Akhirnya berakhir di kantor polisi. Regan duduk di hadapan polisi sedang diminta keterangan sudah lebih dari dua jam. Sementara lebih dari sepuluh orang pria sudah di larikan ke rumah sakit. Jam terus berjalan menunjukkan pukul empat pagi.
Alister baru saja datang untuk membantu Regan. Nahla memastikan matanya tetap terbuka namun akhirnya gagal. Ia tertidur di sofa kantor polisi.
"Pasti lo gunakan kesempatan ini untuk melampiaskan kemarahan lo, kan?" tuduh Alister, kini keduanya sudah duduk di sofa kantor polisi. Salah satu polisi disana merupakan kenalan Alister. Mereka ngobrol santai sementara Nahla tidur di sofa.
Regan melepas jaketnya lalu ia gunakan untuk menyelimuti tubuh Nahla. Duduk di samping perempuan itu. Regan mengeluarkan asap rokok dari mulutnya.
"Jadi? Apa rencana lo?" Alister menekan ujung rokok ke meja.
"Kenapa? Lo mau nikah sama gue?" tanya Regan santai.
"Bangsat." Alister melempar putung rokok ke wajah Regan yang tertawa kecil. "Dia?" Alister menunjuk Nahla yang tertidur dengan dagunya.
"Di tolak gue." menghembuskan napas pelan.
Alister tertawa kecil. "Bisa-bisanya seorang Regan di tolak," Alister menghidupkan rokok lagi. "Nikah diam-diam aja,"
"Aruna nggak mau."
"Kenapa?"
"Lo aja yang tanya."
"Lagian kenapa lo pengen banget cepet nikah sama Aruna? Sama-sama kuliah, karir masih panjang, masa depan cerah. Perjalanan masih panjang,"
"Kalau cewek lo sekelas Aruna, apakah lo akan menunggu waktu?" Regan tersenyum kecil. "Apa ada cewek sempurna lagi seperti dia?"
"Nggak sempurna juga kali," Alister mengerutkan alisnya. "Jangan melihat seseorang dari kesempurnaanya, kalau lo tahu kekurangannya lo akan kecewa."
Regan menatap Nahla sekilas. "Kalau gue mundur, gue yakin nyokap bakalan nge drop dan masuk rumah sakit lagi." Regan menghembuskan napas pelan.
Dalam keheningan tengah malam. Pembahasan dari hati ke hati semakin dalam, seolah menjadi saksi bisu percakapan keduanya yang tanpa sadar jujur terbuka.
"Kalau gue jadi Nahla, gue juga nggak mau nikah sama lo. Hidup cewek ini bukan buat lo manfaatkan. Nahla terlalu bodoh untuk lo bodohi lagi."
Regan menatap ujung rokoknya lama kemudian berkata. "Maka dari itu gue serius. Mungkin emang ini takdir. Setelah gue pikir, Gue menatap Aruna hanya karena ada pribadi Nahla dalam diri Aruna. Gue yang serakah mencari kesempurnaan Nahla dalam diri Aruna."
Alister mendengarkan.
"Hidup gue selalu ada bayang-bayang Nahla. Hati gue mengatakan kalau gue nggak mau kehilangan apalagi jauh sama dia. Di sisi lain, Aruna buat gue merasa bangga di dekatnya. Gue nggak ngerti masalah hati gue saat ini,"
Alister tersenyum. "Gue paham sekarang." ia merubah posisinya menghadap Regan penuh. "Aruna itu hanya untuk ajang pamer lo ke semua orang. Sedangkan Nahla orang yang tahu siapa lo itu sebenarnya. Menurut gue Nahla nggak jelek-jelek amat. Aruna itu tipe yang cantik dan dewasa, sedangkan Nahla imut polos. Mungkin kalau dia pake baju SMP masih cocok."
"Entahlah," Regan menatap Nahla yang tidur di sampingnya. "Gue merasa hidup gue ketergantungan sama dia."
"Jadi kesimpulannya?"
Regan diam lama, membasahi bibirnya lalu berkata. "Kalau Nahla terima gue. Rencana awal gue batal." Regan kembali menatap Alister. "Gue putuskan akan menikah sekali seumur hidup."
Keduanya mengobrol banyak hal sampai tidak terasa matahari mulai menampakkan sinarnya. Alister memutuskan pamit undur diri dahulu.
Regan menggoyangkan tubuh Nahla pelan. "Nahla bangun. Kita pulang,"
Nahla mulai membuka mata. "Gimana? Di penjara?" Suara serak khas bangun tidur terdengar. Nahla merubah posisinya duduk, memeluk jaket Regan mengucek matanya.
"Kenapa di penjara?" Regan mengerutkan keningnya.
"Iya kan lo mukulin orang sampai masuk rumah sakit."
Regan berdiri, mengetuk kepala Nahla pelan. "Ayo pulang. Atau lo yang mau di penjara?"
Nahla menggaruk kepalanya bingung. Ia berdiri sempoyongan mengikuti langkah Regan menuju parkiran.
Kini keduanya sudah berada di dalam mobil. Nahla meneguk habis air mineral membuatnya kini tersadar penuh. Keheningan terjadi antara keduanya. Sepanjang perjalanan Nahla menghadap ke samping. Banyak hal yang ia pikirkan dan rencanakan. Semoga keputusan yang Nahla ambil tidak salah.
Tiba di apartemen milik Regan. Nahla memutuskan untuk mandi membersihkan tubuhnya. Sementara Regan membuat sarapan, meletakkan roti ke mesin panggangan menunggu beberapa menit.
Membuat jus segar lalu menghidangkannya ke meja bar. Selain itu Regan meletakkan sereal, beberapa jenis selai dan buah. Selagi menunggu Nahla, Regan makan dulu sambil mengecek kerjaan di iPad.
Nahla baru selesai mandi. Keluar dari kamar menggunakan baju kaos dan celana hot pants memeluk laptopnya, rambutnya basah di bungkus handuk. Nahla duduk di hadapan Regan, meletakkan laptop ke meja mengambil roti yang sudah Regan siapkan. Mengoleskan dengan selai coklat lalu makan dalam diam.
Usai mengisi perut, Nahla berdeham membuat Regan meliriknya sekilas.
"Apa?" tanya Regan tanpa menatap Nahla.
"Kita bahas yang kemarin." Nahla membuka laptopnya.
Regan mengangkat wajahnya, menatap Nahla. "Apaan?"
"Tawaran lo."
Regan diam selama dua detik lalu mematikan iPadnya. "Em, jadi apa keputusan lo?"
"Gue mau nikah sama lo tapi." Nahla menarik napasnya. "Kita buat perjanjian, gue nggak mau rugi selama lo manfaatin gue."
"Oke. Siahkan buat yang lo mau."
Nahla mulai menggerakkan jemarinya di atas keyboard. "Surat perjanjian nikah kontrak. Regan dan Nahla." Nahla berdeham, sambil berbicara jemari Nahla juga mengetik di laptop. "Pada hari Jumat, tanggal dua September. Telah di buat perjanjian pernikahan kontrak oleh dan antara."
Regan meneguk jus miliknya sambil mendengarkan.
"Regan disebut sebagai pihak pertama dan Nahla disebut sebagai pihak kedua. Kedua belah pihak, berdasarkan itikad baik sepakat membuat perjanjian pernikahan yang telah disepakati dengan beberapa ketentuan sebagai berikut."
Nahla melirik Regan lalu kembali fokus pada layar laptop. "Pasal satu Pernikahan ini hanya berlangsung selama empat tahun." Nahla menatap Regan. "Gue rasa empat tahun cukup. Aruna selesai sekolah kan?"
"Em." Regan mengangguk sekali tanpa menatap Nahla.
"Setelah empat tahun, kedua belah pihak sepakat untuk mengakhiri tanpa ada keterpaksaan. Pasal dua. Selama pernikahan pihak pertama wajib memenuhi semua kebutuhan dan keperluan baik itu pangan, pakaian dan pendidikan pihak kedua."
Regan hanya mengangguk-ngangguk memutar gelas di tangannya.
"Pasal tiga. Tidak ada hubungan intim layaknya suami istri. Pasal empat. Pernikahan ini tidak boleh tersebar ke publik atau bersifat rahasia." Nahla memutar laptop menghadap Regan. "Itu semua dari gue. Soal kakak ipar gue, lo janji akan bantu lunasi hutang dia kan?"
"Iya." Regan menatap isi perjanjian yang Nahla tulis di laptop.
"Lo nggak mau isi?" tanya Nahla melihat Regan tidak bergeming.
Regan memutar laptopnya kembali menghadap Nahla. "Lo ketik. Pasal lima. Selama pernikahan, pihak kedua tidak di perbolehkan dekat dengan lawan jenis."
Jemari Nahla terhenti di atas keyboard. Keduanya melempar pandangan.
"Egois lo." ujar Nahla pelan.
"Gue sanggupin semua pasal yang lo tulis. Dan gue cuma minta satu hal itu."
TBC

KAMU SEDANG MEMBACA
Regan & Nahla [END]
RomantiekCerita romansa mantan kekasih yang masih terhubung meski hubungan keduanya telah kandas. Akankah kebersamaan mereka sejalan atau hanya kenangan? Akankah berakhir di pernikahan atau datang sebagai tamu undangan? Inilah cerita tentang kisah klise Reg...