Helaan napas berat keluar dari bibir Seulgi sesaat setelah dia sampai di rumah. Gadis itu duduk di meja makan dengan lampu redup yang bergantung di atas kepalanya. Semua yang ada dikehidupannya saat ini masih terasa baru baginya. Jujur saja Seulgi masih belum terbiasa dengan semua ini. Harus hidup tanpa ayah, ditambah lagi harus tinggal di rumah baru, rasanya sangat sulit sekali menerimanya, dia masih belum merasakan perasaan rumah disini, tapi dia harus bertahan demi ibunya. Dia harus tetap tersenyum dan berpikir bahwa dia akan baik-baik saja.
Tak lama kemudian pintu utama terbuka lalu lampu otomatis menyala, Ibu Seulgi datang dengan kantung plastik di satu tangan.
Seulgi menoleh tanpa bangkit dari duduknya. "Eomma sudah selesai?"
Ibunya itu menoleh menatapnya, "Oh, Ddeulgi? Kau sudah pulang. Bagaimana sekolahmu?"
Wanita paruh baya itu berjalan menghampiri Seulgi di meja makan lalu menaruh kantung plastik itu di atas meja.
"Keren. Aku berkenalan dengan beberapa teman-teman." Seulgi berusaha untuk terlihat ceria.
Ibu Seulgi bersenandung, "Itu bagus. Kau harus mencari banyak teman agar nyaman berada disini. Ah, eomma membawa kimchi dan daging untukmu. Kau harus makan yang banyak."
Wanita itu sibuk menata piring dan menyiapkan makanan untuk putrinya.
"Bagaimana pekerjaan eomma?"
Tubuh ibu Seulgi berhenti sesaat. "Seperti pekerjaan pada umumnya."
"Apa melelahkan?"
"Tidak ada pekerjaan yang tidak melelahkan. Kita di bayar untuk itu."
Seulgi menghela napas, "Eomma sudah makan?"
"Sudah. Sekarang waktunya kau makan. Jangan memikirkan eomma."
Wanita itu menyodorkan semua makanan dihadapan Seulgi. "Habiskan." ucapnya.
Seulgi mengambil sumpit dengan berat hati. "Eomma tidak perlu seperti ini, aku bisa putus sekolah saja setelah itu mencari pekerjaan. Aku tidak suka eomma menjadi pelayan di rumah orang."
"Kang Seulgi," wanita itu menatap putrinya dengan tegas. "Jangan pikirkan apapun tentang eomma, yang harus kau lakukan adalah belajar. Kau tidak akan jadi apa-apa jika putus sekolah. Kau pikir kau bisa bekerja sebagai apa huh? Eomma sedang berjuang untuk menyekolahkanmu, geuronika jangan kecewakan eomma. Jangan membuat masalah di sekolahmu. Arrasseo?!"
Ini teriakan yang kesekian kalinya untuk hari ini bagi Seulgi. Tapi tidak apa-apa, dia sudah terbiasa menghadapi ibunya yang seperti ini semenjak ayahnya meninggal. Ibunya menjadi sedikit sensitif.
"Ne eomma," ucap Seulgi pelan.
Wanita paruh baya itu menghela napas, "Eomma akan pergi lagi. Taruh saja piring kotornya disana, eomma akan membereskannya nanti. Belajarlah setelah itu istirahat."
Seulgi mengangguk beberapa kali setelah itu ibunya benar-benar pergi. Tidak ada pilihan lain bagi Seulgi selain memakan semua makanan itu. Dia tidak ingin membuat ibunya kecewa.
Setelah menghabiskan semuanya, Seulgi tidak membiarkan piring kotor itu menumpuk. Setidaknya dia bisa membantu ibunya walau hanya dengan hal kecil.
Seulgi mencuci semua piring itu sembari bersenandung kecil. Tiba-tiba dia mengingat nada-nada yang mengalun di dekat gudang sekolahnya. Seulgi segera menyelesaikan pekerjaannya setelah itu pergi ke kamarnya. Dia mengambil sebuah piano kecil yang merupakan hadiah dari mendiang ayahnya setelah itu memainkan nada-nada tersebut. Gadis itu bahkan menulis not balok dibuku musiknya.
"Sangat indah." gumamnya dengan mata berbinar.
_____
Pergi ke sekolah akan menjadi rutinitas yang akan Seulgi lalui setiap harinya. Pagi-pagi sekali ibunya telah pergi bekerja, jadi Seulgi hanya sarapan sendirian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Girl At School ✓✓ [COMPLETE]
FanfictionAwalnya tidak ada yang aneh dengan gudang sekolah itu, tapi ketika pintu usang itu tertutup, sesosok gadis misterius datang dengan teriakan nyaringnya. Itu terdengar menyeramkan untuk sebagian siswa, tapi tidak untuk Seulgi, baginya itu adalah teria...