Chapter 1: Stay Away!

592 138 18
                                    

"Hei, apa kau benar-benar pindah ke Seoul?"

Kedua mata monolid itu menatap lurus ke pekarangan rumah dari jendela dikamarnya selagi menerima panggilan telepon. Dari sana dia melihat seorang wanita dan pria yang tengah berbincang tentang sesuatu setelah sebelumnya keluar dari dalam rumah. Entah apa yang mereka bicarakan, seperti tidak ada habisnya saja. Sejak dari dalam rumah sampai ke depan sebuah mobil, masih saja berbincang.

"Kemungkinan besar, iya. Ah tidak, ini sudah dipastikan, aku akan pindah."

"Hiks, kita akan jarang bertemu lagi. Kau akan kesepian tanpaku."

Gadis itu menghela napas, "Ayolah Byul, aku tidak mati. Aku akan mengunjungimu disini, atau mungkin kau bisa mengunjungiku disana."

"Ah, baiklah. Kau harus kirimkan alamat rumahmu setelah sampai disana, arrasseo?!"

"Eung."

"Kalau begitu aku akan pergi ke kebun untuk memetik beberapa buah-buahan untuk bekalmu. Aku akan datang ke rumahmu malam ini. Kita habiskan malam sebelum kau pergi."

"Baiklah. Terima kasih Byul."

"Jangan ucapakan terima kasih! Kau terdengar seperti akan mati. Jangan tinggalkan aku seperti itu! Kau harus melihat sahabatmu ini sukses. Arrasseo?!"

Gadis itu sedikit tersenyum mendengar suara temannya yang sedikit serak karena akan menangis.

"Arrasseo. Petiklah strawberrynya yang banyak, aku akan menyimpannya untuk satu tahun."

"Yaish manusia sipit satu ini. Jangan dulu tidur sebelum aku datang nanti malam." Tut-

Gadis yang duduk sambil menatap pemandangan dibalik jendela itu hanya menghela napas dengan raut wajah kesedihan. Hanya ada tatapan sayu seolah wajah cerianya direnggut oleh kegelapan.

Tak lama kemudian, dia menyaksikan sang pria masuk ke dalam mobil kemudian pergi meninggalkan rumahnya. Hanya selang beberapa menit dia bisa mendengar suara langkah kaki menaiki tangga lalu pintu kamarnya terbuka. Dia mendengar helaan napas berat dari sosok wanita yang sebelumnya dia lihat di pekarangan rumah.

"Kenapa kau diam? Kemasi barang-barangmu. Besok Paman Taeji akan membawa kita ke Seoul."

Dari suara yang keluar, wanita itu seakan lelah dengan keadaan. Terlihat juga lengkungan hitam dibawah kantung matanya, entah sudah berapa malam dia memikirkan semua ini.

Gadis yang berdiri di dekat jendela itu mengangguk kecil, "Ne," katanya dengan suara yang hampir tidak terdengar. Dia mulai membereskan meja belajarnya. Namun gerakannya terhenti ketika menyentuh sebuah foto yang terpajang disana. Tiba-tiba rasa sedih itu kembali hadir dihatinya.

"Appa-mu sudah tenang, kita harus tetap bertahan tanpa kehadirannya."

Wanita yang mengerti akan kesedihan gadis itu segera menghampiri dan merangkul bahunya.

"Tapi... Apa tidak ada cara lain selain menjual rumah ini, eomma?" Akhirnya gadis itu menanyakan sesuatu yang mengganjal di hatinya.

Ibunya merasakan perasaan berat ketika pertanyaan itu terlontar. Dia tahu putrinya akan sulit menerima keputusannya ini, tapi dia sudah memikirkan semuanya bermalam-malam sampai tidak bisa tidur. Dan dia yakin ini keputusan yang tepat.

"Eomma tahu ini sulit untukmu, begitu juga dengan eomma. Tapi eomma yakin ini yang terbaik untuk kita. Rumah itu bukan tempat, sayang, tapi perasaan dimana kau bisa nyaman, tempat dimana kau bisa pulang, dimanapun bisa menjadi rumah. Kenangan kita bersama Appa tidak akan hilang meski rumah ini bukan milik kita lagi."

Girl At School ✓✓ [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang