Ucap

27 5 0
                                    

Tak lagi gelap dan sendu.

Kamar Hikaru sudah lebih terlihat cerah dibanding sebelumnya. Tirai yang digeser dan jendela yang terbuka.

Udara masuk di waktu yang tepat. Entah, sejak kapan ruangan ini menjadi sesak. Yang pasti, ketika Ten mulai datang.

Tak ada kata yang terucap, keduanya masih sama sama diam tak bercakap.

Hikaru yang berdiri di balkon menatap langit yang tak begitu biru. Dan Ten yang duduk di kursi kerja Hikaru.


"Kau terlihat sendu, Run." ucap Ten pelan, bahkan nyaris berbisik.


Terbitlah sebuah ide yang sebenarnya lebih menguntungkan untuknya. Dan Ten pun mengeluarkan ponselnya.


"Hey, Run?" panggil Ten tak begitu keras.

Hikaru menoleh. Tatapannya seolah bertanya pada Ten, ada apa? Namun rasanya tak tersampaikan.

"Tersenyumlah!"

"Eh, apa, Ten?"

"Senyum, Run! Cepat sayang."


Sial, Tennn. Tidak tahu kah kau setiap kali kata sayang muncul, jantungku berdetak lebih cepat?!

Begitulah yang Hikaru pikirkan.


"1, 2 .. "

Ckrk!

Ten berhasil mengabadikan satu foto yang menurutnya sangat cantik.

Bidikannya berhasil menangkap sosok Hikaru yang terlihat polos. Wajahnya yang terlihat seperti anak kecil, rambutnya yang digerai dan tak lagi terikat. Serta bajunya yang sudah diganti menjadi lebih cerah.

Tentu, senyumannya. Menjadi hal yang paling menenangkan untuk Ten.





Tidak bisa menatap lama foto Hikaru dalam ponselnya, Ten beranjak. Kakinya membawanya mendekati Hikaru. Dan perlahan, detak jantungnya pun ikut bergemuruh.

Hikaru kini memang dekat dengannya. Namun siapa sangka, bahwa perasaannya teramat sangat jauh? Perasaan menyerah dan takut tidak bisa digapai.

Perasaan itu selalu muncul setiap kali Ten berada di dekat Hikaru.

Berbicara sedekat ini, bahkan terlihat seperti tidak ada sekat apapun. Rasanya menyesakkan bila semua itu hanyalah perasaan yang biasa saja, kan?

Ten tak pernah tahu, bahwa gerak-geriknya bisa diperkirakan oleh Hikaru. Ten tak pernah sadar, bahwa setiap perlakuannya, berhasil membuat si mungil ini jatuh. Dan Ten tak pernah melihat, selepas kendali apa Hikaru saat bersamanya.

Yang dipikirkannya hanyalah bagaimana Ia bisa bertahan untuk waktu yang lama, serta tetap tinggal di dekat Hikaru tanpa ada perasaan yang perlu diketahui Run-nya ini.

"Run."

"Kenapa suara mu sangat de-" kalimat Hikaru terhenti saat tangannya digenggam oleh Ten.

Anak ini. Gadis yang lebih muda darinya ini, membawanya masuk. Membiarkan Hikaru duduk di tepi tempat tidur.

Ten menutup seluruh akses cahaya yang semula masuk ke kamar. Membiarkan ruangan ini menjadi terasa sendu dan sepi lagi.

Tak ingin duduk bersebelahan, Ten menarik kursi kerja Hikaru lalu menempatkannya di hadapan Hikaru. Ten duduk di kursi tersebut.


"Ten, a-ada apa? Ke-kenapa menakutkan sekali?"

Ten tersenyum. "Aku menakutkan mu?"

"Eun."

Kembali senyuman itu terlihat. Tangan Ten menggenggam kedua tangan Hikaru. Usapan lembut pun datang menyapa punggung tangan Hikaru.

Sorot mata yang selama ini terlihat ceria, kini mendadak sendu di hadapan Hikaru. Wajah yang selalu tersenyum kala melihat Hikaru, kini terlihat serius namun juga lembut yang menenangkan.

"Aku tidak akan melakukan apapun. Hanya satu yang mungkin akan terjadi, Run."

Hikaru menautkan sebelah alisnya. "Apa?"

"Menatapmu sepanjang hari, tanpa rasa lelah, tanpa adanya rasa bosan dan tanpa adanya gangguan."

"Tenn, apaaa?"



Ten menarik kursinya agar lebih dekat dengan Hikaru.

"Kau ingin tau siapa orang yang ku sukai di kantor, kan?"

Hikaru menghela napas berat. "Tidak sekarang, Ten. Perasaanku sedang tidak bai-"

Cup!

"Diamlah." ucap Ten berbisik setelah Ia membungkam Hikaru dengan ciuman di bibirnya.

"T-ten?!"

"Tidak suka?"

Hikaru beranjak kesal. Ia berjalan menjauh dari Ten yang nampak terkejut. "Sebenarnya ada apa dengan mu Yamasaki Ten?!"

"Run?"

"K-kauu-" Hikaru menahan kalimatnya sendiri.

Entah perasan apa yang keluar dari hatinya. Tapi rasanya sangatlah menyesakkan untuk Hikaru.

"Apa kalimatku tidak cukup menjelaskan semuanya, Run?"

Pejaman di matanya terasa sangat kuat. Hikaru tak ingin ada tangis lagi. Namun, seberapa kuatnya Ia menahan, bendungannya akan tetap hancur.

"Run, aku menyu-"






"- Ten." Hikaru kembali menatap Ten yang sedang menahan sesuatu. Ten, gadis yang terlihat kuat selama ini, kini terlihat menahan tangis.

Berulangkali Hikaru menyela ucapannya, membuat Ten merasa frustrasi. Ia memang tak pernah diberi kesempatan oleh Hikaru.

Langkah kaki Hikaru mulai membawanya mendekat pada sosok Yamasaki Ten. Mereka mengikis jarak yang hanya tinggal menyisakan beberapa centi meter.


Kedua tangan Hikaru mendarat dipinggang Ten. Kepalanya tertunduk. Nafasnya tak beraturan.

Sesaknya berhasil meluap sampai Ten pun dapat merasakannya.

Tak ingin berada di situasi yang membuatnya sulit bernafas ini. Ten menarik sedikit kepala Hikaru agar menatapnya.

Menatap mata yang tak pernah bohong perihal apa yang dirasakannya.

"Run, dengar."

"Jangan katakan apapun bila itu menyakitkan, Ten."


Ten tersenyum kala Hikaru menarik kepalanya menunduk.

Kedua tangannya mulai membawa Hikaru masuk dalam pelukannya lagi. Tubuh yang direngkuhnya saat ini, adalah tubuh seseorang yang tak pernah ingin dilepaskan. Sosok mungil yang selalu ingin Ten jaga.







"Run, aku-"









"-aku mencintai mu, Yamasaki Ten."













Satu ungkapan yang kini berhasil membuat Ten merasa kehilangan pasokan udaranya.

SituationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang