Bab 3

9 3 1
                                    

Akhirnya aku sampai rumah. Senang bisa kembali menginjakkan kaki di tempat yang damai dan aman. Bebas dari huru-hara Nora dan geng anak kelas 2.

Rumah masih terkunci. Ibu belum pulang. Hari ini seharusnya dia pulang lebih cepat. Kami sudah janji makan malam meriah karena besok Ibu akan berangkat ke Jepang untuk urusan kerja. Aku merogoh kantong depan tas sekolahku, mencari kunci. Di sekitar rumah sepi. Bukan karena cuaca yang masih terik, kami memang tinggal di perumahan kecil dan sunyi. Rumah kami paling ujung, berbatasan dengan tembok pembatas. Di balik tembok ada tanah kosong entah milik siapa. Rumah di sebelah kami kosong. Antara belum berpenghuni atau ditelantarkan pembeli. Rumah di seberang kami dihuni pasangan muda yang jarang terlihat. Kata Ibu, keduanya bekerja. Aku kadang berpikir, kompleks tempat tinggal kami ini memang diperuntukkan bagi orang-orang yang ingin mengasingkan diri. Interaksi di sini sangat minim.

Begitu pintu terbuka, aku langsung menuju kamar, menyalakan laptop, lalu masuk kamar mandi. Kebiasaan bersih-bersih sepulang dari luar masih belum aku tinggalkan. Padahal kasus COVID-19 sekarang hampir bersih, tapi rutinitas ini masih terekam jelas di memori gerak. Seperti sebuah langkah dalam tutorial yang tidak bisa dihilangkan. Tidak ada ruginya juga. Guyuran air setidaknya bisa membantuku melupakan keributan di sekolah tadi.

Setelah bersih dan ganti baju, laptopku menyala sempurna. Siap untuk digunakan. Aku masuk ke sosial media. Akun anonim. Tidak ada DM baru dari Pio. Percakapan terakhir kami hari Minggu kemarin tentang Keluarga Pinus 2 yang baru masuk Sampol. Untuk ganti topik, mungkin ada baiknya aku menceritakan kejadian tadi siang.


Masih ingat sama cewek yang duduk di belakangku? Dia dibully lagi. Masih soal rebutan cowok. Tapi yang ini agak parah. Tiga senior keroyokan. Mereka sampai dipanggil ke ruang guru. Anehnya, kata orang-orang, yang duduk di belakangku ini nggak ngaku kalau dia dibully. Dia bilang ke guru kalau mereka cuma berdebat karena beda pendapat. Terus, dia minta maaf sama senior-senior itu karena udah nggak sopan sebagai junior. Jadi kasusnya dilepas gitu aja. Aku nggak ngerti kenapa dia ngalah di depan guru.


Sebelum menekan enter, aku baca ulang hasil ketikanku. Tidak ada nama asli, tidak ada lokasi. Setelah yakin, baru kukirim. Sepertinya Pio sedang offline. Jika online, biasanya dia langsung membalas. Apalagi kalau aku cerita tentang masalah-masalah di sekolah. Dia suka drama anak sekolah.

Aku tidak kenal siapa Pio sebenarnya. Aku panggil dia "Pio" berdasarkan kesepakatan bersama. Diambil dari nama penggunanya. Miss Scorpion. Katanya nama itu berasal dari karakter film Jepang yang sempat bikin dia lepas dari kenyataan. Kami kenalan di media sosial.

Pesan-pesan Pio terdengar ramah. Dia suka berbagi saran dan pendapat. Entah memang begitu dari sananya, atau karena dia pikir aku laki-laki (nama penggunaku @rolan.o). Awalnya kami cuma diskusi soal film. Wawasan Pio lumayan luas. Dia penikmat semua genre. Dia juga suka menganalisis adegan atau karakter yang ditonton, tidak langsung menilai buruk antagonis, tidak langsung memuja-muja protagonis. Pio suka melihat kejadian dari sisi yang tidak pernah aku pikirkan.

Bisa dibilang, Pio satu-satunya teman yang aku punya sekarang.

Meski kami tidak saling kenal di dunia nyata, meski kami tidak tahu nama asli masing-masing, kami sering bertukar kabar kehidupan sehari-hari. Pio tidak pernah membeberkan usia atau pekerjaannya (aku yakin dia sudah tamat SMA), tapi dia sering bercerita tentang tetangganya yang berisik, abang laki-lakinya yang bossy, dan pertikaian tanah warisan keluarga. Aku sendiri terang-terangan mengaku masih SMP waktu pertama kali berkenalan dengannya. Karena itu, Pio sering meledekku bocil.

Hampir satu jam kemudian, Pio membalas.


itu bukan ngalah namanya, tapi lagi mengendalikan permainan. justru kalo dia ngaku korban bully, posisinya jadi lemah. dengan dia minta maaf, dia lagi mengerdilkan superioritas senior-senior itu. guru pun makin respek sama dia. nih anak pridenya beneran nggak bisa dilawan ya. jadi pengen gw ajak kenalan wkwk.

My Mom Is Not HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang