kembalinya mama

8 7 0
                                    

Sudah seminggu berlalu sejak Lisa dan Ghifar tinggal bersama Bibi Neneng dan Paman Ashadi. Rumah ini tidak terasa seperti rumah bagi mereka; lebih seperti tempat singgah sementara di tengah kekacauan yang melanda hidup mereka. Setiap hari, Lisa dan Ghifar menjalani rutinitas yang sama: bangun pagi, sarapan bersama Bibi Neneng yang selalu berusaha membuat suasana ceria, pergi ke sekolah, pulang, dan kembali ke kamar masing-masing. Namun, di balik rutinitas itu, ada perasaan hampa yang semakin hari semakin menguasai keduanya.

Lisa, yang biasanya ceria dan penuh semangat, sekarang lebih banyak diam. Sepanjang minggu ini, ia mengalami hal-hal yang tidak pantas dari Zaid, sepupunya. Setiap kali Bibi Neneng atau Paman Ashadi tidak ada di rumah, Zaid selalu mencari kesempatan untuk mendekati Lisa. Pagi tadi, saat Lisa sedang sendirian di dapur, Zaid mendekatinya dari belakang, berusaha menyentuhnya lagi. Lisa berontak, mendorong Zaid dengan sekuat tenaga, dan berlari keluar menuju kamar mandi untuk mengunci diri. Sesampainya di sana, ia menangis tanpa suara, tubuhnya bergetar hebat karena ketakutan dan rasa jijik yang menyelimuti dirinya. Dia merasa terperangkap, tidak tahu harus berkata apa atau kepada siapa.

Sementara itu, Ghifar pun tampak berbeda. Anak laki-laki yang dulunya ceria dan selalu bersemangat bermain kini menjadi pendiam. Ia sering terlihat duduk sendirian di pojok ruangan, memegang mainannya tanpa benar-benar bermain. Neneng dan Ashadi berusaha menghibur Ghifar dengan berbagai cara, membawanya berjalan-jalan ke taman, membelikannya mainan baru, namun Ghifar hanya merespons dengan senyuman tipis.
Dia merindukan ibunya. Sudah seminggu ia tidak melihat Mama, dan setiap kali ditanya, Anwari selalu mengatakan bahwa Mamanya sedang sibuk dan akan segera kembali. Namun, Ghifar tahu, ada sesuatu yang salah. Ia bisa merasakan bahwa Mamanya tidak pergi hanya karena kesibukan.

Neneng sering memperhatikan Ghifar dari kejauhan, merasakan bahwa ada sesuatu yang mengganggu pikiran anak itu. Di suatu sore, ketika Neneng mendekati Ghifar yang sedang duduk di halaman belakang, ia mencoba untuk berbicara dengannya.
"Ghifar, kamu baik-baik saja? Mau cerita sama Bibi?" Neneng bertanya lembut, duduk di sebelahnya. Namun, Ghifar hanya menggeleng pelan dan mengalihkan pandangannya ke arah lain. Neneng menghela napas panjang, ia tidak ingin memaksa, tapi hatinya pilu melihat keponakannya yang tampak begitu menderita.

Di malam harinya, setelah sholat Maghrib berjamaah, Lisa mendapati dirinya duduk di ruang tamu bersama Ghifar. Mereka berdua diam, sibuk dengan pikiran masing-masing. Lisa memandang adiknya yang duduk terdiam di sudut sofa, tatapan matanya kosong, seolah-olah tidak ada lagi keceriaan yang tersisa dalam dirinya. Lisa ingin memeluk Ghifar, memberitahunya bahwa semua akan baik-baik saja, tapi ia sendiri tidak yakin dengan kata-kata itu. Bagaimana ia bisa meyakinkan Ghifar jika dirinya pun merasa hilang dan tersesat?

Zaid masuk ke ruang tamu, bergabung dengan mereka tanpa banyak bicara. Lisa merasa perutnya mual hanya dengan melihat Zaid mendekat. Ia buru-buru berdiri, "Aku mau ke kamar, Ghifar, ayo," ajak Lisa sambil menarik tangan adiknya. Ghifar menurut tanpa sepatah kata, meninggalkan Zaid yang duduk sendirian. Saat mereka sampai di kamar, Lisa menutup pintu dan menguncinya, seolah-olah itu bisa melindungi mereka dari segala hal buruk yang ada di luar sana.

Seminggu ini terasa seperti mimpi buruk yang tiada akhir bagi Lisa. Ia merindukan Mamanya, namun dalam keheningan malam, Lisa juga merasa marah. Marah karena Mamanya pergi begitu saja, meninggalkan dirinya dan Ghifar tanpa penjelasan. Lisa merasa terjebak dalam situasi yang seolah tidak ada jalan keluarnya. Ia ingin menceritakan apa yang terjadi kepada seseorang, tetapi ketakutan akan penilaian dan ketidakpahaman orang lain membuatnya bungkam. Satu-satunya yang tahu tentang apa yang ia alami adalah dirinya sendiri.

Di sisi lain, Neneng tidak bisa berhenti memikirkan Lisa dan Ghifar. Ia merasa ada sesuatu yang salah, namun belum tahu bagaimana cara membukanya. Setiap kali ia mendekati Lisa, ada dinding tebal yang seolah memisahkan mereka. Neneng sering terjaga di malam hari, berdoa agar diberi petunjuk tentang apa yang bisa ia lakukan untuk membantu keponakannya itu. Ia tahu, menjadi ibu sementara bagi Lisa dan Ghifar bukanlah tugas yang mudah, tapi ia tidak ingin menyerah. Neneng hanya berharap suatu saat, Lisa dan Ghifar bisa berbicara dan mengungkapkan apa yang mereka rasakan.

𝐦𝐲 𝐚𝐥𝐭𝐞𝐫Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang