CH 01

118 9 0
                                    

Aku menatap mansion itu dilahap api dalam linglung.

Mereka bilang api lebih cepat daripada angin, dan itu benar. Api biru terang itu terus membesar tanpa henti, mendekatiku.

Mansion yang dulunya megah dan indah itu kini tampak menyedihkan, seolah-olah tak pernah memamerkan keindahannya.

Aku telah berusaha keras mempersiapkan mansion itu untuk pengantin wanita yang akan datang besok. Aku bahkan telah tinggal sampai saat ini, menyesuaikan setiap detail kecil, namun semua usahaku sia-sia.

"Ini neraka."

Api biru suci, yang lahir dari kekuatan suci, takkan padam tidak peduli berapa banyak air dituangkan ke atasnya.

Saat api biru itu tampak membengkak atas kemauannya sendiri, para pelayan menjerit dan berlari menjauh. Beberapa pingsan, sementara yang lain berteriak keras, mencari pemilik mansion itu.

"Ini bencana."

Pemilik mansion itu berada di lantai paling atas, tempat yang akan segera dilalap api.

Dan itu aku.

Aku tertawa hampa saat melihat mansion itu yang kini hanya tinggal kerangka yang terbakar.

Siapa yang akan menganggap ini sebagai rumah bulan madu, setelah melihat situasi ini? Lebih seperti rumah terkutuk.

Bunga-bunga yang dihias dengan berbagai warna telah lenyap tanpa bekas, dan taman, yang dibanggakan oleh tukang kebun akan tetap hijau sepanjang tahun, telah hangus menghitam. Di tengah banyaknya asap dan api yang membakar mansion itu, hanya tempat ini yang tetap tenang.

"Pernikahan?"

Begitu sunyinya, suara laki-laki yang mencengkeram leherku, seolah hendak mematahkannya, terdengar sangat jelas.

Wajahku yang terhantam jendela, berkerut ketika aku melawan.

Setelah kehilangan kesempatan untuk melarikan diri dan menghirup terlalu banyak asap, pikiranku menjadi pusing. Karena oksigen tidak tersuplai dengan baik, air mulai bocor dari semua lubang, dan pandanganku mulai kabur.

Bahkan saat itu, aku mencoba menatap lurus ke arah orang yang memelintir leherku. Aku melihat sebuah tangan yang dibalut perban biru tua, penuh dengan tulisan-tulisan bercahaya. Setelah perban, hal pertama yang menarik perhatianku adalah penampilannya yang rupawan.

Kecantikannya yang halus dan anggun, seolah-olah dipahat oleh seorang seniman, dapat memikat siapapun. Ia telah berkembang dengan baik, mengingat lingkungan yang keras tempat ia dibesarkan. Ia secantik dan sebangsawan dirinya yang dilambangkan oleh matanya yang berwarna laut yang dalam.

"Za, chary..."

Zachary Thaddeus.

Mendengar panggilanku, tatapan matanya yang biru beralih ke arahku. Saat mata kami bertemu, aku merasakan getaran di tulang belakangku yang memanas, dan jari-jariku yang tanpa sadar melengkung ke atas.

Hanya dengan melihatnya saja sudah membuatku terkagum-kagum, wajahnya begitu memikat sehingga orang bisa melupakan situasi yang sedang terjadi. Jika ada yang mengatakan bahwa ini adalah pernyataan berlebihan yang tidak masuk akal, aku akan membantahnya.

'Sang protagonis.'

Bagaimana mungkin seseorang tidak menggigil melihat pusat dunia telah awaken*?

*t/n: bangkit/terbangun. Biasanya dalam novel fantasi, awaken dipakai sebagai penyebutan untuk kekuatan seseorang yang bangkit/terbangun.

Zachary adalah tokoh utama dalam buku tempatku bereinkarnasi, kekuatan pendorong terbesar di dunia ini.

[𝐵𝐿] ᴛʜᴇ ʙʀᴀɪɴᴡᴀꜱʜɪɴɢ ᴏꜰ ᴛʜᴇ ɪᴍᴘᴇɴᴅɪɴɢ ᴅɪꜱᴀꜱᴛᴇʀ ɪꜱɴ'ᴛ ʙᴇɪɴɢ ᴜɴᴅᴏɴᴇTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang