biasanya dia pergi sendiri.

Kedua saudara sedarah itu duduk dengan tenang menikmati penampilan musik yang sempurna, lantunan alat musik yang bersatu memenuhi gedung museum menarik semua mata untuk tak berpaling dari panggung pertunjukkan. Evano yang menunggu di belakang panggung juga duduk manis sambil melihat layar yang menunjukkan pertunjukkan spektakuler itu.

Setengah jam sudah berlalu Ayesha pun yang mengakhiri penampilannya dengan membuka topengnya lalu berbungkuk sebagai salam terakhir pada pertunjukkannya. Pupil mata Kalandra sontak melebar takjub melihat violinst cantik itu adalah pujaan hatinya, tak lama senggolan lengan Ian menyadarkan ia dari belenggu pesona Ayesha.

"Balik lu, ayah suruh buat jemput bunda...gw ada kerjaan abis ini, oh ya ambil dulu kue pesanan bunda di mobil gw", ucap Ian sembari memberi kunci mobilnya lalu beranjak keluar gedung.

Kalandra hanya melihat rambut Ayesha ketika gadis itu menuju belakang panggung. Segera ia beranjak untuk mengambil kue di mobil abangnya namun ia baru sadar, Ian tidak memberi tahu dimana ia berada lalu bagaimana balikin kunci mobil ini.

Sepuluh menit sudah berlalu ia habiskan dengan berdiri didepan mobil abangnya, sebelum akhirnya ia memilih untuk berkeliling mencari keberadaan saudara sekandungnya itu. Sejujurnya sudah dongkol akal sehat Kalandra bahkan sudah tak terhitung berapa kali ia mengucap sumpah serapah karena sudah berkeliling disekitar museum. Sampai berhentilah ia pada satu lorong yang cukup panjang.

Agak ragu tapi hanya lorong itu yang belum dia lalui, berjalanlah ia menyusuri lorong itu hingga pada belokkan kesekian diujung lorong terlihat sosok yang ia kenali. Terlihat Ayesha yang seperti sedang menunggu disana, hingga tak lama mata keduanya pun bertemu. Seakan tersihir dengan binar mata cantik itu akhirnya mendorong Kalandra untuk mendekat.

"Halo Ayesha", sapa Kalandra.

"Hai Kalandra, tersesat kah kamu?", balas Ayesha.

"Kelihatan ya?, aku lagi nyari seseorang tapi entah kemana dia pergi oh yaa kamu sempurna banget malam ini", ucap Kalandra sembari menyisir rambutnya kebelakang.

Dear KalandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang