12 ( Jangan Takut )

65 17 6
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


***

Suatu saat, Renjun merasa seolah-olah di tarik ke tengah bumi oleh gaya gravitasi yang sangat besar, tetapi kemudian tiba-tiba tubuhnya terasa seringan bulu yang di lemparkan tinggi ke awan.

Dia berada dalam kebingungan sehingga dia bahkan tidak dapat mengingat jam berapa sekarang atau dimana dia berada.

Hanya di dorong oleh naluri garis keturunannya, hal itu mendorongnya untuk dengan rakus menghisap darah.

Darah mengalir ke mulutnya seperti sirup halus saat dia diliputi rasa manis yang tak terlukiskan. Tenggorokannya yang hangus dan kering serasa tanah kering menyambut hujan manis. Panas yang bergejolak dan membakar di pembuluh darah dan seluruh tubuhnya juga berangsur-angsur mereda.

Seteguk darah yang tak terhitung jumlahnya di sedot keluar dan di masukkan ke dalam tubuh Renjun, dan kepuasan yang luar biasa mengirimkan getaran yang tak terkendali ke seluruh tubuhnya. Dia menempel erat di punggung Jeno, jari-jarinya menekan kuat-kuat, dan dia bahkan tanpa sadar bersenandung pelan.

Mimpi yang menghantuinya selama beberapa hari muncul di hadapannya.

Di gang yang berkelok-kelok, sinar matahari sangat menyilaukan. Jeno memandangnya, alisnya membayangi matanya yang dingin dan tajam yang membuat ekspresinya sangat dingin dan intens saat darah menetes dari luka di lengan kirinya.

Gambaran seperti teka-teki gambar yang tersebar ini mempertahankan sedikit kejernihan dalam pikirannya.

Renjun mendengar hujan deras di luar.

Ribuan rintik hujan yang menerpa dinding kaca di barengi dengan suara air mengalir.

Dia mendengar nafas Jeno yang dangkal, merasakan suhu tubuhnya yang hangat, dan merasakan telapak tangan Jeno menempel di rambutnya.

Anggota tubuh Renjun terasa seperti baru saja mandi di sumber air panas, lunak, lemas, dan lemah.

Kelopak matanya berangsur-angsur menjadi lebih berat.

Dia sedang menghisap darah Jeno.

Saat tubuh Renjun jatuh, Jeno mengangkat tangannya dan meraih pinggang Renjun yang ada di pelukannya.

Membiarkan Renjun bersandar di bahu kanannya, dia menunduk dan menemukan beberapa bekas gigi berdarah di bahu kirinya. Sedikit darah merah tumpah, dan segera setelah itu, bekas luka itu mulai mengeras dan sembuh dengan kecepatan yang sangat tidak normal yang terlihat dengan mata telanjang.

Setelah dia membaringkan Renjun di atas batu yang halus dan rata, dia melihat lagi dan lukanya sudah berkeropeng.

Jeno menatap Renjun.

Rambutnya yang lembut dan berwarna coklat muda tergerai secara alami, memperlihatkan dahinya yang halus dan putih. Dia tidak bisa tidur nyenyak. Kelopak mata dan bulu matanya bergetar ringan dan bibirnya masih berlumuran darah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 3 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Let Me Bite YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang