Oina, 2023
DI KABUPATEN INI tidak ada mal, hanya ada pusat perbelanjaan tiga tingkat. Nama aslinya Samona Plaza, tapi lebih dikenal dengan sebutan Sampol. Gedungnya lumayan baru. Pertama kali diresmikan sekitar empat tahun lalu.
Aku dan Ibu punya jadwal belanja ke Sampol setiap akhir pekan kedua. Meski tidak semegah dan seklimis mal kota, barang-barang di Sampol bisa dibilang superlengkap, terutama di lantai pertama. Ingin beli camilan impor? Cari di Sampol. Butuh bahan makanan beku persediaan seminggu atau bumbu kemasan khas mancanegara yang mereknya sulit dilafalkan? Cari di Sampol. Peralatan dapur baru? Cari di Sampol. Semua kebutuhan rumah tangga ada di lantai pertama, dari yang berukuran mungil hingga raksasa. Agak ke belakang, ada area makan dengan dua gerai yang menjual hidangan cepat saji. Sehabis belanja, kamu bisa makan-minum sambil menonton televisi bisu yang tertempel di satu sisi dinding.
Untuk lantai kedua, katanya, ada tempat bermain anak lengkap dengan jasa pengawasan dan gerai jajanan, tapi aku tidak tahu jenis permainan dan jajanannya. Kalau di lantai paling atas, pastinya ada bioskop, tapi aku tidak tahu berapa jumlah studionya, atau apakah ada larangan membawa makanan dari luar. Yang aku tahu, bioskop di sini sempat tutup setahun karena pandemi, dan baru beroperasi kembali beberapa bulan belakangan. Aku tidak pernah menginjak eskalator Sampol. Aku tidak pernah naik ke lantai atas. Setiap kali ke sini, tujuan kami selalu lantai dasar.
Hari ini pun tidak ada bedanya. Kami belanja bulanan seperti biasa.
Begitu mobil Ibu masuk area parkir, aku bisa menebak bagaimana ramainya di dalam. Status PPKM dicabut dua bulan lalu; protokol kesehatan semakin dilupakan; hari ini akhir pekan dan tanggal merah. Orang-orang bebas keluar rumah, cari hiburan.
Selepas parkir, kami masuk beriringan bersama pengunjung lain. Eskalator yang menghadap ke pintu masuk langsung menyambut kami. Pengunjung lain kebanyakan tetap jalan lurus, naik ke atas, sementara kami belok ke kanan, ke arah deretan troli. Aku sempat memeriksa papan iklan di dekat eskalator. Pantas saja ramai. Film seri kedua dari Keluarga Pinus baru tayang.
Film-film di bioskop Sampol tayangnya agak telat (Keluarga Pinus sebenarnya sudah dirilis dari seminggu lalu). Pilihannya juga tidak beragam, hanya judul-judul populer yang meski belum rilis sudah tren di media sosial. Meski begitu, penduduk sini tetap antusias, mengingat hanya di Sampol mereka bisa menonton film tanpa keluar kabupaten. Kalau ke kota, harus menempuh perjalanan dua jam, bahkan lebih lama jika akhir pekan.
Aku belum menonton Keluarga Pinus 2 (jelas, naik eskalator Sampol saja tidak pernah), tapi aku sudah dengar bocorannya dari Pio. Dia teman online-ku, nanti kuceritakan. Pio bilang, film Keluarga Pinus 2 bagus ditonton kalau ingin nostalgia bersama keluarga, semakin bagus kalau kamu suka naik jasa transportasi online.
"Ina udah pegang daftarnya?" Ibu memeriksa kesiapanku saat kami mengambil troli.
Aku merogoh saku terluar totebag, menunjukkan setengah kertas A4 yang terlipat dua. Ibu mengangguk puas.
Setiap belanja, kami biasanya berpencar. Tugasku bagian barang konsumsi yang mereknya sudah pasti-pasti, sementara Ibu bagian sabun dan produk pembersih lainnya. Setelah itu, kami bertemu di area buah dan bahan makanan beku.
Ibu suka menyederhanakan banyak hal. Misalnya tadi, nama panggilanku dipenggal menjadi tiga huruf saja. Ibu juga punya data lengkap persediaan barang rumah tangga di Microsoft Excel. Setiap akhir bulan, dia melakukan inspeksi, memeriksa sisa stok. Beberapa hari sebelum jadwal belanja bulanan, daftar belanjaan sudah dicetak dua rangkap. Mungkin kedengarannya kaku dan membosankan, tapi percayalah, jika tinggal bersama Ibu, hidupmu jauh semakin efisien, sederhana, dan less drama.
Seperti yang sudah-sudah, aku mendorong troli ke rak sereal. Tanpa melihat daftar pun aku sudah tahu apa-apa saja yang harus aku ambil. Sereal gandum, masuk. Kacang almond 500 gram, masuk. Kismis kering, masuk. Snack bar rasa original, masuk. Tunggu. Bisa jadi Ibu butuh camilan ini di jalan nanti. Jumlahnya harusnya lebih banyak dari biasa. Aku memeriksa daftar. Benar. Tambahan enam bungkus, masuk. Selanjutnya: susu, teh, dan biskuit. Aku memutarkan troli ke rak sebelah kiri dengan gerakan pasti.
Rak bawah, susu literan untuk sereal, kotak warna hijau. Aku menunduk, hendak meraih susu dalam kemasan yang biasanya diletakkan paling ujung. Namun, tanganku terhenti. Raknya berubah. Tidak ada kotak berwarna hijau. Tidak ada susu dalam kemasan. Yang terpajang hanyalah bahan-bahan membuat kue. Di rak sebelah dan belakangnya pun tidak ada.
Ini di luar perkiraan. Aku celingak-celinguk. Di ujung, tempat buah dan makanan beku, Ibu belum kelihatan. Tugasku masih banyak. Baru empat jenis barang yang masuk ke troli. Dengan berat hati aku cari pramuniaga terdekat.
"Permisi, Kak. Rak susu di mana, ya?"
Wanita muda berseragam kuning menunjukkan rak di lorong belakang dekat sayuran dan bahan makanan segar. Tampaknya rak baru. Bulan lalu tatanannya tidak seperti itu. Hari ini trayek troliku terpaksa berubah. Aku mendorong belanjaan ke rak yang ditunjuk pramuniaga tadi, menjelajahi deretan susu yang tersusun rapi. Ada beberapa yang berkotak hijau, tapi bukan merek yang biasa kami gunakan. Tiga kali aku mondar-mandir mencari, menajamkan mata agar tidak silap. Namun, tetap saja tidak ketemu. Sebaik mungkin aku mengambil napas dalam. Belanja kali ini benar-benar menguji ketentraman.
Aku kembali mencari pramuniaga. Beruntungnya, ada satu di belakangku sedang menyusun keju.
"Permisi, Kak. Susu merek Permata di mana, ya?"
Kakak berambut pendek menoleh dan memindai rak dengan cermat.
"Kosong, Dek."
Bahuku merosot. Lupakan yang kusebutkan di awal tadi. Status superlengkap Sampol sepertinya harus dipertimbangkan lagi.
"Nggak mau Nusamilk aja, Dek? Lagi ada diskon 20 persen, loh."
Bagaimana ini? Apa boleh ganti merek? Atau tidak jadi beli? Tapi kalau tidak dibeli, berarti stok susu di rumah kosong untuk sebulan ke depan. Beli di tempat lain? Aku kembali melirik ke zona buah dan makanan beku. Ibu masih belum kelihatan.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
My Mom Is Not Home
Teen FictionIbu Oina sedang dalam perjalanan dinas. Ibu Yana tenggelam dibawa arus laut. Ibu Taha kecanduan narkoba. Ibu Violeta mengungsi ke Vietnam. Ibu Nora hidup dalam angan-angan. Ibumu bagaimana? ---------- Sekelompok remaja merayakan ketiadaan ibu mereka...