𖦹 must be fine

181 33 1
                                    

•••

。☆✼★━━━━━━━━━━━━★✼☆。

•••

✷        ·
  ˚ * .
     *   * ⋆   .
·    ⋆     ˚ ˚    ✦
  ⋆ ·   *
     ⋆ ✧    ·   ✧ ✵
  · ✵

。☆✼★━━━━━━━━━━━━★✼☆。

•••

Saat pagi hari mulai menyapa dengan lembut, Gita menatap dirinya di cermin, memastikan penampilannya cukup rapi untuk hari itu. Ia mengenakan pakaian hitam putih yang nyaman namun tetap terlihat rapi, sesuai dengan suasana kampus yang semi-formal. Pikirannya melayang pada kegiatan hari ini—sesi PKKMB yang masih terus berlangsung, tugas-tugas yang harus ia selesaikan, dan tentu saja, Eli. Ia tahu bahwa perasaan dan pikirannya masih belum tenang sejak percakapan singkat mereka malam sebelumnya, namun Gita mencoba untuk tidak terlalu memikirkannya. Hari ini harus dimulai dengan baik.

Ia melangkah keluar dari kamar kosnya dan berjalan menyusuri lorong menuju mobilnya yang terparkir di seberang jalan. Mobil itu, yang sudah dikirim oleh supirnya sejak ia pertama kali tiba di Yogyakarta. Dengan mobil itu, ia merasa memiliki sedikit kendali atas hidupnya yang baru ini, di kota yang asing namun mulai terasa familiar.

Di depan kamar kos Eli, Gita melihat sosok temannya itu sedang merapikan dasinya dengan penuh konsentrasi. Penampilannya tampak rapi, dengan rambut yang disisir rapi. Sejenak, Gita memandangi Eli dari jauh, merasakan kehangatan yang tiba-tiba muncul di dalam hatinya. Ia mendekati Eli dengan langkah yang ringan, mencoba menjaga nada suaranya tetap santai meski perasaan itu kembali menyelinap.

"Eli, mau bareng kah?" tanyanya, suaranya terdengar lembut namun cukup jelas untuk menarik perhatian Eli.

Eli menoleh dengan cepat, senyum kecil terlukis di wajahnya. "Naik apa emangnya, Git?" tanyanya sambil memperhatikan Gita, masih memegang dasi yang kini sudah mulai terlihat rapi.

"Aku kan bawa mobil," jawab Gita dengan nada santai. Ia ingat betul bahwa Eli belum memiliki kendaraan sendiri di kota ini, jadi menawarkan tumpangan terasa seperti hal yang alami untuk dilakukan. Lagi pula, mereka tinggal di kos yang sama, dan kampus bukanlah tempat yang sulit dijangkau dari tempat tinggal mereka.

"Oh, oke," balas Eli, tampak senang dengan tawaran itu. "Yaudah, bareng aja."

Gita tersenyum kecil dan mengangguk sebelum berbalik menuju mobilnya. Ia berjalan santai, menikmati udara pagi yang masih sejuk. Mobilnya terparkir di seberang jalan, di tempat yang cukup strategis sehingga ia bisa melihatnya dengan jelas dari jendela kamarnya. Sesampainya di mobil, Gita membuka pintu pengemudi dan melangkah masuk.

Eli segera mengikuti, berjalan di samping Gita dan membuka pintu di sisi penumpang. Ia duduk di kursi depan dengan gerakan yang lancar, menutup pintu dengan hati-hati agar tidak menimbulkan suara keras. "Thanks, Git," katanya, memandang Gita yang tengah mempersiapkan dirinya untuk menyetir.

"Santai aja, Li," jawab Gita dengan senyuman tipis, sambil memeriksa kaca spion dan memastikan semuanya sudah siap untuk perjalanan mereka. Ia menyalakan mesin mobil dan perlahan-lahan mulai keluar dari tempat parkir.

Gita melirik ke arah Eli sesaat sebelum kembali fokus pada jalan di depannya. Sebenarnya, jarak antara kos-kosan mereka dengan kampus tidaklah jauh. Jika mereka memilih berjalan kaki, mungkin hanya butuh waktu kurang dari sepuluh menit untuk sampai.

"Mau singgah beli sarapan atau udah sarapan?" tanya Gita dengan nada santai, memecah keheningan yang mulai merayap di dalam mobil.

Eli, yang sedang menatap jalan dengan pandangan santai, menoleh ke arah Gita dan tersenyum kecil. "Nggak sarapan, tapi bawa bekal kok, Git," jawabnya.

LATCHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang