1

403 54 19
                                    

Seluruh tubuh Naruto masih terasa nyeri, bahkan dia lupa membasuh darah di tangannya. Dia juga masih menggunakan pakaian yang sama, hoddie hitam dan celana jeans, dengan gesper yang masih tepasang, juga ponsel yang masih berada di saku. Naruto tidak berminat membersihkan diri sebelum tidur, karena sangat lelah.

Ini masih pagi, tapi Naruto sudah membuka mata. Entah kenapa suhu di kamarnya begitu panas, membuat remaja itu kegerahan. Matanya melihat sekeliling, mengabsen setiap sisi kamarnya, namun ternyata gelap. Dirinya berusaha bangun, sedikit memaksa tubuh bongsor itu bangkit, lalu menyalakan lampu. Tapi ternyata tidak ada perubahan, kamarnya tetap gelap karena lampu tidak mau menyala.

Mati lampu, ck!

Malam masih panjang, pagi masih jauh, dan situasi seperti ini membuatnya ingin mengumpat. Tidak biasanya kawasan elite seperti apartemennya, mengalami pemadaman listrik. Kakinya melangkah, berniat membuka pintu balkon agar ada angin yang masuk. Setelahnya, Naruto kembali menjatuhkan tubuh di ranjang dengan posisi tidak beraturan, kemudian dia kembali memejamkan mata.

Belum juga benar-benar tidur, Naruto sudah kembali bangun. Telinganya mendengar suara sirine darurat, disusul dengan suara teriakan bersahutan dari luar. Dia sungguh muak dengan kebisingan ini, hingga satu umpatan lolos dari mulutnya.

Ck, berisik!

Tubuhnya masih enggan bangkit, namun suara bising di luar sana terdengar semakin jelas. Naruto segera melihat keadaan luar, saat dia melihat asap mengepul dari arah pintu balkon, dia mulai memahami situasi ini. Api sudah membesar, dengan gejolak yang siap menelan semua benda. Hilang sudah rasa kantukknya, hilang sudah rasa sakit di tubuhnya. Dia harus segera pergi, sebelum terjebak lalu mati terbakar.

Sial!

Naruto berusaha menghindari api yang sudah semakin membesar. Beberapa ledakan kecil terjadi secara beruntun, juga sengatan listrik dari dinding yang masih saja berlangsung. Setiap lorong apartemen masih sangat gelap, ditambah dengan kepulan asap yang semakin menebal, pagi buta itu menjadi semakin buta. Beberapa saat kemudian, guyuran air dari atap membasahi badannya, menyemprot deras ke bawah sampai menggenangi lantai.

Remaja pirang itu terus memaksa tubuhnya berlari, mengabaikan rasa nyeri dan perih akibat kejadian semalam. Bahkan dia seperti tidak sadar saat melompat turun dari anak tangga yang berkelok-kelok. Dia begitu panik, adanya semakin sesak akibat mengirup asap. Sampai pada akhirnya, beberapa petugas datang dan mengevakuasi tempat, menunjukkan jalan yang aman untuk keluar.

Naruto duduk di depan supermarket setelah tubuhnya tidak kuat lagi berlari. Mengambil napas sebanyak-banyaknya kemudian membuangnya pelan-pelan. Hawa malam sangat dingin, ditambah pakaian basah yang ia kenakan membuat tubuhnya menggigil. Dia berusaha menghubungi teman-temannya namun sama sekali tidak ada jawaban. Hingga akhirnya dia pergi, menuju ke tempat orang yang dipastikan bisa membantunya.

...

Naruto menekan sandi yang sudah sangat ia hapal, kemudian membuka pintu tersebut dan masuk begitu saja. Dia langsung menuju pintu kamar, membuka pintu di depannya itu yang ternyata dikunci. Naruto berdecak kesal, tidak biasanya kamar itu dikunci. Tangan kekarnya meninju pintu itu.

"Buka pintunya, sialan!"

Naruto menggedor pintu lagi namun, tidak ada reaksi dari sang pemilik kamar. Dirinya hanya ingin mandi dan berganti pakaian, baju basah yang dia pakai, sudah bercampur dengan keringat akibat terus berlari. Akhirnya dia menuju kamar mandi luar, di samping kiri dapur.

Tidak ada baju ganti, Naruto hanya menggunakan handuk untuk menutupi tubuh bagian bawahnya. Matanya melirik pintu kamar yang sedikit terbuka, mungkin belum sempat tertutup sempurna. Kakinya segera melangkah lebar, masuk ke dalam kamar.

KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang