"Ada apa kau kemari?" Tanya Jaemin pada asistennya.
Sang Asisten hanya berdiri di depan pintu ruangan Jaemin, dia tidak masuk karena setelah ini dia harus kembali ke kantor untuk menyelesaikan pekerjaan yang Jaemin tinggalkan.
"Dokumen beasiswa dan sebagainya sudah selesai, tuan. Anda hanya perlu menandatangani dokumen tersebut." Ucap sang asisten, menyerahkan segala dokumen-dokumen yang berkaitan dengan beasiswa.
Jaemin mengambil dokumen tersebut kemudian menandatanganinya, "Sudah kan? Ada lagi?" Tanya Jaemin. Sang asisten menggeleng kemudian meminta izin untuk pergi.
Setelah itu Jaemin masuk ke dalam ruangannya, dia melihat Jisung yang sudah tertidur pulas.
Jaemin terkekeh kecil melihat wajah lugu Jisung saat sedang tertidur, wajah indah itu tidak pernah berubah. Kepribadian remaja di depannya ini juga tidak pernah berubah, selalu menggemaskan dan manis.
"Kau tahu, sudah ribuan cara aku lakukan agar kau selalu ada di dalam jangkauan ku, sekarang kau sudah benar-benar masuk. Jadi jangan pernah berharap jika kau bisa keluar dari genggamanku!" Ucap Jaemin sembari mengelus pipi Jisung.
Jaemin memejamkan matanya, ingatannya mengalir pada adegan di mana dia pertama kali bertemu dengan Jisung.
Saat itu remaja itu masih berusia sekitar 8 tahun, Jisung kecil bertemu dengan Jaemin yang berusia 20 tahun. Pertemuan mereka begitu lucu dan menggelitik hati.
Keduanya bertemu di rumah sakit, saat itu Jisung datang bersama neneknya untuk melihat mayat kedua orang tuanya yang meninggal karena menjadi korban perampokan. Sedangkan Jaemin saat itu mengalami depresi, dia ingin bunuh diri dari lantai 2 rumah sakit itu.
Jaemin yang ingin melompat dihentikan oleh Jisung yang ternyata tersesat saat mencari neneknya. Anak kecil itu mengalami trauma hingga dirinya menjadi mudah linglung, bagaimanapun dia melihat kematian orang tuanya dengan mata kepalanya sendiri.
"Kau ingin mati, paman?" Tanya Jisung kecil pada Jaemin yang babak belur.
Saat itu Jaemin baru saja dipukuli oleh anak buah ayahnya karena Jaemin tidak menurut pada ayahnya untuk membunuh lawan sang ayah.
"Memangnya kenapa? Apakah itu penting untuk mu, bocah?" Tanya Jaemin menatap Jisung tajam, dia sedikit tertegun saat melihat pikiran Jisung.
Jaemin dapat melihat pikiran anak itu diisi oleh peristiwa di mana ayah dan ibunya meninggal tepat di depan matanya, Jaemin juga melihat dengan jelas kejadian mengerikan itu adalah ulahnya.
Ayah dan Ibu Jisung adalah salah satu musuh ayahnya yang telah dia habisi, saat itu ayahnya memerintahkan untuk menghabisi seluruh keluarga Park tapi nyatanya Jaemin tidak tega untuk membunuh Jisung sehingga dia harus menanggung amarah dari ayahnya.
"Itu tidak penting, lagipula setiap manusia memang akan ditakdirkan untuk mati suatu hari nanti!" Jawab Jisung lagi.
Jaemin menatap Jisung kecil dengan tatapan penuh rasa bersalah, tidak seharusnya dia mengambil kebahagiaan anak kecil ini.
"Jika paman ingin bunuh diri, aku sarankan untuk mencari lantai yang lebih tinggi contohnya lantai 15, karena jika paman melompat dari lantai 2 maka paman hanya akan patah tulang," ucap Jisung, kemudian mendekati Jaemin.
Jisung menarik tangan Jaemin hingga membuat Jaemin mensejajarkan tingginya dengan tinggi Jisung, setelahnya Jisung menempel plaster pada luka yang ada di sudut bibir Jaemin.
"Tetaplah hidup paman, karena aku pernah bermimpi bahwa di masa depan kau akan menjadi seseorang yang berarti untukku! Jadi tolong jaga nyawamu, aku tidak ingin kehilangan orang yang berharga untuk kesekian kalinya!" Ucap Jisung, dia mengecup dahi Jaemin dan tersenyum manis.
Setelah melakukan hal itu Jisung langsung berbalik dan pergi untuk mencari keberadaan sang nenek, sedangkan Jaemin kini merenung sembari memegang dahinya yang masih terasa bagaimana bibir lembut itu mengecup dahinya penuh kasih.
Untuk pertama kalinya, Jaemin menangis dan tertawa dengan lepas. Jaemin menangis karena merasa tersentuh oleh kehangatan yang ditawarkan Jisung, Jaemin juga menangis karena merasa bersalah atas kejadian yang menimpa Jisung apalagi itu semua adalah ulahnya.
"Hahaha, dia menyuruhku untuk bertahan? Tetapi dia menyarankan aku untuk melompat dari lantai 15, benar-benar bocah yang aneh!" Ucap Jaemin.
Sejak saat itu Jaemin mulai berubah menjadi penguntit yang selalu mengawasi Jisung, bahkan dia menaruh orang-orangnya sebagai tetangga Jisung.
Jaemin juga menyuruh dokter untuk membantu menghilangkan trauma yang dialami Jisung tentunya hanya Jaemin lah yang tahu hal itu sedangkan Jisung dia hanya tahu bahwa dokter itu adalah utusan pemerintah.
Lalu Jisung selalu mendapatkan beasiswa juga karena Jaemin. Seluruh biaya sekolah Jisung bahkan listrik rumah Jisung yang membayar itu adalah Jaemin.
Pria Na ini benar-benar melakukan segala cara agar Jisung berada di dalam genggamannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maniac
FanfictionJisung bisa melihat masa depan melalui mimpinya. Suatu hari dia bermimpi sedang bersetubuh dengan seorang pria asing yang mengaku sebagai suaminya. Jisung ingin menghindari hal itu terjadi, namun sialnya pria itu ternyata adalah gurunya sendiri da...