#11. Tak tersisa

42 4 0
                                    

happy reading!!

Masih di tempat yang sama, Winata dan adik-adiknya masih diam di bibir pantai dengan di ikuti keluarga korban yang lainnya.

Tangisan yang pecah di seluruh penjuru pantai terdengar sangat pilu. Tangisan ketidak percayaan, kehilangan, dan kesakitan.

Naya perlahan perlahan melepaskan pelukannya pada Renja, lalu menatap adiknya itu dengan lekat dengan matanya yang berair.

"Semuanya bakal baik baik aja, Naya janji." Ucap anak keempat itu dengan tulus sambil tersenyum di tengah luka hatinya yang membesar.

Namun, kata penenang Naya sudah tak di dengarnya. Renja menggeleng dengan cepat dan membalas dengan ketidak percayaan akan semua perkataannya, diiringi tangisan pilu.

"Naya stop bilang semuanya akan baik baik aja! Kamu gak bisa liat kesana?! Aku bukan anak kecil yang bisa kamu bohongi lagi, Nay! Aku tahu semuanya gak baik baik aja!" Si bungsu menyangkal dengan kasar dan menghempaskan tangan Naya dari bahunya, membuat pemiliknya hanya bisa diam membeku tanpa tahu harus berbuat apa lagi.

Naya menahan bibirnya yang bergetar dengan mati matian, air matanya terus mencoba mendorong untuk keluar. Namun, entah apa yang menahan matanya dengan kuat, air mata itu tak kunjung keluar dan hanya membendung perlahan.

"Renja..." Ucap Naya lirih.

Renja menatap Naya dengan merasa bersalah dan ia hanya menangis lemah tak berdaya. Ia benci pada dirinya, pada situasi yang sedang di alaminya, dan pada Tuhan.

"Apa emang ini takdir yang Tuhan beri untuk aku, Nay?" Renja berbicara dengan kesulitan karena merasa seperti ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokannya.

"Kenapa? Kenapa Tuhan gak pernah adil sama aku? Apa kesalahan aku yang udah diperbuat di masa lalu? Sampai sampai Tuhan hukum aku dengan hukuman terberat kayak gini. Aku cuman anak kecil yang gak tahu gimana cara kerja dunia, aku gak ngerti semua ini. Aku cuman mau di kasih adil, Nay." Isak tangis terdengar dari si bungsu, tenggorokan nya seperti di sumbat batu hingga membuatnya kesulitan untuk berbicara.

Kalah, pertahan Naya kalah. Air matanya berhasil meluncur bebas ke bawah pipinya. Naya menangis pelan dengan diikuti rasa sakit atas penuturan adik bungsunya. Seluruh keluhannya membuat hatinya semakin remuk tak karuan.

"Semua orang pasti diberi ujian yang sama oleh sang maha kuasa, dengan porsinya masing masing tentunya. Naya gak tahu kenapa Tuhan selalu memberikan ujian yang berat pada Renja, tapi Naya yakin kalau Tuhan tahu Renja bisa melewati semua ini. Kita juga disini dapat ujian yang sama, kita juga sakit. Jadi, kita hadapi semuanya sama sama ya? Kita terima takdir dan terima kenyataan yang Tuhan berikan untuk kita. Suatu hari nanti, Naya yakin Tuhan akan beri kebahagiaan untuk kita, kebahagiaan yang abadi. Sekarang kita berdoa semoga mereka bisa ditemukan dengan cepat." Tak menyerah Naya menenangkan dan meyakinkan Renja dengan kata katanya yang tulus.

Di sisi lain, Alisha yang sama halnya dengan Renja masih berdiri lemah dengan tubuh nya yang rasanya akan jatuh saat itu juga.

Alisha menangis hebat dengan pilu, ia terus mengutuk semua yang terjadi, dan percaya bahwa ini semua hanyalah mimpi.

"Billa..." Ucapnya lirih.

Winata hanya bisa diam menatap adiknya dengan menangis tak berdaya. Bodoh rasanya untuknya, ia merasa lemah dan tak bisa mengendalikan dirinya di depan adiknya.

Jatuhnya Sriwijaya 41 tahun silam Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang