3

143 31 22
                                    

Hinata menemani kucingnya yang sedang melahirkan. Tangan kirinya mengelus kepala Ziu, sedangkan tangan kanannya memegang ponsel. Gadis itu selalu senang mengabadikan moment kucing yang sedang melahirkan. Hinata selalu suka melihat kehidupan baru kucingnya, dari kucing remaja menjadi ibu kucing.

Flashback on...

Dulu saat gadis itu berumur tujuh tahun, dia diajak Neji ke tempat adopsi hewan. Matanya melihat banyak sekali hewan berbulu di sana. Sampai saat Hinata melihat Zazu, dia meminta Neji untuk membawanya pulang, namun, pria itu tidak mengabulkan permintaan sepupunya. Neji berpikir bahwa Hinata tidak akan bisa merawatnya. Gadis kecil itu sudah tidak memiliki ibu, memiliki adik perempuan yang baru berumur dua tahun. Ia juga sering ditinggal pergi oleh ayahnya sehingga, Hiashi mempekerjakan dua orang untuk menjaga putrinya.

Mengurus anak-anak dan satu balita merupakan pekerjaan sulit dan menguras tenaga, belum lagi saat kedua putri Hiashi sedang merajuk dan banyak maunya. Jika pekerjaan rumah ditambah dengan mengurus kucing, maka akan sangat merepotkan. Hinata sedih tentu saja, merajuk kepada Neji karena menolak permintaannya. Gadis kecil itu mengadu kepada Hiashi, dengan wajah ditekuk dan bibir mengerucut, ditambah dengan air mata yang hanya keluar di mata kanannya.

"Kak Neji jahat! Dia tidak mau membelikan kucing untukkuuuu...huuu..huuuu...~" Hinata terus merajuk, menangis dengan mengucek kedua matanya.

Hiashi tidak kuasa menahan tawanya namun, dia berusaha tetap mendengarkan segala ocehan Hinata. Sesekali pria itu memalingkan wajah agar tawanya tidak diketahui Hinata. Sesekali Hiashi juga menanggapi perkataan putri kecilnya sambil mengelus rambut kepangnya. Semuanya lucu, apalagi saat Hinata berbicara menuntut dengan air mata buaya.

"Pa-padahal tadi udah gen-dhong..aaa~" ucap Hinata sesenggukan.

Hiashi menutup wajahnya dengan satu tangan sambil terus mengelus kepala Hinata. Sungguh, ia ingin sekali meledakkan tawa. "Hinata pengen pelihara kucing, terus kak Neji nggak ngizinin, padahal tadi udah Hinata gendong, gitu?"

Gadis itu mengangguk. Tangan mungilnya masih setia menghapus air mata. "Ayah, belikan kucing!"

"Hinata, ayah tau kamu sangat suka kucing, tapi harus dipikirkan baik-baik. Merawat kucing bukan cuma soal memberi makan dan bermain dengannya. Kamu harus membersihkan kotorannya, memandikannya, dan memastikan dia sehat. Kalau kita tidak bisa merawatnya dengan baik, itu bisa membuat kucingnya sedih dan sakit. Jadi, lebih baik kita tunggu sampai kamu benar-benar siap untuk bertanggung jawab ini, ya. Ayah nggak mau kamu kecewa nanti kalau kucingnya nggak bahagia atau sakit."

Hinata menatap ayahnya. "Kucingnya bisa sedih, Ayah?"

"Iya, sayang, kucing juga bisa sedih kalau nggak dirawat dengan baik. Mereka butuh perhatian, makanan yang cukup, dan tempat tinggal yang bersih. Kalau kita nggak bisa memberikan semua itu, mereka bisa merasa kesepian, terus sakit deh. Kamu nggak mau kucingnya sedih, kan?"

Hinata menggeleng, kemudian menenggelamkan kepalanya di ketiak sang ayah.

"Makanya, nanti kita belajar bersama-sama dulu ya, supaya kalau nanti Hinata punya kucing, dia bisa selalu bahagia."

Hinata mengangguk, membuat Hiashi lega. Dia sangat beruntung memiliki putri yang lucu dan penurut.

"Terimakasih, Hinata sudah mengerti. Kalau ada kesempatan, kita bisa kok dekat dengan kucing tanpa harus pelihara. Misalnya, kita bisa sesekali ke tempat penampungan kucing, terus main-main sama mereka. Gimana, setuju?"

Hinata kembali mengangguk.

"Pintar sekali anak Ayah."

Dan setelah hari itu, Hinata rutin berkunjung ke tempat penampungan kucing setiap dua minggu sekali. Sampai saat Hinata sudah benar-benar bisa memelihara hewan berbulu tersebut, akhirnya Hiashi membelikan satu kucing saat Hinata berumur 14 tahun. Kucing persia itu diberi nama Zazu dan memiliki 5 anak yang salah satunya bernama Ziu. Sedangkan ke empat kucing yang lain telah mati bersama Zazu.

KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang