Lagi

21 5 1
                                    

Entah sudah senyum yang ke berapa. Entah sudah berapa lama juga jantungnya tak kunjung berubah menjadi tenang.

Layar laptop yang sejak tadi menyala, kembali Ia acuhkan. Kedua tangannya sibuk menutup wajahnya. Hatinya kini berbunga, telah memunculkan semburat merah di pipi.

Lama sudah Hikaru berdiam. Berusaha mengontrol diri. Ia lupa, bahwa saat ini sudah jam makan siang.

Tentu, karena sejak tadi, yang ada dalam pikirannya hanyalah sosok Yamasaki Ten.

"Hii-chan?"

Yang ini suara Hono.

"Oii! Hiichan!"

Melihat tangan Hono yang melambai di depan wajahnya, Hikaru mengerjap. Rautnya sedikit terkejut, namun masih bisa dikendalikan.

Hikaru sih stay cool, tapi Hono sudah kepalang melihat Hikaru yang melamun.

"Tidak biasanya kau melamun, Hii-chan. Mikirin apa sih?"

"Ti-tidak. Ayo makan."

"Hey! Kau bahkan tidak bisa mengelabui ku, Hii-chan!" ucap Hono sambil terus menyamakan langkah kakinya dengan Hikaru.

Untungnya, ruangan Hikaru tidak begitu jauh dengan lift. Yang kini langkah keduanya sudah tiba di lift.

Namun entahlah, sepertinya takdir sedang tidak berpihak dengan Hikaru.

Bukannya Ia tidak mau dan tidak suka, hanya saja Hikaru masih tidak siap.

"Oh! Lihat, bertemu siapa kita?"

"Ck. Berisik!"

Hono tertawa. Bahunya menyenggol- menggoda Hikaru yang wajahnya sudah kembali merah.

"Kau sangat pemarah hari ini. Ada apa? Ah, halo, Karin!" sapa Hono disela-sela Ia menggoda Hikaru.

"Hai, Hono." jawab Karin lurus-lurus saja.

"Sendiri? Tumben sekali."

"Tidak. Ten di belakang."

Tepat saat Karin menyebut nama Ten, gadis tinggi itu datang dengan wajah yang terus menatap layar ponsel. Ia tidak menyadari bahwa di sana sudah ada Hikaru dan juga Hono.

Tatapannya bahkan tak lepas. Andai Hikaru bersuara, Ia pasti akan cepat menyadari.

"Kenapa dia menyebalkan sekali." gerutu Ten tak henti, bahkan sejak saat Ten dan Karin berjalan menuju lift.

"Siapa?" tanya Karin.

"Teman dekat mu lah."

"Apaa?" kesal Karin tak terima.

"Lihat. Dia terus menyalahkan ku, karena tiket tadi yang salah. Padahal itu terjadi karena kesalahannya yang salah copy. Tolong beritahu Airi ini, Karin. Aku sangat pus--" Ten menghentikan ucapannya saat matanya tak sengaja menangkap sepatu yang dipakai seseorang.

Tentu saja Ten tahu siapa orang itu. Ia bahkan tidak ingin menatap Karin.

"K-kenapa kau tidak bilang ada Hikaru?!" bisik Ten, sangat- pelan. Karin yang mendengar itu hanya tertawa puas.

"Kau berisik sejak tadi."

"Tapi kau bisa menghentikan ku, Karin."

"Ayo." sela Karin saat pintu lift sudah terbuka.

"K-kalian duluan saja." ucap Ten sambil mendorong tubuh Karin lalu pergi memutar balik.

Tidak ada yang lebih memalukan dari tidak bisa mengontrol ucapan sendiri, dan hal itu dilakukan tepat dihadapan seseorang yang kita sukai.

Hikaru bahkan tidak menyangka kalau Ten bisa marah-marah seperti tadi.

Saat mendengarnya, itu justru membuatnya lega. Artinya Ten tidak memendam sesuatu hal sendirian. Ia bisa dengan mudah mengatakannya.

Hikaru tidak merasa ilfeel atau hal buruk lainnya, Ia hanya merasa lucu ketika mendengar Ten marah-marah sejak tadi.

"Sial, sial, sial. Rusak sudah image yang sudah ku bangun dihadapan Run."

Ten berjalan cepat, berusaha meninggalkan koridor dekat lift ini. Ia hanya berniat kembali ke tempat duduknya, lalu merenung.

Saat langkahnya tiba kembali di mejanya, Ten segera duduk lalu menyembunyikan wajahnya dengan bantal yang selalu Ia bawa.

Ruangan open source ini sungguh sangat hening. Bahkan sepertinya hanya ada Ten di sana. Begitu menenangkan, namun juga membuat Ten dapat mendengar detak jantungnya sendiri.

Setelah menghabiskan waktu sekitar hampir 20 menit berdiam diri di sana, Ten kembali menegakkan tubuhnya. Tapi tak lama, Ia kembali menyembunyikan wajahnya.

Dan langkah kaki yang berada tak jaih dari pendengaran Ten, membuat Ten menghela nafas lega. Akhirnya Karin kembali juga, pikirnya.

"Ten."

"Sial, Run?!"

"Yamasaki Ten."

Ten mengangkat wajahnya pelan. Ia tersenyum manis, bahkan sangat manis saat matanya bertemu dengan netra Hikaru.

Tangan Ten menarik satu kursi kosong di sebelahnya. "Duduk, Run."

"Terima kasih."

Ten tak melepaskan pandangannya dari Hikaru yang kini ada di sebelahnya. Gadis mungil itu sedang sibuk membuka kotak berisi makanan yang Ia beli tadi di bawah.

Sudah mengambil sendoknya, lalu menyendokkan makanannya, Hikaru berbalik menghadap Ten.







"Makan dulu, Ten. Aku suapin yaa."

SituationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang