Prolog

13 2 1
                                    

Langit menunjukkan taburan bintang yang sangat indah dengan ditemani dengan bulan.

"Bun coba lihat langit nya" tunjuk sang anak pada kaca mobilnya.

Sang Bunda pun mengikuti arah sang anak. "Cantik kayak kamu"

Sang anak tertawa bahagia. "Iya dong kan anak nya Bunda Amara dan Papah Anderson"

Sang papah yang menyetir pun tertawa kecil. "Ya dong anak nya Papah"

Mobil pun tiba-tiba berhenti saat lampu berganti merah. Saat lambu berubah hijau mobil pun kembali melaju dengan kecepatan sedang.

Drttt

Suara panggilan masuk membuat Anderson mengangkat nya dengan earphone yang sudah menempel.

"Tuan mereka..."

Suara panggilan membuat Anderson menatap kaca spion depan. "Mereka sudah di belakang mobil saya" jawab Anderson dengan sigap menengang.

Amara dan sang anak ikut melirik kearah belakang. Dua mobil dengan kecepatan sedang seakan semakin dekat padanya.

"Pah mereka semakin dekat" ujar sang anak memberitahu.

Anderson bersiap menancap gas penuh. "Saya sudah menduga ini akan terjadi. Siapkan semuanya mulai sekarang. Lakukan sesuai rencana awal"

Tut

Panggilan pun terputus. Anderson terus berfokus dengan mobilnya.

Suasana semakin mencekam. Jalan pun tiba-tiba terasa hening tidak ada pengendara lain selain mobil nya dan dua mobil di belakangnya. Seakan semua sudah direncanakan.

"Pah biar Clara saja yang menyetir"

"Kamu diam saja di sana dan eratkan seat belt kalian." pinta Anderson membuat Amara dan sang anak menurut.

Tangan Amara pun sudah menggenggam erat tangan anaknya.

"Bunda sayang Clara" ucap sang bunda dengan nada yang terlihat berbeda.

Sang anak menggeleng dengan mata yang berkaca. "Clara juga sayang Bunda"

"Clara" panggil Anderson membuat sang anak tersentak.

"Sekarang waktunya kamu untuk mandiri. Papah tau kamu anak yang kuat. Apapun yang terjadi kedepannya kamu harus tabah dan ikhlas"

"Enggak" geleng sang anak penuh penekanan. "Papah ngga boleh ngomong gitu. Kita pasti akan baik-baik aja" tegas sang anak.

Sang papah yang tak tega pun meneteskan air mata tanpa sang anak tau. "Mana anak gadis papah yang pemberani? Bukankah anak nya Papah sangat kuat? Sekarang tugas kamu untuk tunjukkan ke semua kalau kamu anak yang kuat" jelas sang papah yang berusaha untuk fokus menyetir.

Jalan semakin mencekam bahkan sangat sepi. Tidak ada satupun pengendara lewat. Seakan semua sudah direncanakan.

Kini laju mobil Lamborghini itu menuju tikungan tajam. "Papah sudah siapkan berkas yang harus kamu ambil di mansion. Ketika kamu lihat matahari esok. Secepatnya kamu ke mansion. Ambil berkas itu dan keperluan yang sudah papah siapkan untuk kamu"

"Enggak" teriak sang anak.

"Clara" bentak sang papah marah.

"Jangan pernah kamu tunjukkan kesedihan kamu ke siapapun itu. Di saat kamu lemah orang itu akan semakin gencar menyakiti kamu. Tatap mata papah" pinta Pratama saat menatap kaca depan pengemudi.

Clara menatap sang papah tajam. "Papah dan Bunda selalu sayang sama kamu. Jangan pernah percaya ucapan siapapun itu. Bahkan teman ataupun kerabat pun bisa saja musuh"

Ckittt

Suara decitan banting stir membuat lelaki paru baya itu kewalahan. "Sitt!!" Umpat lelaki itu saat rem kaki tidak berfungsi.

Brak

Suara benturan membuat mobil Lamborghini berputar di tikungan tajam. Sampai beberapa saat mobil itu berhenti. Sang pengendara sebrang tersenyum miring.

Bruk

Mobil yang tertabrak kini menabrak pembatas jalan. Saat salah satu mobil itu menabrak nya terus sampai kearah pembatas yang sudah terbelah.

"Bun-da" ucap Clara terbata-bata saat kepalanya terbentur hebat pintu mobil.

Mobil yang menabrak kini berhenti dengan mengeluarkan cahaya silau ke bagian kanan mobil.

Tanpa mereka sadari wanita paruh baya yang berusaha untuk menjulur sang anak pun berhasil. Lengan nya terus melepaskan seat belt sang anak dan tak lupa mendorong sang anak keluar mobil. Untung pintu mobil bagian kiri sudah terbuka.

"Waktunya kealam baka tuan Anderson" ujar lelaki itu dengan menampilkan senyum smrik devil.

Clara terjatuh dengan tubuh bergelinding tanpa henti. Sampai membentur pembatas jalan barulah tubuhnya terhenti.

Terlihat jelas sayup tatapan nya menatap kedua orang tua nya yang terlihat tidak baik-baik saja.

Bulir air mata membasahi wajah nya yang kini tertutup noda darah. Sakit yang ia rasa tak sebanding rasa sakit yang ia tatap sekarang.

"Hikss bunda" kata sang gadis saat tubuhnya  menungkup dengan satu tangan melambai ke udara.

Brum

Mobil yang kembali berbunyi membuat Clara sedikit bergerak untuk maju.

"PAPAH..!!"

Duar...

"PAPAH.... BUNDA....." Teriak sang gadis bergantian menatap mobil sang papah terjatuh ke jurang yang curam dengan suara ledakan yang begitu dahsyat.

"Arrghh" ringgis Clara berusaha mengesotkan tubuhnya.

Mobil yang sangat ia kenal pun membuatnya terdiam. Mobil yang ingin menyalipnya tadi kini sudah di depannya yang bersiap untuk menabrak nya.

Brumm

"Clara akan nyusul kalian" tuturnya saat menatap sayup mobil di depannya.

Brakk

Suara tabrakan terdengar jelas saat satu mobil yang  tiba-tiba datang dari arah belakangnya kini menabrak dirinya dengan mobil yang ingin menabraknya.

Darah dari kepalanya terus saja keluar tanpa henti. Beberapa tubuhnya pun mendapat lecet yang sedikit parah dan serius. Kakinya yang merasakan sakit luar biasa pun tiba-tiba kebas. Kedua mata yang sayup pun kini tertutup perlahan. Kedua telinganya masih berfungsi jelas. Saat suara hentakan kaki terdengar menghampirinya.


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 03 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Clara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang