Bab 6

3.5K 6 0
                                    

"Apa yang kalian lakukan?"

"Ayah." Cicit Bima dengan mata yang membola. Lalu dengan tergesa-gesa Bima dan Diara merapikan pakaian masing-masing.

Sungguh demi apapun, sekarang Diara merasa takut sekali. Entah ke mana perginya keberanian yang tadi sempat singgah dalam benaknya. Keberanian itu malah menguap begitu saja bersamaan dengan puncak pelepasaan yang didapat.

"Apa yang kamu lakukan dengan pembantumu ini?" Kambali Endy--ayah dari Bima melayangkan pertanyaan yang sama seraya mengayunkan tungkai kakinya mendekati mereka.

Sontak saja Diara menunduk dan mengerut takut di belakang tubuh Bima, ketika melihat sorot mata pria tua itu yang menatapnya tajam.

"A-ku bisa jelaskan, Yah. I-ini semua--"

"Kamu berselingkuh dengan pembantumu?!" Endy langsung memotong ucapan anaknya.

Bima semerta-merta bersimpuh di kaki Endy. "Maafkan aku Yah, aku khilaf. Aku mohon jangan beritahu Nadia. Aku janji tidak akan melakukannya lagi."

Diara terkejut mendengar kalimat yang baru saja dikuapkan oleh Bima. Bagaimana tidak? Jika itu benar terjadi, itu artinya Bima tidak akan melakukan dengannya lagi dan hubungan mereka akan berakhir? Tidak! Diara tidak ingin hubungannya dengan Bima berakhir begitu saja. Meski tidak ada ikatan apapun diantara mereka tapi Diara tidak rela jika hubungan saling menguntungkan itu kandas.

Diara menggelengkan kepala kuat dan berucap tegas. "Mas!"

Namun bukan hanya Bima yang menoleh, justru Endy juga mengalihkan atensinya pada gadis itu dan melesatkan tatapan yang begitu mengerikan.

"Apa? Mas? Kamu memanggil anak saya dengan sebutan Mas?" Tanyanya. Diara semakin menunduk mendengar pertanyaan mengintimidasi itu.

'Aduh, bodoh! kenapa aku harus keceplosan memanggil Mas Bima dengan embel-embel Mas dalam situasi seperti ini sih? Membuat tambah runyam saja!'

"Jadi sudah sejauh itu hubungan kalian?" Endy bertanya lagi dan lidah Diara semakin kelu tidak bisa menjawab apapun.

"Tidak, Yah. Kami--"

"Tidak apa, ha? Kamu sudah jelas tertangkap basah Bima!"

Bima semakin bersimpuh di kaki ayahnya memohon agar Endy tidak memberitahukan hal ini pada Nadia. Sementara Diara tidak bisa berbuat apa-apa, hanya bisa terdiam membisu seraya menundukkan kepala semakin dalam.

Dalam hati Diara terus merutuki dirinya sendiri. Semua ini terjadi memang karena salahnya, lebih tepatnya salah hormonnya yang tidak bisa diajak berkompromi. Andai saja tadi Diara bisa sedikit menahan dan mengajak Bima untuk pindah ke kamarnya terlebih dahulu. Semua ini pasti tidak akan pernah terjadi.

Huft ... namun nasi sudah menjadi basi, mau diapakan lagi? Sekarang Diara hanya tinggal menerima keputusan apa yang akan menimpanya. Yah semoga saja, dan Diara berharap Endy bisa diajak bernegosiasi, agar ia masih bisa tetap bekerja di sana.

"Yah, Bima mohon jangan beritahu Nadia. Bima tidak mau pisah dengan Nadia. Bima akan melakukan apa saja, yang penting Ayah rahasiakan masalah ini." Dengan posisi yang sama Bima terus memohon pada ayahnya.

Endy masih bergeming, belum melontarkan kalimatnya kembali. Namun terlihat dari ekor mata Diara, Endy seperti memehatikannya tapi dengan sorot mata yang berbeda dari yang sebelumnya.

Meski tidak begitu jelas, tapi Diara bisa pastikan bahwa ada maksud lain dari tatapanya itu.

"Ayah tidak akan mengadukannya pada Nadia." Ucapnya membuat Diara dan Bima seketika menoleh padanya dan rasa lega mulai merambat di benak keduanya. "Tapi dengan satu syarat." Lanjutnya lagi.

Bima lantas berdiri. "Apa syaratnya, Yah? Bima akan lakukan apapun itu." Ujarnya penuh keyakinan. Sepertinya Bima begitu tidak ingin berpisah dengan istrinya.

Kemudian Endy kembali memerhatikan Diara, bahkan bola matanya bergulir dari bawah sampai atas, membuat Diara jadi agak risih. Lalu ... Kalimat yang dilontarkan Endy selanjutnya sukses membuat Diara terkejut setengah mati, begitu pun dengan Bima. Sebab Diara maupun Bima tidak pernah memprediksikan kalimat tersebut akan ke luar dari belah bibir Endy.

"Ayah juga ingin mencicipi pembantumu ini."

Bima sontak menatap tak percaya pada ayahnya, namun kemudian Bima berganti menatap Diara.

"Mas.." Diara menggelengkan kepala pada Bima, bermaksud memberitahu bahwa ia tidak mau melakukan hal itu dengan Endy. Meski hormon Diara berlebih, tapi ia juga cukup pemilih. Diara tidak mau jika harus menyalurkan hasratnya dengan laki-laki tua seperti Endy.

Namun sayang, di sana Bima malah menanggapi permintaan ayahnya dengan kalimat yang tidak sesuai dengan apa yang Diara inginkan. "Baiklah Yah, jika Ayah ingin merasakan Diara juga, silakan. Asal Ayah janji, rahasiakan hal ini."

Diara sontak menatap Bima tidak percaya. "Tapi, Mas.. Aku--"

"Sudahlah Dira. "Potong Bima. "Ini demi kebaikanmu juga. Memangnya kamu mau dipecat dan tidak bisa bermain lagi denganku?"

Diara menggeleng lemah. Jelaslah ia tidak ingin hal itu terjadi.

"Ya sudah kalau begitu turuti saja." Kata Bima. "Lagi pula, kamu pasti akan dapat banyak dari Ayahku."

Dan akhirnya Diara hanya bisa mengangguk pasrah. Biarlah jika ia harus sedikit berkorban, yang terpenting ia masih bisa menjalin hubungan gelap dengan Bimw.

"Bagus.. " Endy terdengar kembali bersuara. "Kalau begitu Ayah ingin merasakannya sekarang juga."

Netra Diara seketika membelalak. 'Hah yang benar saja? Apa laki-laki tua ini tidak waras? Dia 'kan tahu kalau aku baru saja melakukannya dengan putranya. Seharusnya dia mengerti bahwa aku masih lelah.'

Sontak saja Diara melontarkan penolakan. "Tidak bisa sekarang, Pak. Saya baru saja melakukannya dengan anak Bapak. Saya sangat lelah."

'Huh mau seenaknya saja dia, memangnya aku ini apaan?'

"Oh ya sudah kalau kamu tidak mau, saya akan adukan hal ini pada Nadia sekarang juga!" Ancamnya sembari berbalik dan melangkah pergi. Namun dengan gesit Bima langsung menahannya.

"Jangan, Yah." Bima memegang tangan ayahnya yang membuat langkah laki-laki tua itu berhenti.

"Diara please.. Layani Ayahku sekarang juga."

"Tapi Mas aku lelah sekali. Kamu tahu 'kan bagaimana tadi kita bermain?"

"Iya aku tahu, tapi ini demi kita juga. Aku mohon." Pinta Bima.

Diara terdiam, mencoba menimbang-nimbang. Namun belum sempat ia menjawab, Endy kembali berucap.

"Terlalu lama! Sudah, biar Ayah beritahu Nadia sekarang saja!"

'Sial laki-laki tua ini!' Dalam hati Diara menggeram kesal.

Bima kembali menahan Ayahnya. "Yah, yah, tolong Yah. Jangan beritahu Nadia."

"Tapi jalangmu ini sangat lama. Ini sudah sangat malam!"

'Apa jalang? Dia memanggilku jalang? Benar-benar laki-laki tua kurang ajar!'

Meski Diara berhubungan dengan Bima di belakang. Tapi bukan berarti ia jalang. Asal kau tahu, selama ini Diara hanya pernah melakukannya dengan dua orang laki-laki saja; Herman dan Bima. Jadi Diara bukanlah jalang!

"Diara, aku mohon turuti keinginan Ayahku. Ini demi kita!" Lagi Bima memohon padanya.

Mau tak mau, dengan hati yang begitu berat, Diara kembali menganggukan kepala, membuat Endy tersenyum senang.

'Dasar laki-laki tua bangka, mesum, tak punya malu!' Batinnya mengumpat.

"Ya sudah kalian lakukanlah di kamarmu saja, Diara." Perintah Bima.

Diara tidak menjawab lagi ucapan Bima. Ia memilih langsung melenggang pergi ke kamarnya, dan tentunya di ikuti oleh laki-laki tua itu.

'Huft ... Tugas tambahan lagi.'

Bersambung...

Sang Perebut suami orang (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang