"Assalamualaikum Nazwa cantik" Ucap Niken dengan nada di buat-buat sambil memasuki kelasku.
Anak-anak telah dijemput semuanya setengah jam lalu. Sehingga aku bisa leluasa mengisi administrasi sekolah sambil mendengarkan musik.
"Wa'laikumsalamm, dari nadanya sih aku tebak ada maunya pasti" Tebak ku di sambut kekehan centil dari satu-satunya sahabatku itu.
"Tau ajaaa, emang ya kalau bestie pasti udah sehati" Nada dan tingkah cetil emak-emak anak satu itu membuatku meletakkan bolpoin dan fokus menoleh padanya.
"Apa? " Tanyaku, tapi bukan jawaban yang kudapat malah tawa ala makkunti mengalun sedikit panjang.
"Malam sabtu besok ada acara nggak? Jalan yuk" Ajaknya dengan mata berkedip-kedip, sok imut.
Kulirik wanita yang selalu berhijab lebar tapi banyak tingkah itu denga dahi mengernyit. Seolah mewakili kata tumben yang cuma menggantung diangan.
" Ihh sekali-sekali lah kita keluar malam, udah sahabatan hampir tujuh tahun masak nggak pernah keluar malam bareng " Bujuknya dengan bibir sedikit mengurcut.
"Katakan yang sejujurnya wahai kisanak! " Titahku setelah menghembuskan nafas perlahan.
Kembali derai tawa terdengar dari bibir itu.
"Pasar malam, Naz. Udah beberapa hari ini Zira merajuk mau ke pasar malam. Katanya taman-temannya udah kesana semua. Aku suruh nunggu malam minggu pas Ayahnya pulang nggak mau dia. Pusing aku di rumah dengerin dan nanggapi dia yang merajuk. Tak mau makanlah, tak mau mandilah tak mau sekolah lah." Terangnya dengan kecepatan bicara di atas rata-rata.Kini tawaku yang pecah. Aneh. Mengahadapi puluhan murid yang merajuk setiap hari ia bisa sabar banget. Tapi menghadapi anak sendiri dia sering lupa apa itu sabar. Bukan hanya Niken tapi nyaris semua guru yang ada dijaga raya mungkin. Mereka akan sabar menghadapi tingkah aneh dan rengekkan anak didiknya, tapi sering lepas kendali saat berhadapan dengan anak sendiri.
Ponsel di saku seragam keki Niken berdering seiring dengan tawaku yang memudar. Tidak lama seraut wajah imut terpampang dilayar.
"Gimana maa, nanti malam jadikan? " Suara anak kecil merengek manja yang sangat aku hafal.
"Assalamu'alaikum dulu sayang" Jawab Niken sambil pura-pura menampilkan wajah marah.
Terdengar kekehan khas anak-anak.
"Wa'alaikumsalam mama ku yang cantik, gimana jadikan? " Lanjut bocah yang duduk di kelas dua SD tersebut.
"Nih tanya sendiri sama tante Nazwa, kalau tante Nazwa mau kita berangkat nanti malam" Jawab seibu itu sambil menodongkan ponsel tepat didepan mukaku.
"Gimana tante mau kan? "
Belum juga aku sempat memberi salam gadis kecil itu langsung menodong pertanyaan. Binar harap terpampang jelas dari sorot matanya.
"Hmmm gimana y? " Goda ku sambil mengerlingkan mata, pura-pura berfikir.
"Ayolah tann semua teman ku udah pada kesana, aku pengen naik komedi putar tantee" Rajuknya.
"Kenapa ngga tunggu ayah aja besok, besok ayahmu pulang kan? Pasar malamnya juga masih lama." Ujarku dengan nada di buat-buat.
Jujur aku enggan untuk menyetujui. Malas rasanya berada di tempat yang sangat bising itu. Tapi melihat binar mata itu tak tega rasanya untuk menolak.
"Tannn,,, mau ya tann.. " Rengeknya dengan mata terlihat mengembun. Hatiku sedikit terenyuh melihat hal itu.
Ku berikan senyum tercerah yang aku punya. Sebelum merayunya untuk jangan menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sudut Yang Kosong
General Fictionada yang kosong di sudut hati, dan terkadang rasa rindu bertalu hebat disudut yang sama. Itulah gambaran hati Najwa. Kemana lagi kita mengadu tentang ketidak tauan kita di dunia? Ya kepada sang Pencipta di sepetiga malam. Mampukah nazwa menemukan s...