Suasana gemuruh langit mendung dengan hujan rintik-rintik menyelimuti kampus, membuat sebagian besar mahasiswa memilih berteduh di bawah atap gedung. Namun, di tengah hujan, Xena-mahasiswa kesayangan dekan fakultas Ilmu Politik-terlihat sibuk berlari kesana kemari dengan payung hitam di tangannya.
Di kejauhan, seorang laki-laki bertubuh tinggi ideal berdiri dengan senyum manis dan wajahnya yang khas. Terkenal di kalangan mahasiswa semester empat karena mimik babyface dan sahutan badboy-nya, pria ini tampak menikmati pemandangan yang tidak biasa ini.
Xena berlari menjauh darinya, sengaja meninggalkannya tanpa payung di tengah hujan, seolah-olah ini adalah bagian dari permainan yang hanya mereka berdua yang mengerti.
"ayo! ambil payungnya! lo sebenernya takut kan sama gue?" teriak gadis itu, suaranya menyatu dengan alunan derasnya air hujan yang membasuhi mereka berdua.
Laki-laki itu hanya diam, memberikan senyum smirk khasnya yang membuat para wanita di kampusnya tergila-gila, namun sepertinya tidak dengan Xena Capella. Mata Xena yang dingin dan tajam tetap berteriak kepada laki-laki itu tanpa ekspresi. Dia dikenal karena ketenangannya yang misterius dan keengganannya untuk mengungkapkan perasaan sebenarnya, menjadikannya sosok yang penuh teka-teki di kalangan mahasiswa.
Dengan rambutnya yang basah dan payung hitam di tangannya, Xena memperlihatkan sisi lain dari karakternya. Untuknya, hujan dan suasana dingin ini hanyalah latar belakang dari permainan yang lebih besar. Dia tahu betul bagaimana menggoda dan menguji batas orang lain, dan laki-laki di depannya ini hanyalah salah satu dari banyak tantangan yang ingin dipecahkannya.
Dengan sedikit dorongan, Xena melangkah semakin jauh, tetap dengan senyum penuh tantangan yang tidak menunjukkan ketertarikan pada apapun selain permainannya. Setiap langkahnya seolah menegaskan bahwa dia tidak akan mundur, bahkan jika harus menghadapi laki-laki yang terkenal badboy dihadapannya. Sementara itu, laki-laki itu, meskipun tampak tidak terpengaruh, tetap memerhatikan setiap gerakan Xena dengan rasa ingin tahu yang tak tertandingi, menyadari bahwa gadis ini bukanlah seseorang yang bisa diabaikan begitu saja.
"Lo ngapain sih kaya tadi, Sen! Gue malu lihatnya!" bentak Vasily, sahabat Xena yang sangat perfeksionis itu.
Xena mengusap-usap bajunya yang basah sambil memandang ke arah gerbang kampus tempat ia meninggalkan laki-laki bernama Alnath Javier itu sendirian. Namun, saat meliriknya, Xena mendapati bahwa Alnath yang menyebalkan itu sudah tidak ada di sana. Hujan terus turun, namun tidak ada jejak yang tersisa dari pria itu. Xena menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya, meskipun senyum penuh kemenangan masih tersimpan di sudut bibirnya.
Vasily menatap Xena dengan tatapan tak percaya, masih tidak bisa memahami mengapa Xena merasa perlu memberikan pelajaran kepada Alnath dengan cara mempermalukan dirinya di depan mahasiswa lain yang tengah meneduh.
"Lo bener-bener gak mau bilang apa alesan lo harus bertindak kaya gitu, sen? Dia emang cowok sengklek, harusnya ga lo ladenin" ujar Vasily, mencoba meminta penjelasan pada Xena.
Xena hanya tersenyum penuh rahasia.
"Kadang-kadang, hal-hal kaya gini adalah cara terbaik untuk mengajarkan orang agar tidak bertindak sembarangan, Vas" jawabnya, dengan nada yang tidak sepenuhnya serius.
"Dia butuh diingatkan bahwa dunia ini gak selalu berputar di sekeliling dia aja."
Vasily memutar bola matanya malas.
"Lo balik kapan, Sen? Gue mau balik sekalian nyari Anna," ucap Vasily pada Xena yang sedari tadi sibuk memandangi gerbang kampusnya yang sudah usang.
Xena terdiam, tampak tidak mendengarkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHY, XENA?
Teen Fiction"lo cuma objek eksperimen gue! tapi jatuh cinta sama lo bukan ide yang buruk" - Alnath Javier "hey! We're just playing around, so have fun! kenapa lo harus ngerasa hancur dan terluka?" - Xena Capella _______________________________________ PROLOG ...