Kamu Dan Segenap Harapku

241 21 15
                                    


Halo
Happy reading


Matahari terbit sebagai tanda berawalnya hari yang baru. Tapi, kenyataan jika ada orang yang masih tenggelam dengan masa lalu yang kelabu, sama sekali bukan lagi suatu hal yang kabur. Di depan sana, banyak dari mereka yang beraktifitas dan sibuk dengan dunia mereka masing-masing.

Mereka terkekeh riang, bercengkrama dan sesekali saling melempar godaan satu sama lain. Ia sedikit tersenyum saat menyaksikan hal itu. "Takdir benar-benar tidak adil ya." Ia terkekeh rendah setelah bergumam

Nama nya Zee, Zee Pruk Panich. Takdir hidup mereka begitu indah, sementara dirinya masih saja sendirian, memupuk hati agar kembali membaik dari noda berupa amarah untuk hidupnya. Ia selalu berusaha! Tapi, sekeras apapun mencoba, tetaplah akhirnya akan hancur dan membuatnya terpuruk. Seakan takdirnya, sudah di rambati ribuan tumbuhan benalu.

Mereka yang melihatnya seperti itu, pasti akan berkata, "jangan terus terjebak! Bangkitlah!" Yah! Andai semudah mereka berucap. Karena kenyataan jika ia terus mengingatkan diri agar bisa menjadi seperti matahari yang terbit di pagi hari, kemudian tenggelam di sore hari, kerap kali membuat diri sendiri lelah dan muak.

"Tuan, sudah waktunya sarapan."

Zee berbalik badan dan melihat seseorang yang saat ini sedang berdiri tidak jauh dari pintu kamarnya. Seorang pengasuh yang sudah seperti seorang Ibu pengganti buatnya.  Diukir senyum terbaiknya untuk sekali lagi berbohong padanya, jika Tuan Mudanya ini baik-baik saja. "Sarapan pagi ini apa Bi?" Cerianya yang sudah pasti akan terlihat hambar di mata bibi.

Tapi inilah yang dirinya sukai dari Bibi. Senyum yang tidak kalah manis darinya itu, membuatnya merasa hangat di dalam hati. Bibi mendekatinya lalu mengusap kepalanya penuh cinta dan kehangatan. Kemudian berujar rendah, "ada segelas susu dan dua buah roti dengan isian selai bluberry kesukaan Tuan Muda."

Zee berikan anggukan lalu ia peluk tubuh bibinya yang ringkih. "Aku menyayangi Bibi. Terima kasih untuk semuanya. Aku akan turun setelah mandi."

"Bibi juga menyayangi Tuan Muda. Baiklah, Bibi ke bawah dulu."

Setelah kepergian Bibi, Zee  melangkah kan kaki memasuki kamar mandi, mendekati baththub dan menanggalkan pakaian secara perlahan sambil menunggu air terisi hingga batas yang kuinginkan. Setelah rasanya cukup, ia tambahkan sabun dengan aroma mint yang menjadi favoritenya sejak kecil, lalu masuk dan berendam di dalamnya.

Kata orang, kesempatan itu bagaikan sunrise. 'Jika kamu menunda untuk bisa melihatnya, maka kamu akan ketinggalan.' Tapi rasanya itu tidak sepenuhnya benar. Buktinya adalah dirinya! Semakin mengejar kesempatan itu, maka dirinya seolah makin tertinggal lebih jauh dari sebelumnya.

Ia menghela kan napas berat dan memejamkan mata. Dihirupnya dengan dalam aroma dari sabun hingga hidungnya terasa dingin. "Mungkin, aku memang tercipta untuk seperti ini," gumamnya sekali lagi.

Senyum kecut terhias di wajahnya sekarang. Ia tahu dan sadar. Sebagaimana sunrise yang akan muncul setelah melewati malam yang gelap, maka begitupula kehidupan. Akan ada kebahagiaan setelah kesengsaraan. Akan ada keberhasilan, setelah kesulitan.

"Tapi apa ini? Aku bahkan sudah seperti ini untuk kurun waktu yang membuatku lelah untuk menghitungnya lagi." Zee tenggelamkan badan hingga air menutupi kepala dan berdiam diri di bawah busa yang menggunung. Hingga rasanya pasokan udara semakin menipis dan berhenti.

Pwaaah

"Mungkin lebih baik aku hidup seperti ini. Setidaknya tidak semenyakitkan kematian."

.

ZeeNunew Short StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang